Hanya beberapa saat sebelum take off menuju Manado, sebuah berita memaksanya membatalkan serangan ke Manado dan harus mengarahkan pesawat ke Ambon.
Sebuah pembom B-26 Invader mengamuk di atas Kota Ambon memuntahkan sejumlah bom dan meninggalkan kobaran api di mana-mana. Perintah pun berubah, Dewanto harus mencari pesawat biadab itu.
Ia berputar sejenak sebelum heading to west dan melepas ferry tank untuk menambah kelincahan. Mustang dibawanya merendah sebelum akhirnya melihat sekelebat B-26. Sebuah kapal perang KRI Sawega terlihat di kejauhan, yang pasti jadi incaran B-26.
Dewanto menambah kecepatan dan mendapat posisi terbaik di belakang incarannya. Tanpa ragu ia lepaskan roket, namun semua luput. Tanpa mau kehilangan sedetikpun, proyektil kaliber 12,7mm melesat dari Mustang, dan kali ini tally ho, disusul kepulan asap dari ekor B-26.
Dua parasut mengembang dari pesawat yang jatuh di laut. Prajurit KKO yang berada di atas Sawega segera turun dan mengejar dengan perahu karet. Mereka menemukan kedua orang itu, yang setelah memeriksa identitasnya diketahui berkebangsaan Amerika dengan nama Allan Lawrence Pope.
Seorang lagi, berdasarkan dokumen yang dia bawa, bernama Pedro kelahiran Davao, Filipina, 1930, yang setelah diinterogasi ternyata Harry Rantung, kopral AURI di Pangkalan Morotai yang bergabung dengan Permesta.
Meitie tidak tahu apa yang terjadi di Ambon, karena memang Dewanto tidak pernah menceritakan apapun yang dia lakukan terkait tugasnya di AURI. Yang dia tahu hanya, calon suaminya ditugaskan ke Ambon dalam rangka pengejaran kelompok Permesta.
Sampai kemudian sudah tidur seranjang pun, Dewanto tidak pernah menceritakan apa yang sudah terjadi di atas Ambon. Meitie hanya mengikuti dan mendoakan keselamatan untuk suaminya yang menjadi saksi dalam persidangan Allan Pope di Jakarta.
Ia dilarang Dewanto menghadiri persidangan.
Sampai pada suatu hari, Dewanto pun buka pembicaraan kepada istrinya yang diakuinya tidak pernah diucapkannya selama persidangan Pope. Memang Pope bilang hanya Dewanto yang menembaknya.
Kepada Meitie, Dewanto menceritakan bahwa sebagai fighter ia harus mencari posisi di belakang agar bisa menembak dengan baik. “Saat tembakan terakhir, ia bilang I got you (kena kamu), ucapan ini yang tidak pernah dia sampaikan selama di persidangan. Dia tidak mau terkesan sombong dan tidak mau dianggap paling hebat dalam misi itu,” beber Meitie.
Meski mendukung sang suami, Meitie pun tidak pernah mengumbar cerita ini kepada siapapun, terutama soal perkataan I got you. Dewanto di mata Meitie memang sosok low profile, humble namun berdisiplin tinggi.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR