Penulis
Intisari-Online.com - Dalam PD I pernah berlangsung pertempuran sengit antara pasukan Jerman dan Sekutu di Somme, Perancis (Battle of Somme).
Pertempuran di Somme itu bertujuan untuk mengendurkan tekanan terhadap Perancis di Verdun.
Pada awalnya tujuan ini didukung oleh rakyat Inggris.
Namun apa yang kemudian menimpa pasukan Inggris di Somme telah menjadikannya menjadi simbol bagi sebuah tragedi yang tidak boleh terulang lagi.
Hanya dalam waktu satu hari, korban di pihak Inggris mencapai 60.000.
Sebanyak 30.000 di antaranya tewas dan lainnya hilang serta luka-luka.
Sepanjang sejarah, jumlah korban ini merupakan terbesar yang pernah diderita Inggris.
Isu yang berkembang saat itu, pasukan infanteri Inggris bergerak maju dalam barisan rapat saling bersisihan.
Bagi rakyat Inggris gerakan ini bagaikan gerakan sia-sia menuju kematian.
Isu miring ini diperparah dengan pemikiran bahwa jenderal yang memimpin telah melakukan kesalahan.
Kenyataannya, pasukan infanteri Inggris bergerak dalam gerakan terbuka sambil memanfaatkan perlindungan semaksimal mungkin.
Selain itu, para jenderal bukan tak paham. Mereka telah memperingatkan kalangan politisi bahwa pertempuran di Eropa setingkat Battle of Somme akan memakan banyak korban.
(Baca juga: Kisah Windi, Anak 'Bodoh' yang Bisa Menggambar dengan Sangat Indah. Karena Kecerdasan Bukan Hanya Soal IQ!)
Di Somme, artileri dan senapan mesin sangat dominan. Akibatnya sulit bagi infanteri Inggris merangsek.
Tak hanya itu, korban pun terus berjatuhan di pihak Inggris. Kesalahan Inggris adalah, pasukan artileri mereka gagal mempersiapkan medan tempur.
Hal ini menjadi catatan bagi para jenderal. Hasilnya, dikembangkan taktik penyerangan baru.
Taktik baru ini mengubah cara bertempur Inggris di paruh kedua peperangan.
Paruh pertama peperangan di front barat, taktik perang lebih banyak berkembang di lapangan, bersamaan dengan perjuangan jenderal dan pasukannya dalam menyesuaikan diri dengan perangkat perang modern.
Setelah Somme, mulai 1917 dan 1918, lebih banyak pasukan darat berkualifikasi muncul hingga membuahkan kemenangan.
Hal ini menjadikan Somme sebagai titik balik bagi sekutu dalam mengartikan bagaimana pertempuran dilakukan.
Februari 1916, Jerman melancarkan serangan ke Verdun. Menghadapi serangan ini, Perancis melakukan perlawanan hingga kehabisan daya.
Guna mengalihkan pasukan Jerman dari Verdun, Inggris mendesak ke utara.
Jenderal Inggris Dauglas Haig mengharapkan serangan pengalihan ini mendapat bantuan Perancis.
Sementara Verdun membutuhkan dukungan. Somme pun kemudian menjadi wilayah ofensif Inggris dan Persemakmuran.
Sekitar 125 mil barat laut Verdun, pasukan Inggris dan Perancis merencanakan serangan untuk membebaskan Perancis di Verdun.
Pertempuran dimulai pada 1 Juli 1916. Didahului serangan bom masif oleh pasukan artileri ke garis pertahanan Jerman atas perintah Haig.
Sebanyak 1,7 juta peluru meriam dimuntahkan ke garis pertahanan Jerman.
British Fourth Army dikerahkan sepanjang jalur utara hingga selatan. Mulai dari Gommecourt hingga Maricourt dengan sungai Somme mengalir di tepi selatan.
Sejam sebelum serangan, sekitar 224.221 peluru meriam dimuntahkan ke posisi Jerman.
Serangan diarahkan ke sasaran sekutu di dataran tinggi sebelah timur.
Tujuannya menghancurkan pertahanan Jerman hingga memberi jalan bagi pasukan infanteri Inggris maju dan menguasai parit perlindungan musuh.
Harapan ini ternyata luput.
Kebanyak peluru artileri tidak memiliki daya ledak cukup untuk menembus tembok perlindungan Jerman.
Pilot-pilot yang terbang di atas medan tempur hanya melihat permukaan yang hancur.
Meskipun begitu mereka meyakinkan bahwa serangan telah berhasil. Sementara itu pengintai di darat melaporkan bahwa kawat berduri belum terpotong.
Tetapi laporan ini diabaikan oleh perwira senior. Akibatnya mereka tidak tahu kalau serangan yang dilancarkan telah gagal membungkam artileri Jerman.
Sebaliknya, serangan justru membuat pasukan artileri Jerman bersiaga penuh untuk membalas serangan.
Kebanyakan pasukan Inggris di Somme merupakan rekrutan baru.
Mereka hanya memiliki sedikit waktu untuk dilatiih taktik yang lebih rumit dari sekadar memanjat tembok penghalang dan bergerak maju ke wilayah musuh.
Berbekal keberanian, pasukan infanteri Inggris bergerak maju.
Namun begitu mereka masuk melewati batas pertahanan Jerman.
Tapi tiba-tiba pasukan Jerman keluar dari perlindungan dan menembakkan senapan mesin mereka.
Betul-betul pertempuran penuh pertumpahan darah. Hanya dalam waktu satu jam sejak serangan dimulai, Inggris sudah kehilangan 30.000 pasukannya.
Bahkan upaya memanfaatkan terowongan tidak sepenuhnya berhasil.
Di bawah garis pertahanan Jerman, Inggris menggali terowongan dan diisi bahan peledak.
Tetapi ledakan ini ternyata hanya memberi efek gempa kecil.
Pasukan Jerman yang tepat berada di atas terowongan memang tak terelakkan menjadi korban.
Meskipun begitu, masih banyak pasukan Jerman yang tidak terbunuh.
Pasukan yang luput dari ledakan justru menganggapnya sebagai sebuah peringatan.
Sebuah laporan Jerman mencatat, “Ledakan itu adalah sebuah tanda bagi serangan infanteri, semua bersiap dan berdiri diundakan terendah dalam lubang perlindungan’’.
‘’Senapan di tangan, menunggu serangan. Dalam beberapa menit hujan tembakan berhenti, dan kami keluar’’ .
‘’Di depan kami gelombang demi gelombang pasukan Inggris merayap keluar dari parit, berjalan menuju kami, bayonet mereka berkilauan kena matahari.”
Dalam sekejap pasukan Inggris itu pun binasa tersapu tembakan gencar senapan mesin Jerman.
(Baca juga: Kisah Pilu Marina Chapman: Dibuang ke Hutan, Dirawat Kera, Lalu Dijadikan Budak Seks)