Proses sama diulangi pada tahap berikutnya. Kali ini dengan jarak waktu yang semakin pendek di antara dua panggilan telepon, bahkan barangkali terlalu pendek bagi seseorang yang tidak terlatih.
Suara yang saya dengar, "Saya tahu selama ini kamu diperlakukan tidak adil oleh pemerintah dan CIA khususnya. Bayangkan, setelah mengabdikan hidup selama 30 tahun di CIA, ibaratnya sekarang ini kamu ditusuk dari belakang. Apakah kamu tidak merasa dikhianati?"
"Apa maksud Anda? Apa yang Anda inginkan?"
"Sebenarnya kau bisa membalas pemerintahmu kalau mau!" -
"Oh, saya tidak begitu tertarik. Good bye!" kata saya sambil menutup telepon.
Rupanya permainan ini belum berakhir. Beberapa hari kemudian telepon kembali berdering. Taktik yang dipakai masih sama. Saya disuruh lari dari telepon yang satu ke telepon umum berikutnya. Kali ini mereka memakai jalur telepon umum yang berada jauh dari rumah saya.
Meskipun naluri awal tidak mau melayani “permainan" ini, rupanya saya tergoda ingin tahu lebih jauh.
Saya tanyakan apakah ia menyangka saya akan balas dendam kepada pemerintah AS. Suara dari seberang membuat saya semakin penasaran; "Kami akan segera memberitahukan kepadamu." Beberapa waktu kemudian muncul lagi panggilan telepon ketiga.
"Misalnya benar, saya marah karena perlakuan pemerintah kepada saya sekarang ini. Lalu mau apa?' saya sengaja memancing si penelepon.
"Tentu kamu sadar, selama ini kamu memegang kunci rahasia yang bisa membongkar elemen penting pada sistem dan peralatan pengumpulan data intelijen AS.”
Nah, benar ‘kan. Orang tersebut menginginkan informasi intelijen AS. Tak bisa dipastikan apakah ia tahu betul saya punya akses ini, atau hanya menduga saja lantaran posisi dan pengalaman saya selama di CIA.
“Misalnya saya mengetahui rahasia yang Anda inginkan. Lantas, saya akan melakukan balas dendam. Apa yang mesti saya lakukan?”
Jawaban yang saya terima begitu cepat, “Coba bayangkan kamu ‘kan memiliki akses ke banyak penerbitan di luar negeri atau jaringan informanmu yang luas. Kamu bisa membocorkan rahasia itu semuanya ke luar negeri tanpa diketahui orang.”
Yang mereka inginkan ternyata informasi-informasi yang amat sensitif. Karena takut terpancing, saya tidak mau berbicara lebih mendalam.
Prinsipnya, mereka menganjurkan saya menyiarkan semua rahasia intelijen yang top-secret ke luar negeri. Saya menduga penelepon terdiri atas lebih dari satu orang.
Tujuan mereka, menggunakan rahasia ini untuk menghancurkan reputasi CIA dan merusak hubungan AS dengan negara-negara lain, atau untuk mengancam pemerintah agar menghentikan penyelidikan Skandal Iran-Contra.
Tapi rasanya bukan profesional dari badan intelijen negara asing lantara mereka lebih tertarik untuk mengeruk informasi yang saya ketahui ketimbang mau membocorkan kepada dunia internasional. Apalagi tak terbersit isyarat mereka akan memberi imbalan untuk informasi dari saya.
Saya melaporkan hal ini kepada pengacara pribadi saya, Bill McDaniel. Selain itu juga menginformasikan kepada Barry Kelly mantan rekan kerja di CIA yang sekarang bertugas di NSC.
Dari Kelly informasi ini diteruskan kepada Jenderal Collin Powell yang saat itu adalah penasihat keamanan nasional presiden AS.
(Djs)
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR