Advertorial
Intisari-Online.com -Perang Teluk I (1991) yang membuat pasukan Irak harus menghadapi keroyokan gempuran dari pasukan koalisi pimpinan AS sebenarnya tidak membuat pasukan Irak gentar.
Pasalnya mereka tetap memberikan perlawanan yang gigih meski harus bertaruh nyawa.
Pilot-pilot AU Irak pun tetap berusha memberikan perlawanan sengit menghadapi keroyokan dari pilot-pilot tempur koalisi yang umumnya menggunakan jet-jet tempur lebih cangih.
Salah satu pertarungan udara yang sengit terjadi pada pada 17 Januari 1991, ketika berlangsung dogfight antara dua jet tempur USAF, F-15 C melawan dua MiG-29 Irak.
Baca juga:Irak dengan Alam yang Kaya dan Subur Serta Cadangan Minyak yang Besar Membuat AS Ingin Menguasainya
Hasil dogfight itu berakibat pada rontoknya kedua MiG-19.
Dalam pertempuran malam hari di hari yang sama satu pesawat F-15C sukses merontokkan dua pesawat Mirage Irak menggunakan rudal AIM-7 Sparrow.
Pilot yang berada di posisi wingman F-15 C yang baru saja merontokkan dua Mirage, juga berhasil merontokkan Mirage ketiga sehingga dalam dogfight yang berlangsung semalam, tiga Merage Irak, berhasil ditembak jatuh.
Di hari yang sama (17/1) dua F/A-18 Hornet yang bertolak dari kapal induk USS Saratoga yang sedang terbang di seputar kota Baghdad langsung disergap dua pesawat MiG-25 Irak dari 96th Squadron.
Baca juga:(Video) Mengharukan! Kisah Anak Yang Kembali Bertemu Ibunya Akibat Konflik di Irak
Dalam jarak tembak yang akurat secara visual, beyond visual range (BVR) salah satu pilot MiG-25, Letkol Zuhair Dawood, menembakkan rudal udara ke udara, R-40 kearah salah satu Hornet yang diterbangkan Scott Speicher.
Akibatnya, Hornet yang terhantam rudal segera meluncur ke darat seperti spiral dan menewaskan pilotnya.
Ketika Hornet yang diterbangkan Speicher tertembak jatuh, keberuntungan masih menyertai dua Hornet lainnya yang juga terbang dari kapal induk USS Saratoga.
Setelah terlibat dogfight sengit melawan sejumlah MiG-21, dua pesawat MiG-21 Irak berhasil ditembak jatuh menggunakan rudal AIM-7 Sparrow dan AIM-9 Sidewinder.
Baca juga:Beberapa Kesalahan Fatal AS ketika Menginvasi Irak Menurut Analisi CIA
Pertempuran udara yang berlangsung di hari pertama serbuan ke Irak itu terus diwarnai oleh dogfight sengit di berbagai lokasi dengan pola, pesawat-pesawat tempur Irak berusaha keras menyergap pesawat-pesawat tempur koalisi yang sedang mengawal pesawat-pesawat pengebom.
Sejumlah rudal udara ke udara yang dilepaskan oleh pesawat-pesawat yang sedang bertarung tidak semuanya mengenai sasaran karena berhasil dikecoh oleh sistem pengecoh rudah dengan cara menembakkan flare.
Duel udara sambil menggunakan sistem flare pengecoh rudal terjadi ketika dua F-15 C AS bertarung melawan dua MiG-29 Irak.
Saat itu, Dua F-15 C yang dipiloti Kapten Cesar Rodriguez dan Kapten Craig Underhill berhasil memergoki sepasang MiG-29 Irak lewat pantauan radar yang direlay oleh pesawat pengintai AWACS.
Baca juga:Dalam Kondisi Kritis, Jet Tempur Sering Terpaksa Menjadi Kanibal Demi Tetap Bertahan Hidup
Salah satu MiG-19 yang diterbangkan Kapten Jameel Sayhood, segera membuat manuver menyerang sementara satu MiG-29 lainnya yang berposisi sebagai wingman melakukan manuver perlindungan.
Empat pesawat tempur canggih itu kemudian terlibat dogfight sengit dan berusaha keras mengunci pesawat lawan untuk selanjutnya melaksanakan penghancuran menggunakan rudal udara ke udara.
Pada satu kesempatan terbaik, Kapten Sayhood bisa mendapatkan identifikasi visual F-15 C yang diterbangkan Kapten Rodriguez dalam posisi saling berhadapan.
Sementara Kapten Underhill yang mengincar wingman Kapten Sayhood juga mendapatkan posisi terbaik dan selanjutnya melepaskan tembakan rudal AIM-7 ke sasaran.
Pesawat MiG-29 yang nahas itu langsung meledak begitu terhantam rudal, pilotnya langsung tewas, dan MiG-29 yang meledak terbakar pun jatuh menghujam ke tanah.
Ketika wingman-nya gugur, Kapten Sayhood sebenarnya telah berhasil mengunci F-15C yang diterbangkan Kapten Rodriguez.
Untuk menghindari sergapan rudal, Kapten Rodriguez segera menembakkan flare pengecoh rudal sambil melakukan manuver menghindar.
Baca juga:Bermula Dari Menerbangkan Balon Udara, Kini USAF Jadi Kekuatan Angkatan Udara Terbesar di Dunia
Tapi Kapten Sayhood yang sedang mendapatkan posisi terbaik ternyata mengalami shock setelah mengetahui wingman-nya gugur.
Secepat kilat, Kapten Sayhood melakukan manuver untuk kabur dari gelanggang pertempuran dan melesat terbang ke arah utara.
Menyadari lawannya telah kabur, Kapten Underhill dan Rodriguez kemudian terbang menuju selatan untuk melaksanakan air refueling dengan pesawat tanker KC-135 yang sudah menunggu di udara.
Tiba-tiba mereka kembali memergoki satu pesawat MiG-29, yang sebenarnya diterbangkan oleh Kapten Sayhood yang bermaksud melaksanakan serangan balasan.
Menghadapi duel udara melawan satu MiG, kedua pilot pasukan Koalisi tetap waspada.
Baca juga:Agar Tidak Mudah Tertembak Jatuh, Pilot Tempur pun Butuh Kaca Spion di Dalam Kokpit Jet Tempurnya
Kapten Underhill segera mengunci sasaran tapi dia ragu jika pesawat yang akan ditembakknya jangan-jangan pesawat Koalisi juga.
Ia baru akan menembak jika sistem untuk mengidentifikasi pesawat lawan musuh atau teman, Identification Foe Friend (IFF), telah bekerja akurat.
Ketika sedang diincar oleh Kapten Underhill, Kapen Sayhood segera membuat manuver terbang menanjak, memanfaatkan keunggulan MiG-29 yang memang sudah dikenal memiliki manuver lebih baik dibandingkan pesawat-pesawat tempur produksi Barat.
Lintasan manuver MiG-29 berada pada posisi kedua F-15 C, dan Kapten Rodriguez yang berhasil melakukan identifikasi secara visual langsung menyimpulkan bahwa MiG-29 adalah pesawat Irak.
Kapten Rodriguez segera melakukan pengejaran sementara MiG-29 dengan lincah kembali bermanuver sehingga posisi kedua pesawat yang sebelumnya sudah bertarung itu saling berhadapan.
Tapi kedua pilot ternyata sama-sama tak punya nyali untuk saling bertabrakan dan saling melaksanakan manuver menghindar ke arah kiri.
Kelebihan MiG-29 dalam bermanuver sebenarnya telah memberi kesempatan kepada Kapten Sayhood untuk menembakkan rudal ke arah ekor F-15C.
Namun, akibat manuver untuk saling menghindari tabrakan itu kedua jet tempur sama-sama kehilangan ketinggian sehingga sulit untuk menggunakan rudal.
Kapten Sayhood malah merasa khawatir jika pesawatnya telah dikunci oleh Kapten Rodriguez dan segera membuat manuver zig-zag.
Posisi F-15C Kapten Rodriguez yang terus melakukan pengejaran memang sedang berusaha keras melakukan penguncian terhadap MiG-29 yang terbang meliuk-liuk dan makin rendah itu.
Rudal pun akhirnya dilepaskan oleh Rodriguez. Tak berapa lama, Rodriguez melihat Kapten Sayhood melompat dengan parasut disusul jatuhnya MiG-29.
Kapten Sayhood yang kemudian berhasil mendarat meskipun harus mengalami patah kaki, karena melompat pada ketinggian terlalu rendah, rupanya tak mau hancur oleh tembakan rudal seperti yang dialami oleh wingman-nya.
Pada 26 Januari 1991, empat pesawat MiG-23 Irak bertolak dari salah satu pangkalan untuk melaksanakan missi terbang tempur.
Salah satu MiG-23 memutuskan kembali ke pangkalan karena masalah teknis.
Ketiga MiG-23 segera melesat terbang dan langsung terdeteksi oleh pesawat AWACS yang rutin melaksanakan patroli udara.
Berdasar info radar dari AWACS empat jet tempur F-15 C segera terbang untuk melaksanakan penyergapan.
Ketika ketiga MiG-23 sudah terdeteksi secara visual, beyond visual range (BVR), keempat F-15C segera mengambil posisi, mengunci sasaran, dan selanjutnya melepaskan rudal AIM-7 secara serentak.
Dalam waktu sekejap ketiga MiG-23 pun rontok ke tanah.
Hingga Perang Teluk yang berlangsung selama satu bulan itu berakhir sejumlah dogfight terus terjadi dan kemenangan selalu didominasi oleh jet-jet tempur Koalisi.
Sesuai data yang dihimpun USAF usai perang, sebanyak 9 jet tempur Koalisi hancur dan rusak akibat dogfight, sedangkan Irak kehilangan 44 pesawat.
Pesawat-pesawat Koalisi yang mengalami kerusakan akibat sergapan rudal MiG-23 adalah pesawat-pesawat pengebom seperti F-111 dan B-52 G.
Tapi meskipun mengalami kerusakan, pesawat-pesawat pengebom Koalisi masih bisa kembali ke pangkalan.
Tidak hanya jet-jet tempur Irak yang dihancurkan pesawat-pesawat Koalisi, sejumlah helikopter Irak juga jadi korban seperti dua heli Irak yang ditembak dua F-15C menggunakan rudal AIM-7 pada 11 Februari.
Satu heli Irak, Bo-105 hancur setelah dihajar pesawat serang darat USAF, A-10 menggunakan kanon GAU-8 kaliber 30 mm. Pesawat F-14 US Navy juga berhasil menembak jatuh heli tempur Mi-8 Irak menggunakan rudal AIM-9 pada 7 Februari yang sekaligus menandai kill yang terakhir yang dilakukan jet-jet tempur US Navy.
Hancurnya sejumlah heli Irak itu, jelas menunjukkan bahwa dalam dogfight heli tempur sama sekali bukan tandingan jet tempur.
Rupanya heli-heli tempur Irak menjadi sasaran buruan jet-jet tempur Koalisi karena minimnya jet-jet tempur Irak yang terbang untuk berlaga.
Dari sekitar 1000 pesawat tempur yang dikerahkan Koalisi melawan lebih dari 800 jet tempur Irak, duel udara hanya berlangsung singkat mengingat pertempuran di Perang Teluk telah diambil oleh rudal-rudal jelajah yang diluncurkan dari kapal-kapal perang.
Selain itu, pilot-pilot Irak juga banyak yang tidak terbang dan memilih menyembunyikan jet-jet tempurnya di tempat rahasia untuk menghadapi strategi peperangan berlarut-larut.