Advertorial

Kisah Sudiyono, Petani yang Antarkan Anaknya yang Down Syndrome ke SLB Dengan Sepeda Ontel

Mentari DP

Editor

Yuli sejatinya mengalami hidup tidak beruntung, bahkan sejak ia dilahirkan.
Yuli sejatinya mengalami hidup tidak beruntung, bahkan sejak ia dilahirkan.

Intisari-Online.com - Sudiyono, petani asal Dusun Karangasem Kulon, Desa Srikayangan, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta, mengontel sepeda jenis jengki sambil membelakangi sinar mentari pagi.

Ia menyembunyikan matanya di bawah tudung topi pet usang yang sudah kelabu.

Pria berusia 67 tahun ini mengayuh sepeda dalam diam menuju Desa Gotakan di Kecamatan Panjatan yang jaraknya 12 kilometer dari DesaSrikayangan.

Di boncengannya, menyembul wajah remaja berseragam putih biru dengan kaki kiri menjuntai, sedangkan kaki kanan pada injakan sepeda.

(Baca juga:Kisah Seorang Bocah 13 Tahun yang Temukan 'Pesan Dalam Botol Terburuk di Dunia')

(Baca juga:Memilih Berhenti Kuliah, Begini Kisah Bos Spotify yang Menjadi Jutawan di Usia Muda)

Bocah berseragam putih biru itu, Yuli Adiyantoro (16), mengenakan topi pet merah yang tidak kalah usang. Ia selalu memiringkan badannya seolah sebelah kanan selalu lebih berat.

Keduanya terus melewati jalan aspal kecil yang memiliki panorama kanan kiri sawah yang menguning dan siap dituai, juga tegalan berisi jagung yang masih muda.

Sesekali dilewatinya kebun jati yang tumbuh seperti hutan, serta ladang bawang yang masih belum siap panen.

Jalan yang mereka lalui itu hampir semuanya beraspal atau disemen mulus, tapi sesekali ada saja jalan semenisasi yang hancur amburadul. Itu tergolong mudah bagi pria jangkung ini.

Sekitar 60 menit kemudian, Sudiyono tiba di Sekolah Luar Biasa Negeri 1 di Gotakan.

Yuli, begitu semua orang memanggilnya, belajar di sekolah itu sejak dua tahun lalu. Bersama tujuh siswa lain, mereka berada dalam kelas penyandang tunadaksa.

Kelainan pada tubuh Yuli

Yuli sejatinya mengalami hidup tidak beruntung, bahkan sejak ia dilahirkan.

Yuli lahir prematur pada bulan kedelapan kehamilan Suwarti, wanita yang dinikahi Sudiyono pada tahun 1999. Tubuh Yuli lahir dengan kondisi mungil, hanya 2,1 kilogram, melalui persalinan normal.

(Baca juga:Kisah Pilu Pernikahan yang Hancur Hanya dalam Hitungan Jam, Penyebabnya Sungguh Tragis!)

"Kami ini hidup bertani. Mungkin (persalinan prematur) karena kerja yang sangat lelah bertani semasa hamil," kata Suwarti.

Yuli juga mengalami pertumbuhan lamban. Ia pernah terserang paru-paru basah semasa balita.

Ia baru bisa berjalan normal di umur empattahun, tak lama setelah mengalami demam luar biasa yang membuat ia kejang-kejang setengah hari.

Tak lama, Yuli mulai bisa berjalan, itu pun harus melalui banyak terapi. Yuli tidak bisa berjalantegak sejak semula.

Suwarti mengaku tidak menyadari kelainan ini, bahkan sampai lulus TK di desa mereka. Kemudian, Sudiyono dan Suwarti menyekolahkan Yuli ke SD di Dusun Keradenan, Srikayangan.

Semua berjalan biasa selama satu bulan di sekolah itu.

(Baca juga:Kisah 10 Orang yang Hidup Bagaikan 'Alien', Mereka Tidak Memiliki Kewarganegaraan di Negara Mana Pun!)

Pada suatu hari, saat Yuli pulang sekolah, dua gurunya, yaitu Wuriyem dan Ponirah, mengantarnya pulang.

Mereka menerangkan tentang kelainan berjalan dan daya berpikir anak mereka. Bagi kedua orangtua Yuli, itulah hari ketika seperti disambar geledek di siang bolong.

Mengejutkan. Wuriyem dan Ponirah adalah dua guru yang baik hati. Keduanya menguatkan hati dan memotivasi kedua orangtua Yuli.

Sudiyono menceritakan, keduanya juga menyarankan untuk menyekolahkan Yuli ke SLB di Pengasih. Pasangan suami istri ini mempunyai latar pendidikan yang lumayan.

Sudiyono merupakan tamatan SMA, sedangkan Suwarti lulus dari SPG. Mereka segera tanggap terhadap situasi yang dihadapi Yuli pada masa depan.

"Garwo kulo ngomong ojo getun ning mburi. Iki mesti tetep disekolahke (Istri saya mengatakan, jangan sampai menyesal di belakang. Anak ini harus tetap disekolahkan)," kata Sudiyono mengenang semangat istrinya yang tetap ingin anak mereka bisa sekolah untuk mengejar mimpi.

"Kami ingin dia tetap bisa mandiri," ujarnya. Ia mengenang awal Yuli masuk SLB, sambil mengelap hidungnya yang mulai berair.

Air di sudut matanya juga mulai menggenang. Itulah mengapa Yuli sempat mengenyam enam tahun di SLB yang berada di Kecamatan Pengasih.

"Bahkan dua guru tersebut mengantar ke SLB itu," ucap Sudiyono.

Yuli mulai dari nol di SLB ini hingga kelas V. Yuli melanjutkan sekolah ke SLB Negeri 1 Panjatan hingga saat ini. (Dani Julius Zebua)

(Baca juga:Kisah para Sex Symbol: Benarkah Mereka Cuma Modal Tubuh dan Keberanian? Atau Perlu 'Kombinasi Mematikan'?)

(Artikel ini telah tayang di kompas.com dengan judul "Alkisah Sudiyono, Buruh Tani Penjaga Cita-cita Anaknya yang Cacat Ganda Ingin Jadi Tukang Batu")

Artikel Terkait