Sembilan tahun kemudian, August Wilhelm Hofmann, kimiawan Jerman, berhasil menemukan metode pembuatan formaldehida dari metanol.
(Baca juga: (Foto) Suhu Anjlok Drastis, Rambut Bocah Ini Membeku, Bahkan Tangannya 'Retak')
Metode inilah yang menjadi cikal bakal proses pembuatan formaldehida skala industri, meski belum diketahui manfaatnya.
Dua puluh tahun setelah percobaan Hofman, para dokter baru tahu bahwa formalin bisa dipakai sebagai desinfektan (pembasmi kuman).
Sejak itu formaldehida mulai diproduksi massal untuk keperluan medis.
Popularitasnya semakin menanjak ketika para ahli anatomi mengetahui manfaat CH2O sebagai pengawet mayat dengan cara disuntikkan ke dalam pembuluh darah arteri.
Penemuan ini sekaligus memudarkan pamor minyak tetumbuhan, garam merkuri, dan arsenik yang biasa dipakai sebagai pengawet mayat sejak zaman Firaun.
Senyawa itu pun lazim dipakai untuk mengawetkan jenazah serdadu yang gugur di pertempuran.
Tujuannya agar jasadnya tetap utuh ketika dibawa pulang ke tempat asalnya.
Citra formaldehida lalu berubah total pada 1910 ketika ilmuwan Belgia, Leo H. Baekeland, berhasil membuat plastik sintetis dengan bahan baku formaldehida dan fenol.
Bahan plastik yang kuat ini ia patenkan dengan nama Bakelite. Selama tiga dasawarsa, Bakelite merajai industri barang-barang berbahan plastik.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR