Advertorial
Intisari-Online.com – Seorang pria warga negara Amerika Serikat telah dilaporkan dibunuh oleh suku terancam punah di India, menurut bbc.com pada Kamis (22/11/2018).
Pria itu dibawa ke pulau Sentinel Utara, di pulau Andaman di India yang dihuni penduduk suku Sentinel Utara oleh seorang nelayan.
Dan nelayan tersebut mengatakan, pria tersebut ditembak dengan panah oleh penduduk suku tersebut dan mayatnya ditinggal di pantai.
Setelah diidentifikasi, pria tersebut bernama John Allen Chau (27) dari Alabama, Amerika Serikat.
Baca Juga : Hindari Infeksi Jamur dengan Membuat Beberapa Perubahan dalam Kebiasaan Hidup Anda
Diketahui penduduk suku Sentinel Utara merupakan salah satu suku yang terancam punah.
Walau begitu, mereka cukup terkenal di dunia karena hidup terisolasi dari dunia.
Diperkirakan, jumlah penduduknya hanya antara 50 hingga 150 orang saja.
Selain hidup terisolasi, ada satu fakta menakutkan dari penduduk suku Sentinel Utara, yaitu mereka tidak segan-segan untuk membunuh seseorang yang berusaha masuk ke pulau mereka.
Bisa dibilang fakta itulah yang membuat John Allen terbunuh.
Menurut polisi, pasca terbunuhnya John Allen, tujuh nelayan telah ditangkap. Mereka ditangkap karena secara ilegal membawa orang Amerika ke pulau itu.
"Polisi mengatakan John Allen sebelumnya telah mengunjungi pulau Sentinel Utara sekitar empat atau lima kali dengan bantuan nelayan setempat," kata wartawan Subir Bhaumik, yang telah meliput kepulauan itu selama bertahun-tahun, kepada BBC Hindi.
"Jumlah orang yang tinggal suku Sentinelese sangat rendah. Mereka bahkan tidak mengerti bagaimana cara menggunakan uang.”
“Oleh karenanya, ilegal untuk melakukan kontak dengan mereka."
Baca Juga : Tujuh Hal yang Diinginkan oleh Setiap Gadis dalam Hidup Mereka
Mengutip dari kantor berita AFP, diketahui John Allen telah mencoba dan gagal mencapai pulau itu pada 14 November 2018.
Tetapi kemudian dia mencoba lagi dua hari kemudian.
Tak lama, dia diserang oleh panah tetapi dia terus berjalan.
"Para nelayan melihat penduduk suku-suku itu mengikat tali di lehernya dan menyeret tubuhnya. Mereka terlihat ketakutan dan melarikan diri," kata laporan itu.
Kasus ini cukup sulit bagi polisi karena mereka tidak bisa menangkap penduduk suku Sentinel Utara.
Menyerang orang asing
Bhaumik bercerita ketika ia pertama kali mendengar nama penduduk suku Sentinel Utara pada tahun 2004, tepat setelah tsunami Samudra Hindia (tsunami yang menghantam Aceh).
Dia pun ikut sebuah helikopter angkatan laut yang berpatroli melintasi pulau Sentinel Utara. Tujuannya igin memeriksa penduduk Sentinel.
Namun ketika ketinggian helikopter cukup rendah, beberapa penduduk suku mulai menembaki mereka.
Baca Juga : Perokok Wajib Tahu! Inilah Ramuan Alami yang Bisa Membersihkan Paru-paru Perokok, Begini Cara Buatnya
Melihat respon penduduk suku Sentinel Utara, banyak organisasi global, seperti Survival International yang berbasis di London, telah berkampanye untuk melindungi mereka.
"Penduduk suku Sentinel Utara telah menunjukkan berulang kali bahwa mereka ingin dibiarkan sendiri, dan keinginan mereka harus dihormati," kata Stephen Corry, ketua organisasi Survival International.
“Ada sejarah suku tersebut pernah diserang secara massal dan pada akhirnya mereka menetap di pulau tersebut.”
“Karenanya hanya sebagian kecil dari penduduk asli yang bertahan.”
“Inilah yang membuat mereka ketakutan terhadap orang luar. Kami sangat mengerti hal itu.”
Corry menambahkan, karena penduduk suku Sentinel Utara hidup terisolasi, berarti mereka cenderung tidak memiliki kekebalan terhadap beberapa penyakit umum, seperti flu dan campak.
Jika orang luar masuk ke lingkungan mereka dan menyebarkan penyakit tersebut, maka bisa saja p penduduk suku Sentinel Utara terinfeksi.
Sebab mereka tidak memiliki kekebalan. Hal ini berpotensi mengacam nyawa mereka.
Oleh karenanya, pada tahun 2017, pemerintah India mengatakan jika ada yang mengambil foto atau membuat video dari penduduk suku Sentinel Utara asli, maka mereka akan dihukum.
Tak main-main, hukumannya adalah hukuman penjara hingga tiga tahun.
Baca Juga : Cerai Boleh-boleh Saja, tapi Jangan Biarkan Anak Bak Layang-layang Oleng