Namun lagi-lagi Amanda melakukan tindakan ceroboh. Sang pria yang sudah mempunyai kekasih meminta Amanda untuk datang ke rumah ketika kekasih pria itu sedang pergi berlibur beberapa hari. Di rumah tersebut, mereka berdua melakukan hubungan badan.
Seperti bom yang akhirnya meledak, pesan singkat yang dia terima dari kekasih pria itu seminggu kemudian berisi caci maki terburuk yang pernah diterima oleh gadis berusia 13 tahun.
Bukan itu saja, di hadapan sekitar 50 teman sekolah barunya, kekasih sang pria bersama 15 teman –termasuk pria yang meniduri Amanda—mencaci-maki Amanda. “Lihatlah! Tidak ada yang menyukaimu di dunia ini!” cemooh mereka.
Beberapa orang juga mendorongnya sampai terjatuh, bahkan meninjunya. Ada beberapa orang yang merekam kejadian itu dengan telepon gengamnya.
Amanda hanya bisa menangis. Sampai akhirnya beberapa guru dan ayah Amanda datang dan membawanya pulang.
Kekalutan Amanda sudah sampai pada puncaknya. “Aku sangat ingin mati,” kata Amanda dalam catatannya. Sesampai di rumah, Amanda menenggak cairan pemutih pakaian (bleach).
Orangtua Amanda menemukan putrinya dalam keadaan sekarat dan langsung melarikannya ke rumah sakit. Nyawanya tertolong.
Sesampai di rumah, Amanda tidak menemukan satu pun alasan untuk mempertahankan hidupnya. Bahkan keputusannya untuk mengakhiri hidup dengan meminum cairan pemutih pun menjadi olok-olok di dunia maya.
Muka Amanda dengan botol pemutih tersebar di mana-mana, dengan kata-kata ejekan yang menyakitkan. Di Facebook-nya pun banyak olok-olok, bahkan menyarankan Amanda untuk meminum cairan pemutih pakaian jenis lain supaya “berhasil” bunuh diri.
Perundungan itu terjadi selama berbulan-bulan, cacian demi cacian yang buat mereka menyenangkan; semakin menyakitkan semakin banyak yang dibuat tertawa. Gadis 13 tahun mana yang mampu menyandang beban malu sebesar itu?
Percobaan bunuh diri terus saja dilakukan Amanda, dengan mencoba menyayat pergelangan tangannya. Obat anti-depresan menjadi sahabat sejati Amanda, sampai akhirnya ia overdosis dan kembali dilarikan ke rumah sakit.
Nyawanya kembali tertolong. Amanda kembali ke rumah, namun jiwanya sudah lama mati. Di tengah tekanan yang sudah sedemikian parah, pada 7 September 2012, Amanda memutuskan untuk menceritakan kepada dunia apa yang rasakan.
Ia membuat video diri. Di video hitam-putih berjudul “Amanda Todd's Story: Struggling, Bullying, Suicide, Self Harm” yang berdurasi sekitar 9 menit ini, Amanda bercerita tentang kisah pilu hidupnya melalui tulisan di atas lembaran kartu berukuran sekitar 15x10 cm.\
Dukungan moral kepada Amanda tidak mampu membendung perundungan yang semakin hari justru makin hebat. Akhirnya, pada hari Rabu, 10 Oktober 2012, beberapa minggu sebelum ulang tahunnya yang ke-16, ia kembali memutuskan untuk bunuh diri.
Jasadnya ditemukan tergantung di kamarnya, Port Coquitlam, Kanada.
Kini sang ayah, Norm Todd, harus datang sendirian ke studio tato untuk membuat tato simbol kekuatan di lengannya. Hal terakhir yang bisa ia lakukan untuk putri tercintanya.
Mengejar Mr.X
Setelah kejadian itu, banyak dukungan mengalir ke keluarga Amanda Todd. Video Amanda sampai saat ini sudah ditonton sebanyak 5.000-an orang.
Para aktivis anti-perundungan mendorong pihak berwajib mencari si Mr.X, yang menjadi penyebab utama penderitaan Amanda.
Anonymous, kelompok hacker yang sering terlibat dalam pengungkapan kejahatan via internet, sudah mencoba melacak pelaku penyebaran foto telanjang dada Amanda.
Lima hari setelah kematian Amanda, Anonymous sudah mengumumkan satu nama yang diduga kuat nama asli Mr. X, seorang pedofil yang juga aktif di website porno, khususnya pedofilia.
Namun, pihak kepolisian Kanada tidak mau gegabah dengan menjadikan orang yang disebutkan Anonymous via Youtube itu menjadi target utama.
Hal itu karena pihak kepolisian mempunyai metode sendiri dalam pelacakan pelaku, dan sudah mengantongi beberapa nama.
“Saya kehilangan satu putri. Namun saya tahu, Amanda ingin kisahnya dapat menyelamatkan 1.000 anak perempuan lainnya,” kata Carol Todd, sang bunda. “Saya ingin menceritakan kisah ini untuk membantu para orangtua sehingga mereka waspada dan memberitahu anaknya mana yang benar dan salah, serta bagaimana anaknya tetap terlindungi di dunia maya,” lanjut Carol. (Satrio)
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR