Intisari-Online.com - Masih banyaknya pedagang kuliner dengan menu daging anjing di kawasan Yogyakarta sebenarnya sering menimbulkan pertanyaan: bagaimana anjing-anjing itu dibunuh sebelum dikomsumsi menjadi tonseng, rica-rica, sate, atau lainnya?
Bagaimanapun juga, membunuh anjing bukanlah perkara yang mudah. Hal ini karena anjing yang akan dieksekusi, secara naluriah, sebenarnya tahu dan biasanya akan melakukan perlawanan.
Oleh karena itu untuk mengurangi risiko perlawanan, biasanya para pedagang kuliner daging anjing membeli anjing yang masih anak-anak dan remaja.
Tapi anjing yang sudah dewasa juga disukai bagi para pedagang kuliner daging anjing karena dagingnya lebih banyak, meski butuh "perjuangan" saat mengeksekusinya.
Baca juga: Tongseng Anjing Begitu Laris di Yogyakarta, Ternyata Ini Penyebabnya
Misalnya saja saat akan dimasukkan ke dalam karung ternyata susah sekali karena anjing itu rupanya ‘tahu ada yang tidak beres’.
Sejauh pengamatan penulis, ada cara halus dan sadis saat mengeksekusi anjing yang akan dikonsumsi.
Cara yang "halus" adalah memasukkan anjing ke karung goni lalu membawanya ke pinggiran sungai yang kedalamannya sebatas lutut orang dewasa.
Anjing dalam karung yang sudah diikat kuat-kuat bagian ujung karungnya lalu dimasukkan ke dalam air sungai sembari diinjak bagian ujung karungnya.
Lalu pelaku eksekusi anjing itu menyulut rokok dan berdiri santai di atas air sungai yang mengalir sambil menikmati ‘pemandangan’ sekitar.
Baca juga: Duh, Kim Jong Un Minta Rakyatnya Rutin Makan Daging Anjing Agar Makin Tangguh
Sebatang rokok yang disulut si ekeskutor anjing ternyata berfungsi sebagai ‘stopwacth’.
Pasalnya setelah sebatang rokok habis atau dalam istilah Yogyakarta ‘sak udutan’, anjing yang dieksekui dalam air sungai dipastikan sudah mati.
Source | : | dari berbagai sumber |
Penulis | : | Agustinus Winardi |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR