Advertorial
Intisari-Online.com – Sepeda ternyata bisa dijadikan objek kreativitas yang gila-gilaan ataupun koleksi. Yang bosan dengan bentuk konvensional akan membuat yang unik.
Yang suka akan keagungan masa lampau, akan menyimpannya sebagai benda antik.
Sepeda. Kendaraan ringan roda dua bertenaga manusia ini sudah kurang populer lagi di kalangan orang modern sebagai sarana pendukung gerak cepat mereka.
Di banyak bagian kota metropolitan, termasuk Jakarta, dia seakan-akan sudah terkubur.
(Baca juga:(Foto) Pengguna Sepeda Membludak, Belanda 'Terpaksa' Bangun Tempat Parkir Terbesar di Dunia)
Beruntung, di tempat-tempat tertentu dia masih terlihat bernyawa. Di pinggiran Jakarta umpamanya, dia digunakan sebagai sepeda ojek.
Pasalnya, keberadaannya di daerah itu masih diperlukan sementara orang untuk mencapai tempat tinggal yang belum terjamah angkutan umum.
Sedangkan di tengah kota, kendaraan tanpa polusi ini seakan-akan bangkit dari kubur pada hari libur.
Di jalan-jalan protokol, yang pada hari itu tak sesibuk hari-hari biasa, dia dikayuh warga kota, yang dalam kesehariannya dihadapkan pada berbagai kesibukan, entah sebagai piranti olahraga atau sekadar sarana rekreasi.
Dari ide usang
Yang lebih melegakan hati, ada sejumlah orang Amerika yang berupaya menelurkan sepeda kreasi baru supaya sepeda tak kehilangan gaungnya.
Mereka mengambil ide usang dan mentransformasikan ide itu menjadi sarana transportasi dengan suatu corak tertentu.
Modelnya cenderung aneh. Dari yang bersifat eksperimental sampai sepeda baring berkecepatan tinggi (disebut demikian lantaran posisi pengendaranya yang telentang), dari sepeda pendek (lowrider) yang indah sampai sepeda yang bergerak berdasarkan gaya berat menyerupai kamikaze. Trend baru ini sedang in sekali di Kalifomia Selatan.
Di sana para pecandu mutasi sepeda memiliki klub, internet websites, majalah, dan pertemuan rutin untuk tukar pikiran dan saling pamer.
Galeri- galeri seni pernah menggelar pameran untuk menunjukkan beberapa desain terbaik dan ide paling inovatif.
Salah satu sepeda “edan” itu adalah sepeda roda tiga raksasa milik Arthur Dillon. Panjangnya 6,7 m dan tingginya 3,4 m.
Selain itu, DilIon juga memiliki sepeda bulat yang mampu mencapai kecepatan ± 40 km/jam. Sayangnya, sepeda lingkaran ini perlu ruangan cukup luas untuk dikayuh. Pasalnya, dia tidak memiliki rem.
"Kalau dipasangi rem, sepeda ini akan terjungkal," katanya.
Sedangkan Tom dan Sima Traylor memilih sepeda baring tandem. Masing-masing roda memiliki gigi sendiri, tapi putaran gigi yang digenjot pengendara belakang dibalik, sehingga cara mengayuhnya seperti biasa.
(Baca juga:Wow! Pria Ini Punya Koleksi Senjata yang Bisa Digunakan Satu Batalyon Pasukan Tempur)
Dwight Garland III lebih suka meluncur turun di atas sepeda gaya berat yang tak memiliki pedal kayuh (gambar 3).
Menurut penciptanya, Hanebrink, rekor lari sepeda gaya berat ini ± 121 km/jam.
Chava Hernandez membuat sepeda lowrider-nya dari sepeda Schwinn Stingg-Ray dengan menambahkan rantai dan pedal berlapis emas.
Greg de Alba juga menyukai sepeda model ini. Ada tiga unit yang dimilikinya, salah satunya berwarna ungu.
Sepeda pendek ini menggabungkan sistem suspensi buatan sendiri dan tempat duduk sepeda model pisang berukuran ± 50 cm yang populer di tahun 1970-an.
Ciri khasnya terletak pada pengecatan yang amat teliti, bel-bel, pluit, serta sirens yang menghasilkan pelbagai bunyi, dari yang sederhana hingga yang aneh.
Bahkan, Gerry Pease, yang terkenal sebagai "suhu" para pecandu sepeda, memiliki sepeda balap futuristik bernama Lightning.
Tipe sepeda baring dengan penutup yang aerodinamis ini sangat efisien, sehingga berhasil memegang rekor kendaraan bertenaga manusia dalam suatu balapan Los Angeles - New York.
Tak perlu asli
Sementara Arthur Dillon dkk. berkutat dengan sepeda unik mereka, penggemar sepeda lain lebih suka mengoleksi sepeda tua.
Tengok saja yang dilakukan Steven Thomas, la telah mengoleksi sepeda selama 32 tahun dan memiliki lebih dari 60 model.
Selain istri dan anaknya, sepeda-sepeda itulah yang menjadi teman hidupnya. Thomas melukiskan koleksinya sebagai "seni fungsional".
Sebutan itu diberikannya bukan tanpa alasan. Thomas merestorasi sendiri sepeda-sepeda tersebut sehingga bisa berfungsi kembali.
Dalam merakit kembali ia memang tidak terlalu berharap akan keasliannya. "Mustahil menemukan sepeda yang 100 persen benar menurut historisnya," ujarnya.
Dalam jajaran koleksinya termasuk (searah jarum jam dari atas) Huffy Radiobike buatan sekitar tahun 1955 atau 1956 dengan radio AM berbentuk tangki bertenaga baterai; Monark Silver King diproduksi akhir 1940-an berbahan aluminium, krom, dan baja antikarat; Shenel berwarna merah dari tahun 1979 dengan bodi utuh dari serat kaca; dan Bowden Spacelander bikinan tahun 1960 dengan bodi serat kaca yang terbagi atas 2 bagian.
Ada pula Shelby Speedline Airflo model wanita buatan tahun 1939 dengan sebuah radio bertenaga baterai yang disangga di tengah setang setir; Elgin Twinbai tahun 1940 dengan speedometer yang dipasang di atas setang setir; serta J.C. Higgins Deluxe yang dibuat kira-kira 1950 - 1952 oleh Sears, Roebuck.
Thomas juga mempunyai sepeda tandem Colson Imperial Flyer, yang bisa disetir dari belakang atau dari depan.
Bagian depannya memiliki rangka model sepeda wanita dengan setang dan pedal lebih kecil.
Sepeda inilah yang sering ia kendarai bersama Shaun, anak laki-lakinya yang berumur 4 tahun, untuk berjalan-jalan.
Sepeda tua lainnya yang kini masih tersimpan baik adalah Old Hickory bikinan tahun 1897. Semua bagian sepeda ini terbuat dari kayu, termasuk sadelnya.
Kantung kulit untuk peralatan mungkin berasal dari sepeda antik Eldredge. Sepeda ini kini menjadi koleksi Rob Miller dari Buena Park. (Marlane Liddel/Gde)
(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Januari 1997)