Advertorial
Intisari-Online.com - Meski telah diserang habis-habisan oleh pasukan Rusia, Suriah, dan juga AS, militan ISIS yang bercokol di Suriah ternyata tidak segera musnah.
Kelompok-kelompok militan ISIS yang tekenal sangat brutal dalam membunuh pasukan musuh yang tertangkap itu bahkan masih menunjukkan keberadaan di kawasan Yarmouk, yang lokasinya berdekatan dengan kota Dasmaskus.
Ketika di Ghouta Timur, pernah terjadi serangan senjata kimia pada awal bulan April 2018, militan ISIS termasuk yang dicurigai sebagai pelakunya.
Tapi para militan ISIS menolak tuduhan itu dan menyatakan bahwa pihaknya tidak memiliki kemampuan membuat senjata kimia dan juga tidak memiliki senjata untuk menembakkan senjata kimia.
Namun, militan ISIS yang dicurigai malah bersekutu dengan pasukan AS demi menggulingkan Presiden Suriah Bashar Al Assad bisa saja mendapatkan senjata kimia dari AS melalui agen rahasia CIA.
Dengan cara itu, AS bisa lepas tangan ketika terjadi serangan senjata kimia di Suriah dan malah punya alasan untuk menggempur Suriah seperti yang dilakukan pada 14 April 2018.
Susahnya militan ISIS di Suriah untuk ditumpas sampai ke akar-akarnya konon memang sengaja ‘diciptakan’ oleh AS yang sedang menerapkan strategi proxy war di Suriah.
Dalam hal ini, AS sengaja menggunakan ‘tangan lain’ untuk mengacau Suriah dan kemudian militer AS tinggal berperan sebagai polisi dunia agar tindakannya dilegalkan oleh PBB.
Namun membiarkan militan ISIS tetap berkuasa di suatu kota seperti di Suriah, sama saja membiarkan tragedi di luar batas kemanuisaan yang sering terjadi.
Pasalnya dalam pertempuran yang biasanya berlangsung brutal, militan ISIS tidak mengenal ‘etika’ ketika berhasil menangkap tentara musuh yang sudah menyerah.
Bisa dipastikan tawanan yang tidak berdaya itu akan dihukum mati dengan cara yang sangat kejam.
Cara ISIS menghukum mati tawanan secara kejam sebenarnya bertujuan untuk menciptakan teror dan juga untuk mencari perhatian.
Pada Selasa (1/5/2018), demi menarik perhatian dan menebar teror, militan ISIS di Yarmouk menghukum mati seorang tawanan dengan cara menaruh bom di kepalanya lalu menjatuhkan tawanan yang dalam kondisi terikat itu dari gedung tinggi.
Bom yang ditaruh di dalam helem itu akan meledak ketika detonatornya terpicu akibat benturan helm dengan tanah dan menghancurkan kepala si terhukum mati.
Supaya si terhukum tetap berada pada posisi tegak lurus badannya diikatkan pada papan kayu yang memiliki ukuran setinggi tubuhnya.
Proses hukuman mati yang mengerikan itu direkam oleh militan ISIS dan awal hingga akhir lalu videonya dikirim ke berbagai media internasional demi menebar teror dan menunjukkan bahwa militan ISIS di Suriah masih ada.