Intisari-Online.com – Dibandingkan dengan patung-patung yang ada di Jakarta, patung Tugu Tani (resminya bernama Patung Pahlawan) termasuk yang paling bagus dalam penataannya. Sosok patungnya masih menohok, karena disekitarnya yang lapang.
Bandingkan dengan sosok Patung Dirgantara di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan yang terhimpit oleh banyak bangunan. Atau Patung Pembebasan Irian Barat yang tersembunyi di kawasan Lapangan Banteng.
Namun, keberadaan Tugu Tani ini menuai pro-kontra. Patung yang berada di Menteng, Jakarta Pusat, disebut beberapa pihak sebagai simbol komunisme.
Pada Jumat 29 September 2017 ini, direncanakan massa Forum Umat Islam Bersatu (FUIB) dengan koordinator Rahmat Himran akan berunjuk rasa menolak kebangkitan komunisme dengan menggelar apel akbar di depan Tugu Tani.
“(Patung itu) Simbol komunis,” katanya saat dikonfirmasi kumparan.com, Jumat (29/9) pagi.
(Baca juga: Paus Francis: Komunisme Itu Mencuri Gagasan Agama-agama)
Himran juga ingin patung itu tak lagi berdiri di Jakarta.
“Dirobohkan saja,” ujarnya.
Benarkah patung itu simbol komunis?
Patung ini adalah karya pematung kenamaan Uni Soviet, Matvey Genrikhovich Manizer, dibantu oleh putranya Ossip Manizer. Karya-karya Matvey Manizer sejak 1930-an sudah menjadi karya-karya yang diakui di Uni Soviet. Karya-karyanya tersebar mulai dari St.Petersburg hingga Moskow.
Karya-karya Matvey sendiri merupakan klasik bagi aliran sosialis-realisme. Aliran yang kompatibel dengan Sosialisme – Komunisme. Yakni sebuah karya seni haruslah menjadi sebuah pembawa pesan proses serta tujuan revolusioner.
Patung ini lahir bermula ketika pada Mei 1959, Soekarno melakukan kunjungan kenegaraan ke Uni Soviet untuk bertemu dengan Perdana Menteri Nikita Kruschev.
Saat tiba di Moskow, Soekarno tertarik dengan patung-patung bertema sosialis-realisme yang tersebar di beberapa penjuru kota. Oleh pejabat Uni Soviet, Soekarno pun diperkenalkan dengan Matvey, yang saat itu menjabat sebagai vice president USSR Academy of Arts.
Penulis | : | Agus Surono |
Editor | : | Agus Surono |
KOMENTAR