Llardo penasaran apakah orang-orang suku Bajo telah beradaptasi secara genetis agar bisa menghabiskan waktu lebih lama di dalam air.
Baca juga: Gempar, Anak Bung Karno yang Pernah Jadi Kondektur Bemo dan Jualan Es di Manado
Untuk itu, Llardo menghabiskan beberapa bulan di Jaya Bakti, Indonesia mengamati suku ini. Dia dibantu oleh seorang penerjemah untuk penelitiannya ini.
Llardo juga membandingkan kebisaan suku Bajo dengan suku lain yang tidak punya kebiasaan menyelam, yaitu suku Saluan.
"Saya menghabiskan seluruh kunjungan pertama saya ke Jaya Bakti untuk memperkenalkan diri, proyek, dan ilmu pengetahuan yang mendasarinya," ujar Llardo dikutip dari AFP, Kamis (19/04/2018).
"Saya ingin memastikan bahwa mereka mengerti apa yang saya minta dari mereka sehingga mereka bisa membantu mengarahkan proyek ini sebagai cerminan ketertarikan mereka. Mereka sangat bersemangat dan ingin tahu tentang penelitian ini," imbuhnya.
Baca juga: Janggal, Satu Liang Makam Prasejarah Misterius Ini Berisi Tiga Tubuh
Demi memperlancar penelitiannya, Llardo kemudian belajar bahasa Indonesia agar bisa berkomunikasi langsung dengan suku Bajo.
Pada kunjungan kedua ini, Llardo membawa peralatan ilmiahnya.
"Pada kunjungan kedua, saya membawa mesin ultrasound portabel dan peralatan pengumpul ludah. Kami berkeliling ke rumah yang berbeda dan mengambil citra limpa mereka," ujarnya dikutip dari National Geographic, Kamis (19/04/2018).
Ukuran Limpa dan Gen
Pemeriksaan ini juga dia lakukan pada suku Saluan yang mendiami salah satu wilayah di Sulawesi Selatan. Dia kemudian membandingkan kedua sampel setelah kembali ke Kopenhagen.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR