Advertorial
Intisari-Online.com - Seorang pemuda menjatuhkan diri dari gedung swalayan di Kota Bandarlampung, Jumat (22/2/2019) sekitar pukul 16.05 WIB.
Peristiwa tersebut sempat direkam video oleh seseorang dari dalam mobilnya dan terdengar suara si perekam tertawa-tertawa sambil mengatakan "Loncat, loncat".
Dalam rekaman tersebut, sejumlah suara perempuan sempat berteriak, "Kan dia loncat beneran, pas gue lagi midioin."
"Kan gara-gara ngejerit dia loncat beneran," kata sumber suara dalam rekaman yang beredar itu.
Baca Juga : Begadang Sambil Main Ponsel pada Tengah Malam, Pria 19 Tahun Ini Berakhir dengan Penyakit Mengerikan
Heni, salah satu saksi mata mengatakan, ia sudah berupaya minta pertolongan pada petugas keamanan swalayan tersebut.
Bahkan ia meminta pegawai toko untuk menyediakan matras-matras dagangannya agar korban bisa diselamatkan.
Sayangnya upaya tersebut tidak membuat orang sekitarnya segera bergerak.
"Bahkan saya melihat dari atas itu juga ada laki-laki yang berpakaian hitam, saya pikir dia bernegosisasi (dengan korban) supaya tidak bunuh diri tetapi malah ikutan mengambil gambar," kata Heni kepada Kompas.com, Jumat (22/2/2019).
Baca Juga : Saat Kecil Diejek Monster Bahkan Diintimidasi, 20 Tahun Kemudian Kecantikan Gadis Ini Justru Banyak Dikagumi
Yang paling memprihatinkan, menurutnya lagi, setelah korban betul-betul terjatuh, tubuhnya langsung ditutup kardus.
Sementara itu, berdasarkan data KTP, korban tindakan bunuh diri berinisial TSR, laki-laki (21), warga Way Hui, Kabupaten Lampung Selatan.
Sangat disayangkan bahwa beberapa orang seakan-akan tak punya empati dalam melihat aksi bunuh diri orang lain itu.
Namun terlepas dari kasus ini, mengapa sebagian orang tak memiliki empati?
Meskipun manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial, empati tidak datang secara alami kepada kita semua.
Beberapa orang lebih berempati daripada yang lain.
Baca Juga : BPJS Kesehatan Punya Peraturan Baru, Cermati Hal Ini Agar Status Pasien 'BPJS' Anda Tidak Gugur!
Dalam kasus yang lebih ekstrim, beberapa orang menderita Empathy Deficit Disorder (EDD).
Dilansir dari Lifehack.org, empati adalah keterampilan bawaan dan keterampilan yang dipelajari yang dibentuk oleh bagaimana kita terhubung ketika kita dilahirkan, dan lingkungan kita sendiri serta pengalaman hidup.
Untuk mengalami empati sampai batas tertentu, itu berarti bahwa kita harus berhubungan dengan emosi kita.
Orang-orang yang kurang empati mungkin dibesarkan dalam keluarga yang menghindari untuk berhubungan dengan perasaan mereka dan bahkan mengutuk orang lain karena merasakan emosi mereka.
Beberapa orang telah belajar untuk menutup perasaan mereka di awal kehidupan mereka sedemikian rupa sehingga mereka menutup hati mereka dan bahkan tidak dapat merasakan perasaan mereka sendiri.
Oleh karena itu, mereka tentu saja tidak dapat menghubungkan atau merasakan perasaan orang lain.
Akibatnya, orang-orang ini akhirnya kurang memiliki belas kasih diri, cinta diri dan terputus dari diri mereka yang otentik.
Mereka bahkan mungkin tidak menyadari bahwa pemutusan seperti itu seperti mekanisme pertahanan dari ego mereka karena jika mereka berempati, mereka perlu berhubungan dengan perasaan mereka dan merasakan rasa sakit.
Baca Juga : Jangan Pernah Lakukan 3 Hal Ini Jika Bayi Terjatuh, Salah Satunya Langsung Diangkat
Dalam kebanyakan kasus, mengembangkan dan menumbuhkan empati hanya mungkin terjadi jika individu mau mengubah cara mereka berhubungan dengan orang lain, dan secara sadar memilih untuk melatih kembali otak mereka.
Namun, ada kasus lain di mana kurangnya empati dikaitkan dengan gangguan parah seperti narsisme, gangguan kepribadian anti-sosial, dan psikopati.
Dalam kasus ini, orang-orang ini perlu mendapatkan bantuan profesional jika mereka terbuka untuk itu.