Mereka merupakan bagian dari sekitar sejuta warga yang pada tanggal 8 Maret 1989, sehari setelah penobatan, berjajar berjejalan di tepi jalan-jalan Kota Yogyakarta.
Sore itu selama sekitar tiga jam, HB X mengadakan ktiab sejauh 5 km di seputar keraton, melalui kerumunan massa yang hampir tak dapat ditembus Kyai Garudo Yekso, kereta berkuda yang ditumpanginya.
Jumlah penyambut sebesar itu diperkirakan sama banyaknya dengan para pelawat di dalam kota yang memberikan penghormatan terakhir selama prosesi jenazah HB IX menuju tempat pemakaman raja-raja Mataram di Imogiri pada tanggal 8 Oktober 1988.
Serba pertama
HB X adalah Sultan Yogya pertama yang dinobatkan pada zaman kemerdekaan. Untuk pertama kali pula seorang raja Mataram bergelar haji, sehingga Budayawan Karkono Partokusumo menyarankan supaya ia bersedia diberi gelar Sultan Haji. Usul itu kemudian didukung oleh kaum ulama Yogyakarta.
Pendidikan tinggi bagi para putra sultan sudah dimulai oleh HB VIII, dengan mengirimkan mereka sampai ke Negeri Belanda.
(Baca juga: Operasi Babilon, Serangan Udara Israel Paling Spektakuler yang Sukses Menghancurkan Reaktor Nuklir Irak)
Tetapi pendidikan tinggi HB IX di sana terputus oleh PD II, sehingga baru sekarang inilah untuk pertama kalinya ada seorang sultan Yogyakarta bergelar sarjana.
Agaknya untuk pertama kali, seorang sultan Yogyakarta telah mengisyaratkan keinginan untuk hanya mempunyai seorang istri. Pada hari penobatannya, ia mengangkat istrinya sebagai garwo prameswari (permaisuri) bergelar Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas.
Kalau saja tradisi tidak merintanginya, ia ingin didampingi istri dalam kirab, tetapi sebagian masyarakat mempercayai bahwa membuat tradisi baru seperti itu hanya akan menimbulkan malapetaka.
Tempat duduk di sebelah sultan di kereta itu dimaksudkan untuk Kanjeng Ratu Kidul, yang dianggap sebagai penjaga Laut Selatan (Samudra Hindia) dan istri setiap sultan Yogyakarta!
(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Mei 1989)
(Baca juga: Generasi Z Memiliki Karier Lebih Baik dan Sangat Idealis)
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR