Intisari-Online.com - Tujuh bulan sudah Hasan Basori (52) meninggalkan anak-istrinya di Jember, Jawa Timur. Dengan tekat bulan, ia memutuskan menjadi seorang tukang ojek di Puncak Jaya, Papua.
Belum lama ini ia menceritakan bagaimana susahnya menjadi tukang ojek di tempat yang berada di ketinggia sekitar 2.500 meter di atas permukaan laut itu.
“Sekarang untuk makan aja susah, apalagi untuk pulang (ke Jember),” ujarnya.
(Baca juga: Mengenal Johnny Isir, Anak Papua Pertama yang Menjadi Ajudan Presiden RI)
Sebelum nekat berangkat ke Puncak Jaya, Hasan adalah penambang besi di Surabaya. Namun tempat ia bekerja justru bangkrut sehingga ia harus mencari tempat bekerja lain.
Tapi itu bukan perkara mudah, lebih-lebih di usianya yang sudah kepala lima.
Tawaran untuk mengadu nasib di Papua pun ia terima setelah diajak teman-temannya.
“Soalnya ada teman-teman yang sukses (ngojek) di sini,” tuturnya.
Ketika pertama kali menginjakkan kaki di Tanah Papua, Hasan ingin membuktikan kebenaran cerita teman-teman kampungnya yang lebih dulu datang ke sana dan sukses bekerja sebagai tukang ojek.
Benar saja, awalnya semua berjalan lancar. Hanya modal motor sewaan Rp50 ribu per hari, Hasan bisa mendapatkan penghasilan rata-rata Rp200 ribu-Rp300 ribu per hari dari hasil mengojek.
Besarnya penghasilan itu lantaran tarif ojek di Puncak Jaya sangat mahal. Maklum, ojek merupakan satu-satunya sarana transportasi umum di Puncak Jaya selain pesawat terbang.
Tarif ojek terendah di Puncak Jaya Rp10 ribu untuk jarak dekat. Sementara tarif jarak menengah hingga jauh berkisar Rp200 ribu-Rp700 ribu untuk sekali jalan.
Biasanya tarif tinggi dikenakan untuk tujuan jarak jauh misalnya perjalanan ke distrik lain yang letaknya beberapa kilometer dari Kotamulia.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR