Aditya, penyiar stasiun radio kawula muda Prambors, tidak membantah"tuduhan" ini. "Kalo gue siaran pakai bahasa Indonesia yang baik dan benar, gue bisa dipecat bo," katanya dengan gaya bahasa yang biasa ia gunakan saat siaran.
Bagi Adit, menggunakan bahasa gaul memang tuntutan pekerjaan. "Kami hanya pakai bahasa formal saat membacakan berita duka," katanya.
Tapi ia tidak setuju jika stasiun radio dianggap sebagai kambing hitam utama yang sengaja menyebarluaskan kerusakan bahasa.
Buktinya, Prambors bahkan memiliki program siaran yang diberi nama Salaaah untuk melakukan pendidikan bahasa. Lewat progam ini penyiar secara jenaka melontarkan kuis tebak kesalahan.
Misalnya, kata "busway" yang secara salah sering digunakan untuk menggantikan kata "Transjakarta". Itu adalah bukti bahwa media massa bisa menjalankan fungsi pengajaran bahasa Indonesia secara menghibur.
Sebagai pembentuk kebiasaan masyarakat, media massa memang punya peran yang sangat penting dalam urusan bahasa. Kita bisa melihat, lewat media massa pula tersebar kebiasaan menggunakan kata "kita" untuk menggantikan kata "kami".
Tentu saja kita tidak bisa berharap semua media massa menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar seperti TVRI. Yang penting, kata Adit, media-media massa menyebarluaskan satu pesan:
Gunakan bahasa Indonesia sesuai tempat dan waktunya. Silakan berbahasa dengan genit di Facebook atau Twitter. Tapi jangan bawa kebiasaan ini di forum resmi.
Selama ini kehadiran teknologi komunikasi digital sering dianggap sebagai ancaman bagi bahasa Indonesia yang baik dan benar. Namun, Dian Budiargo mengingatkan bahwa teknologi hanyalah alat. la tidak dapat mengubah dunia. Manusialah yang mengarahkan perubahan itu.
Kita tidak mungkin melawan perkembangan teknologi. Yang bisa kita lakukan hanya beradaptasi dengan lingkungan baru yang diciptakan oleh teknologi itu.
Ini adalah tanggung jawab pendidik, seperti guru dan media massa, untuk tetap merawat dan menempatkan bahasa Indonesia yang baik dan benar sebagai bahasa utama, bukan satu-satunya. "Jadi, kita tak perlu marah dengan teknologi," ucap Dian.
Jika kita mau jujur, sebetulnya kita semua sudah terkontaminasi oleh pengaruh negatif dunia digital dalam kadar yang berbeda-beda.
Sekadar contoh, kita mengkritik penggunaan bahasa alay dengan menggunakan bahasa gaul; Atau, mengkritik penggunaan bahasa gaul dengan menggunakan bahasa gado-gado.
Jika sudah seperti ini, maka sindiran Iwan Fals dalam lagu Jangan Bicara masih sangat relevan untuk kita dengarkan, "Jangan bicara tentang nasionalisme, mari bicara tentang kita yang lupa warna bendera sendiri. "
(Ditulis oleh: M. Sholekhudin. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari Extra 2010)
(Baca juga: Konsumsilah Jahe Setiap Hari dan Beberapa Penyakit Ini akan Menjauh dari Hidup Anda)
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR