Intisari-Online.com - Kampanye #MeToo sedang trending di mana-mana.
Kampanye ini bertujuan mengajak para perempuan untuk berani mengungkapkan kasus-kasus pelecehan yang mereka alami di mana pun berada.
Tentu saja ada banyak alasan bagi kita untuk mendukung kampanye tersebut, termasuk di kantor tempat kita bekerja.
Selain mengurangi angka kekerasan terhadap perempuan, kampanye menolak kekerasan seksual terhadap perempuan juga punya keuntungan lain bagi sebuah perusahaan.
(Baca juga: Berapa Jumlah Perempuan yang Menjadi Korban Pelecehan Seksual Pesohor Hollywood Ini?)
Benar, ini soal keuangan perusahaan.
Tentu saja, tuntutan hukum sering kali merupakan ongkos terbesar yang mesti dikeluarkan perusahaan untuk kasus ini.
Rekor terbesar terjadi pada 2012 lalu ketika sebuah rumah sakit di California harus membayar sebesar 168 juta dolar (sekitar Rp22,6 triliun) kepada seorang asisten dokter yang bekerja di sana.
Si asisten mengaku dilecehkan oleh seorang dokter ahli bedah dan staf rumah sakit tersebut selama beberapa tahun.
Perusahaan-perusahaan lain seperti Ford Motor Company telah mengeluarkan uang sebesar 10 juta dolar AS (sekitar Rp134,8 miliar) dan UBS Financial Services sebesar 11 juta dolar AS (sekitar Rp148,3 miliar). Tentu masih ada perusahaan-perusahaan lainnya.
Tapi persoalan hukum bukan satu-satunya hal yang membuat perusahaan merugi akibat kasus pelecehan seksual. Ada hal lain, yang lebih halus, yang bisa membuat mereka harus tombok lebih besar.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR