Find Us On Social Media :

Hati-hati, Seperlima dari Kita Berpotensi Terkena Anemia

By Moh. Habib Asyhad, Rabu, 2 November 2016 | 08:31 WIB

Safira Ganis dari Indonesia mengajar tentang pentingnya kesadaran anemia.

Intisari-Online.com - Sudah tiga kali Solihah mengalami pusing-pusing kepala Jumat itu. Yang pertama pukul 09.00 ketika baru turun dari Transjakarta, kedua pukul 13.45 selepas salat Zuhur, dan ketiga tak lama setelah azan Ashar berkumandang. Tapi dasar Solihah memang bandel soal kesehatan. Ia cuek saja dengan pening yang ia rasakan itu.

“Ah, palingan nanti juga hilang sendiri,” begitu gumamnya setiap pusing itu ada.

Meski demikian, Sabtu malam ketika pacarnya ngapel ke rumahnya, Solihah cerita ke pacarnya, Adnan, soal sakit kepalanya itu. Bagaimanapun juga, itu bukan sakit kepala pertama yang ia derita. Sekitar dua bulang belakangan ini, pusing itu tiba-tiba muncul saja. Ketika sedang di depan komputer, ketika sedang di lapangan, atau bahkan ketika begadang melihat sepakbola—jangan salah, Solihah adalah gibol alias gila bola.

Tidak mau terjadi hal-hal yang tak diinginkan terhadap pacarnya, Adnan memaksa Solihah untuk periksa ke dokter. Kali ini lebih keras dari biasanya. Bukan karena Adnan bosan terus dicurhati, tapi paksaan ini semata-mata karena ia sayang dengan kekasihnya itu. Ia tak ingin terjadi sesuatu dengan Solihah, gadis yang sudah diidamkannya beberapa tahun yang lalu.

Solihah pun luluh juga. Senin pagi, ia minta izin kepada bosnya untuk datang agak siang. Ia bilang mau pergi ke dokter. Setelah menunggu beberapa menit, lalu dilakukan pemeriksaan, diagnosis itu keluar juga. “Mbaknya mengalami gejala anemia. Banyak-banyak mengonsumsi zat besi ya mbak. Ini resepnya, nanti bisa ditebus di depan,” ujar si dokter sembari membenarkan letak stetoskopnya yang agak miring.

“Ah, cuma anemia,” gerutu Solihah dalam hati. Sepertinya ia belum tahu banyak tentang kondisi ini; sebab dan akibatnya.

Kebanyakan perempuan

Kisah Solihah sejatinya hanya ilustrasi semata. Tapi paling tidak, itu menggambarkan bagaimana kebiasaan kita ketika menghadapi persoalan kesehatan yang dianggap sepele, termasuk di antaranya adalah anemia.

Jika mengacu pada riset yang dilakukan Sampoerna pada 2004 menunjukkan bahwa 1 dari 5 orang Indonesia berisiko terkena anemia. Itu artinya, ada sekitar 47,5 juta penduduk Indonesia (berdasar sensus 2010, penduduk Indonesia berjumlah 237.641.326) berisiko kurang darah—angka itu bisa lebih besar seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk Indonesia.

Potensi terbesar ada pada perempua muda dan perempuan hamil. Prevalensinya masng-masing 22,7 persen dan 37,1 persen.

Sudah menjadi rahasia umum, penyebab utama anemia adalah kekurangan zat besi. Mengapa zat besi? Kita tahu, sebagian besar bahan makanan orang Indonesia bersumber dari nabati, sementara zat besi dari nabati lebih sulit diserap oleh tubuh. AKibatnya, rata-rata makanan penduduk Indonesia hanya mencukupi kebutuhan zat besi yang lebih dari yang diidealkan.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penyerapan zat besi dari sumber nabati. Pertama, faktor promotor alias fakto yang meningkatkan, meliputi daging, ikan, unggas, dan vitamin C. Kedua, faktor inhibito alias faktor penghambat: tannin (teh hitam dan kopi) yang bisa mengikat zat besi dan merusak struktur protein, kalsium, fosfor, serat, dan fitat yang mengikat dan menghambat penyerapan zat besi.