Advertorial
Intisari-Online.com – Selama ini orang berpendapat bahwa ketambunan (obesity) pada sebagian besar orang disebabkan oleh faktor keturunan.
Sebagian juga berpendapat, obesitas juga disebabkan oleh terlalu malas bergerak, atau kurang kuat kemauannya, atau gangguan psikologis atau karena metabolisme lambat.
Tetapi penyelidikan-penyelidikan yang dilakukan di Amerika Serikat belum lama ini menunjukkan bahwa:
- Lingkungan memainkan peranan lebih penting daripada keturunan dalam hal ketambunan.
- Metabolisme yang lambat lebih mungkin merupakan akibat ketambunan, bukan penyebabnya.
Baca juga: Pasti Anda Belum Tahu, Pria yang Menikahi Wanita Gemuk Hidupnya Lebih Bahagia
- Gangguan-gangguan psikologis biasanya merupakan akibat ketambunan dan jarang menjadi penyebabnya.
- Banyak orang-orang gemuk yang semasa kanak-kanak makan terlalu banyak, sesudah dewasa akan "lari ke makanan" kalau mengalami gangguan-gangguan emosional atau kesulitan-kesulitan lain, walaupun sebenarnya tidak lapar.
- Orang-orang gemuk tidak aktif karena kelebihan berat mereka mengalangi hal ini, jadi bukan gemuk karena tidak aktif.
Dalam penyelidikan terhadap anak-anak yang kedua orangtuanya berbobot normal hanya didapati 7% anak tambun.
Di kalangan anak-anak yang salah satu orang tuanya tambun, didapati 40% anak tambun.
Di kalangan anak-anak yang kedua orang tuanya tambun didapati 80% anak tambun.
Hal ini bisa disebabkan karena keturunan, bisa juga karena lingkungan yang membantu perkembangan makan secara berlebih-lebihan.
Mereka juga menyelidiki anak-anak kembar identik yang dibesarkan terpisah dan anak-anak angkat.
Hasilnya menunjukkan bahwa peranan lingkungan lebih penting daripada peranan keturunan.
Baca juga: Gemuk Tak Selalu Buruk, Buktinya Ia Bisa Melindungi Tubuh Kita dari 4 Penyakit Ini
Kecenderungan untuk gemuk karena keturunan baru akan terlaksana kalau lingkungannya memungkinkan hal itu.
Penyelidikan di Inggeris bahkan menambahkan bahwa binatang-binatang peliharaan di rumahtangga orang gemuk mempunyai kemungkinan dua kali lipat untuk tambun daripada binatang-binatang kesayangan orang kurus.
Tanpa menghiraukan kecenderungan-kecenderungan genetis (keturunan), diketahui bahwa pola makan semasa kanak-kanak dapat membuat perbedaan besar sekali dalam perjuangan untuk memerangi ketambunan setelah dewasa.
Penyelidikan oleh Dr. Jerome Knittle dari Mount Sinai Medical Centre di New York dan orang- orang lain, menunjukkan bahwa bayi-bayi tambun dan anak-anak tambun kebanyakan tumbuh menjadi orang dewasa yang tambun karena di dalam tubuh mereka telah berkembang sel-sel lemak yang berlebihan.
Sel-sel ini sifatnya permanen, dan selalu minta diisi. Pengendalian berat badan pada masa kanak-kanak bisa mengalangi kecenderungan untuk tambun di kemudian hari.
Orang-orang yang tidak tambun semasa kanak-kanak lalu menjadi tambun ketika dewasa, sel-sel lemak tidak bertambah, hanya menjadi lebih besar. Kalau bobotnya turun menjadi normal, sel-sel lemaknya menciut ke ukuran normal.
Penyelidik-penyelidik mengadakan percobaan pada tikus-tikus yang mempunyai orangtua gemuk. Binatang-binatang itu menjadi tambun kalau diberi kesempatan untuk makan sekehendak hati.
Berat Final binatang-binatang ini bisa dikurangi kalau semasa kecil mereka diberi makanan sedikit.
Penyelidikan terakhir mendatangkan kesan bahwa kebanyakan orang tambun pada mulanya metabolismenya normal. Tetapi ketika mereka makin lama makin gemuk, sedikit demi sedikit pertukaran zat di dalam tubuhnya menjadi kacau.
Seperti yang banyak dikeluhkan oleh banyak orang gemuk, "semua" yang mereka makan berubah menjadi lemak dan bobot bertambah, walaupun mereka sudah membatasi makanan sehingga tampaknya tidak makan berlebih-lebihan.
Seorang psikolog dari Yale, Dr Judith Rodin menunjukkan bahwa orang gemuk menghasilkan insulin lebih banyak. Hormon ini menaikkan penyimpanan kalori sebagai lemak.
Insulin yang tinggi juga mendatangkan lapar sehingga orang makan lebih banyak. Makin cepat seseorang makan dan makin banyak kalori serta karbohidrat dikandung oleh makanan, makin banyak insulin dihasilkan sehingga membentuk lingkaran setan.
Dalam penyelidikan yang dilakukan di penjara Vermont, narapidana-narapidana yang beratnya normal diberi makanan yang mengandung kalori dua sampai 3 kali lebih banyak daripada biasa.
Baca juga: Anda Orang yang Banyak Makan Tapi Tidak Gemuk-gemuk? Jangan Heran, Begini Penjelasannya
Ternyata berat mereka naik 26%, sedangkan tubuhnya mengalami perubahan-perubahan hormonal dan metabolis seperti tampak pada orang-orang tambun.
Dr Jules Hirsch dari Rockefeller University di New York menyelidiki orang-orang yang luar biasa tambun. la melihat bahwa pada orang-orang itu, kenaikan bobot setiap pon diperoleh dengan kalori cuma setengah dan bahkan sepertiga dari kalori yang dibutuhkan oleh orang normal untuk bertambah bobot satu pon.
Hal ini disebabkan karena jaringan-jaringan berlemak kurang membutuhkan enersi (yang diukur dengan kalori) dibandingkan dengan jaringan-jaringan tubuh kurus.
Bahkan kalau orang gemuk berhasil mencapai bobot normal, kebutuhan mereka akan kalori agak lebih rendah daripada orang-orang yang belum pernah gemuk.
Tidak diketahui apakah hal ini akibat abadi dari ketambunan, akibat-akibat ketidakaktifan ataukah tanda kecenderungan genetis.
Baca juga:Yuk Intip Rahasia Kota yang Tidak Ada Orang Gemuknya, Bisa Kita Dicontoh Lho...
Penyelidikan-penyelidikan ini juga mendatangkan kesan bahwa gangguan-gangguan psikologis lebih mungkin merupakan akibat, bukan penyebab kegemukan.
Bertubuh gemuk di masyarakat modern yang berorientasi pada kelangsingan ini bisa mendatangkan kurang harga diri dan "diapkir" oleh orang-orang lain. Hal ini lantas bisa mendatangkan gangguan-gangguan emosional.
Seorang psikiater dari University of Pennsylvania, Dr Albert Stunkard, menunjukkan bahwa walaupun ketambunan 6 kali lebih banyak didapati di kalangan wanita kelas lebih rendah, tetapi wanita kelas lebih atas tampaknya lebih banyak yang mengalami gangguan emosional akibat masalah bobot yang terlalu berat.
Tetapi sebagian besar orang-orang tambun yang beratnya turun banyak sekali, mengalami depresi dan kecemasan.
"Kebanyakan merasa kehilangan, ditinggalkan, kesepian dan kosong," kata Dr Hirsch. Perasaan ini dialami juga oleh orang-orang normal yang kelaparan.
Baca juga: Jangan Takut Gemuk! 6 Makanan Ini Bisa Dikonsumsi Tengah Malam dan Anda Tetap Langsing
Pada orang-orang yang pernah gemuk, perasaan ini kadang-kadang cukup kuat untuk menyebabkan mereka makan lagi berlebih-lebihan dan mendapat kembali ketambunan yang sudah susah-susah dilepaskan.
Seorang psikiater dari Baylor University di Houston yang merupakan juga ahli dalam psikologi kelainan makan Dr Hilde Bruch, yakin bahwa banyak orangtua secara tidak sadar membiasakan anak mereka makan berlebih-lebihan dengan memberi mereka makanan pada waktu-waktu yang keliru dan untuk alasan-alasan yang salah.
"Tidak susah untuk merusakkan program otak," kata Dr Bruch. "Kasih saja makanan pada anak setiap ia menangis, tidak peduli ia menangis karena sedih ataukah lapar. Atau beri saja ia makan pada saat ia tidak lapar. Hal terakhir ini sering dilakukan ibu-ibu kalau waktu makan berikutnya atau waktu tidur sudah mendesak sehingga kalau bukan sekarang tidak akan sempat lagi memberi makan."
Dr Rodin yakin bahwa anak-anak yang diperlakukan begini otaknya tidak pernah belajar membedakan rasa lapar dari rasa-rasa lain seperti umpamanya bosan, marah, cemas, kecewa dan depresi.
"Sebagian di antara mereka menjadi orang-orang gemuk yang gembira, yang tidak pernah marah tetapi selalu makan," kata Dr Bruch. "Sebagian lagi menjadi orang-orang yang menyatakan dirinya tidak mempunyai kemauan kuat untuk berhenti makan. Kalau mereka mulai makan, mereka tidak bisa berhenti."
Baca juga:Percuma Anda Diet Mati-matian Jika Masih Lakukan 25 Hal yang Bikin Tubuh Tetap Gemuk Ini
Dr Rodin menyarankan bahwa untuk mengembangkan response normal terhadap isyarat- isyarat lapar, anak jangan diberi makan kalau mereka tidak lapar.
Dalam artikelnya di majalah Human Nature, Dr Rodin menyatakan bahwa orang-orang gemuk mempunyai kecenderungan lebih banyak untuk makan kalau sedang bosan dibandingkan dengan orang-orang yang beratnya normal.
Tetapi mereka "lupa" makan kalau terbenam dalam kerja yang mengasyikkan.
Penemuan ini katanya bisa menjadi "kunci" bagi orang-orang yang ingin tetap langsing dan yang ingin menurunkan bobot agar sibuk terus.
Ini juga bisa menjadi penjelasan mengapa banyak orang-orang gemuk tidak mengalami kesulitan untuk mengerem makan pada pagi dan siang hari, tetapi remnya "blong" kalau sudah pulang bekerja. (South China Morning Post)
(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Mei 1979)
Baca juga: Berikut Ini 3 Aturan Sarapan Agar Tak Cepat Gemuk