Advertorial
Intisari-Online.com -Hari itu, 26 Juni 2012, menjadi hari yang enggak terlupakan bagi MA.
Siswi SMAN 22 Jakarta Kelas XII itu telah mengalami hal paling terburuk dalam seumur hidupnya.
Guru berinisial T, yang enggak lain adalah Wakil Kepala Sekolah sekaligus guru mata pelajaran Biologi di kelasnya, meminta MA untuk menemuinya di suatu tempat yang jauh dari lingkungan sekolah.
Membicarakan urusan kegiatan sekolah jadi alasan yang diajukan guru yang waktu itu berusia 47 tahun ini.
Bukannya serius membicarakan soal kegiatan sekolah, MA malah dibawa ke area wisata terpencil di Jakarta Utara, MA dipaksa melampiaskan nafsu bejat sang guru.
Setelah pulang dari sana, MA diturunkan di suatu tempat dekat dengan rumahnya dan diberi uang tunai Rp50 ribu untuk ongkos pulang.
Mengenaskan.
"Saya dipaksa untuk melakukan oral sex sama dia," ujar MA kepada wartawan saat mengungkap kasus amoral guru dari rumah kediamannya yang nggak jauh dari sekolah, akhir Februari 2013 lalu.
Ironisnya, hari itu bukan hari pertama dan terakhir kalinya MA mendapat perlakuan seperti itu. Teman kita yang saat itu masih berusia 17 tahun ini seringkali diminta untuk memuaskan nafsu seks sang guru dengan berbagai dalih agar MA mau menurutinya.
Seperti yang terjadi satu bulan kemudian. Sang guru kembali mengajak MA bertemu di tempat yang sama dan dengan modus yang sama pula. Lagi-lagi, katanya untuk membicarakan kegiatan sekolah. Namun ternyata T kembali memaksa MA melakukan oral sex di dalam mobil Toyota Avanza miliknya.
Lagi-lagi pula T memberi uang Rp50 ribu untuk ongkos MA pulang.
Lalu kenapa MA mau melakukan ini berulang kali? Bahkan walau menurut pengakuannya, ia merasa telah dilecehkan gurunya sebanyak empat kali. Ancaman T yang bakal mempersulit akses MA dalam mendapat ijazah dan nilai terbaik di sekolahnya ternyata jadi alasan MA terpaksa menuruti kemauan T.
Guru ini juga akan menunda kelulusan, apabila MA melaporkan kejadian enggak senonoh itu.
Bongkar kasus
Jelang Ujian Nasional (UN), MA semakin ketakutan kalau-kalau kelulusan sekolahnya tertunda karena ijazah dan nilainya benar-benar ditahan. Akhirnya, MA memberanikan diri melapor kejadian ini pada seorang guru lain berinisial Y. Y ini menyarankan MA untuk melapor ke pihak berwajib.
Pihak sekolah pun bertindak cepat untuk menutupi kasus memalukan ini. Pada awalnya pihak sekolah berusaha merayu keluarga MA dengan mengajukan tawaran damai. Tindakan ini dilakukan guna menjaga nama baik sekolah.
Namun, seorang guru lain berusaha membongkar kasus ini. Dalam status Facebooknya, ia menulis ada kebohongan di sekolah tersebut. Kasus ini pun bocor. Salah satu anggota komite sekolah yang menolak namanya disebutkan menuturkan ia dan anggota komite lain kemudian menelusurinya. Kasus kejahatan ini pun terkuak sehingga muncul ke publik.
Atas inisiatif keluarga dan Komite sekolah, MA melaporkan ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Namun, karena alasan kriminal, KPAI menyarankan untuk melapor ke Polda Metro Jaya. Dari sinilah Polda kemudian meminta MA menjalani visum pemeriksaan kejiwaan. Hasilnya, MA dinyatakan enggak berbohong.
Meski begitu, kasus pelecehan seksual yang menimpa teman kita MA, ternyata minim bukti. Dengan status MA sebagai saksi korban, Tim Pencari Fakta Komnas Perlindungan Anak masih memerlukan bukti-bukti tambahan yang akan menguatkan MA untuk menjerat guru T.
"Temuannya belum lengkap, masih ada dua saksi yang bisa menguatkan laporan kejadian ini. Kita perlu membuat laporan akurat supaya nanti tidak dituding fitnah," kata Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait.
Meski demikian, Arist yakin kasus pelecehan seksual terhadap MA yang dilakukan seorang guru ini memang telah terjadi. Berdasarkan keterangan laporan, saat menjabat wakil kepala sekolah, T telah melakukan empat kali pelecehan seksual terhadap MA dalam kurun waktu Juni hingga Juli 2012.
Jika terbukti melakukan pelecehan seksual, T akan dijerat Pasal 81 dan Pasal 82 Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 22 Tahun 2003 dengan ancaman 15 tahun penjara.
Gubernur DKI Jakarta saat itu Joko Widodo pun ikut ambil tindakan. Dia mengecam keras pelecehan seksual yang dilakukan oleh Wakasek ini.
"Sudah saya cek, sudah diperintahkan untuk melepas jabatan wakil kepala sekolah dan guru, karena itu sebuah contoh yang tidak baik, dan terakhir kalau benar, harus kita copot, langsung kita copot," tegas Jokowi seperti diberitakan banyak media nasional.
Baca juga:Kisah Horor Predator Seksual di Hollywood Sudah Ada Jauh Sebelum Weinstein
Cowok juga kena
Mengerikan, ya. Institusi yang seharusnya memberikan kita pendidikan yang baik malah jadi tempat munculnya pelecehan seksual. Bahkan, guru, yang harusnya jadi orangtua kedua kita, malah jadi pelaku pelecehannya.
Seperti kasus Kepala Sekolah MTsN Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah berinisial KSPL yang telah mencabuli 10 siswinya. Di depan penyidik, tersangka mengakui perbuatannya.
Dari 10 korban yang melapor ke polisi, baru dua siswi yang diakui telah digerayangi dan diraba kemaluannya.
Mantan Kepsek ini kemudian divonis hukuman empat tahun kurungan penjara. Vonis yang dibacakan majelis hakim itu jauh lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang meminta agar hakim menghukum terdakwa dengan ganjaran 12 tahun penjara.
Pihak keluarga korban juga menilai keputusan hakim sangat mengecewakan dan nggak sesuai dengan fakta yang telah dihadirkan dalam persidangan. Menurut mereka tuntutan 12 tahun itu masih kurang maksimal jika dilihat dari perbuatannya.
Terlebih jumlah korbannya yang nggak sedikit. Keluarga korban menginginkan hal itu agar nantinya bisa memberi efek jera atas perbuatan yang mencoreng dunia pendidikan kita, khususnya di Kabupaten Kalimantan Timur.
Di Yogyakarta, persisnya di Kabupaten Bantul, juga pernah digegerkan oleh kasus perbuatan mesum seorang Kepsek yang seorang gay. Enggak tanggung-tanggung, sedikitnya 20 orang siswa menjadi korban aksi bejat Kepala SMAN 2 Banguntapan Bantul.
Siswa yang semuanya cowok itu kebanyakan duduk di Kelas XI dan XII, bahkan ada yang sudah lulus.
Baca juga:Bejat! Remaja Ini Coba Perkosa Ibunya Setelah Sebelumnya Perkosa Adik Perempuannya Sendiri
Mereka mengaku dipanggil masuk ke ruang Kepsek. Setelah itu, para korban ini digerayangi kemaluannya kemudian dipeloroti celananya. Selama sang Kepsek beraksi, ruangan dikunci dari dalam. Semua siswa korban sempat merasa ketakutan dan ada yang sambil menangis serta terbata-bata mengakui perbuatan Kepseknya.
"Ada yang hanya dipegang-pegang. Celananya disuruh lepas. Mereka takut dan ada yang bisa lari," kata salah seorang sumber.
Atas kasus ini, para siswa mendemo sang Kepsek agar dipecat dan nggak boleh mengajar di kelas lagi. Sebab, kalau masih mengajar di kelas dikhawatirkan masih melakukan perbuatan serupa. Namun, sayang, mantan Kepsek ini hanya dikenakan hukuman 3,5 tahun penjara.
Masih ada lagi kisah tentang Pembina Pramuka bejat di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, yang juga mencabuli 10 orang siswinya. Hati-hati, Pembina Pramuka bejat berinisal DN ini berdalih memeriksa kesehatan para siswi. Ujung-ujungnya, DN malah memanfaatkan kesempatan mencabuli satu per satu siswinya.
Kapolsek Biromaru Kompol Ilham Lompoh di Sigi menjelaskan pelaku berinisial DN ditangkap atas dasar laporan sejumlah korban yang mengaku mengalami tindakan enggak menyenangkan itu.
"Tindakan pencabulan itu telah berlangsung selama beberapa bulan namun korban merasa takut melaporkan ke polisi," kata Kompol Ilham.
Berdasarkan penuturan pelaku, aksi pelecehan tersebut dilakukan saat Pembina Pramuka berupaya memeriksa kesehatan anak buahnya dengan menyentuh bagian tubuh pribadi.
Kompol Ilham mengatakan pelaku akan dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara. Namun kasus ini tenggelam begitu saja.
Baca juga:Kontes 'Ratu Homoseksual' di Lebanon: Tempat Pria Menyamar jadi Wanita
Sejak 2009 lalu sebenarnya sudah ada kasus pelecehan seksual guru terhadap muridnya yang bikin gempar kota JAkarta. HAI pernah meliput langsung peristiwa itu. Kala itu, sebuah sekolah negeri di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, mencuat namanya ke permukaan gara-gara pelecehan seksual yang dilakkukan oleh seorang pelatih ekskul futsal.
Dengan dalih memberi bekal mental sebelum bertanding, pelatih cabul ini memperalat empat anak eksul futsal untuk membuka celana dan memperlihatkan penis mereka di depannya.
Bahkan, pelatih bernama Joy tersebut memotret gambar teman-teman kita yang disuruhnya telanjang.
Kasus ini terbongkar setelah Barry (nama samaran, RED) melapor kejadian ini pada orangtuanya.
"Gue ngaku ke nyokap. Besoknya nyokap gue langsung datang ke sekolah untuk ngebahas masalah ini. Setelah gue melapor, barulah aksi maksiat mantan pelatih futsal gue itu terbongkar. Beritanya menyebar dengan cepat!" tutur Barry.
Meski sudah terbongkar, penderitaan para korban enggak selesai sampai di situ. Media massa sempat membuat kasus ini menjadi besar. Malah, terkesan dibesar-besarkan.
Pernah ada pemberitaan yang menyatakan kalau korban sempat dimasturbasi dan disodomi oleh mantan pelatihnya itu.
"Pemberitaan yang kayak gitu yang sebenarnya bikin gue tambah nge--drop. Soalnya jadi banyak teman yang nanyain ke gue soal kebenaran berita itu," tambah Barry enggak setuju.
Namun, sekali lagi, perbuatan MA dan Barry adalah patut diacungi jempol. Meski menjadi korban, keduanya berani melapor kejadian memalukan tersebut, sehingga guru bermasalah dapat diselesaikan secara jalur hukum.
Pak Joy waktu itu kena pasal pelanggaran Undang-Undang perlindungan Anak pasal 82, UU RI No.23, Tahun 2002. Hukuman untuk Pak Joy adalah tiga tahun penjara atau sekurang-kurangnya kena denda sebesar Rp70 juta. Di dalam persidangan, Pak Joy mengaku malu dan sangat menyesal akan perbuatannya. Dia bilang khilaf dan memohon agar mendapat keringanan hukuman.
Baca juga:Ketika Para Penjahat Pamerkan Hasil Curiannya di Media Sosial, Sombong Sekaligus Ceroboh
Sexual Harrasment Emergency
Negara kita rasanya sedang darurat kejahatan seksual. Kasus pelecehan seksual enggak hanya terjadi pada cewek, cowok juga bisa. Dari berbagai kasus kekerasan seksual terhadap anak, kita bisa mencermati, pelakunya adalah orang-orang dekat. Seperti anggota keluarga sendiri, orang yang dihormati, bahkan teman kita sendiri.
Sebenarnya, pada masa lalu, di Indonesia belum ada gerakan antipelecehan seksual. Dalam konteks gerakan perempuan (feminisme, RED), istilah sexual harrasment (pelecehan seksual) saja baru ditemukan tahun 1975 di Amrik dengan kasus Carmita Wood di Universitas Cornell yang mengalami pelecehan seksual oleh atasannya seorang profesor.
Barulah pada dekade 1980-an akhir dan 1990-an awal, pelecehan seksual sebagai ide dan aksi perlawanan masuk Indonesia melalui organisasi non-pemerintah seperti Kalyanamitra dengan isu antikekerasan terhadap perempuan.
Berkaitan dengan kekerasan dan pelecehan seksual di sekolah, Human Rights Watch telah menerbitkan laporan Takut di Sekolah: Kekerasan Seksual Terhadap Anak Perempuan di Sekolah-sekolah Afrika Selatan (2002).
Laporan ini mendokumentasikan ribuan anak dari berbagai ras dan kelompok ekonomi yang mengalami kekerasan dan pelecehan seksual yang menjadi penghalang akses mereka terhadap pendidikan. Artinya anak sampai berhenti sekolah.
Cerita di laporan ini nggak jauh sama pelecehan seksual yang terjadi di antara teman-teman kita tadi. Mereka diperkosa, diserang, disiksa, dan dilecehkan secara seksual di sekolah oleh teman sekolah bahkan guru atau pendidik.
Para korban biasanya diserang di kamar kecil, di ruang kelas, dan koridor kosong, di asrama dan wisma.
Baca juga:Saking Brutalnya Kejahatan yang Dilakukan, Anak-anak Ini Dihukum Layaknya Orang Dewasa
Berkaitan dengan guru, laporan ini menyebutkan, para guru menyalahgunakan wewenang dengan kadang menuntut seks dengan ancaman hukuman dan janji untuk mendapatkan nilai yang lebih baik atau bahkan uang.
"Saat ini terjadi degradasi moral dan spiritual, pelaku baik pelajar atau guru sekali pun dengan sadar betul melakukan itu. Jadi, kita sendiri yang perlu mengembalikan pemahaman dan batasan seks itu seperti apa. Pegang prinsip ini, tiga orang saja yang boleh melihat, memegang apa yang terbungkus oleh pakaianmu, yaitu dirimu sendiri, ibumu, dan dokter ahli. Itu pun harus didampingi ibu," tegas Arist.
Jaga diri jangan sampai jadi korban. Ngeriii, sob!
Artikel ini pernah tayang di Majalah Hai edisi "Sex Issue", 2013