Advertorial

Kasus Pembakaran 'Maling' Amplifier: Hilangnya Asas Praduga Tak Bersalah?

Agus Surono

Editor

MA yang dituduh mencuri amplifier dihakimi massa, kemudian dibakar hidup-hidup sampai meninggal menjadi bukti hilangnya asas praduga tak bersalah?
MA yang dituduh mencuri amplifier dihakimi massa, kemudian dibakar hidup-hidup sampai meninggal menjadi bukti hilangnya asas praduga tak bersalah?

Intisari-Online.com – Malang nian nasib MA yang dibakar hidup-hidup karena dituduh sebagai pelaku pencurian amplifier milik Mushala Al-Hidayah di Desa Hurip Jaya, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi.

Menurut Kapolres Metro Bekasi, Kombes Asep Adi Saputra, MA dikeroyok dan dibakar hidup-hidup oleh warga, Selasa (1/8/2017) sekitar pukul 16.30 WIB.

"Peristiwa tersebut benar adanya dengan petunjuk-petunjuk dari saksi yang telah melaporkan. Benar juga orang yang diduga pelaku (pencurian) meninggal dunia, dikeroyok juga dibakar massa dan dilaporkan sebagai pengambil barang tersebut," ujar Kapolres Metro Bekasi Kombes Asep Adi Saputra di Polres Metro Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kamis (3/8/2017).

MA meninggal karena masyarakat mengabaikan asas praduga tak bersalah. Aksi main hakim sendiri tanpa mempedulikan hak MA untuk membela telah merenggut nyawa MA.

Nasib MA berbeda dengan para koruptor yang masih bisa berlindung di balik asas praduga tak bersalah tersebut.

(Baca juga:Kriminolog UI: Aksi Main Hakim Sendiri Akibat Warga Sudah Tidak Percaya Polisi)

Hilangnya asas praduga tak bersalah juga mencuat dalam sidang Jessica Kumala Wongso yang didakwa membunuh rekannya Wayan Mirna Salihin.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyebut liputan media terkait soal itu sebagai hal yang mempengaruhi asas praduga tak bersalah. Sementara seorang pengamat menyebutkan hilangnya asas praduga tak bersalah karena sidang yang didramatisir.

Hardly Stefano, koordinator bidang isi siaran KPI, mengatakan durasi penyiaran sidang Jessica serta proporsi ulasan untuk keluarga korban yang lebih banyak "pasti ada pengaruhnya" terhadap asas praduga tak bersalah.

Dalam hukumonline.com, asas praduga tak bersalah diatur dalamKitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana(“KUHAP”) dan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman(“UU Kekuasaan Kehakiman”).

Dalam KUHAP, asas praduga tak bersalah dijelaskan dalamPenjelasan Umum KUHAP butir ke-3 huruf cyaitu:

“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.”

(Baca juga:Angkut Daging Sapi Dua Pria India Dipaksa Makan Kotoran Sapi)

Sedangkan dalam UU Kehakiman, asas praduga tak bersalah diatur dalamPasal 8 ayat (1), yang berbunyi:

“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilanwajib dianggap tidak bersalahsebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.”

Hilangnya asas praduga tak bersalah ini membuat masyarakat mudah untuk berbuat main hakim sendiri.

Novri Susan, dosen Fakultas Sosiologi Universitas Airlangga Surabaya, menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang berkaitan dengan kecenderungan masyarakat untuk berbuat main hakim sendiri dan keluar dari norma sosial yang ada.

Salah satunya adalah faktor ketidakpercayaan masyarakat terhadap kelembagaan di Indonesia. Contohnya lembaga-lembaga agama. "Masyarakat melihat lembaga-lembaga agama lebih banyak untuk kepentingan politis. Ini bisa membuat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga agama menurun," katanya kepadasuarasurabaya.net.

Namun, kecenderungan main hakim sendiri itu juga dapat muncul akibat faktor lain seperti tekanan sosial. Misalnya persaingan yang berat dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

(Baca juga:Isu Penculikan Anak Hanya Hoax, Pria Ini Terlanjur Tewas Dihakimi Massa)

Solusi untuk masalah tersebut, antara lain reformasi kelembagaan seperti menciptakan aparatur yang konsisten anti suap dalam lembaga hukum. Selain itu, pendekatan-pendekatan humanis juga diperlukan dalam penerapan hukum. "Polisi tidak harus bertampang mengerikan," kata Novri. Sedangkan hal lainnya, adalah peningkatan pemberdayaan masyarakat dan penambahan lapangan pekerjaan sehingga masyarakat menjadi merasa aman.

Dengan begitu, asas praduga tak bersalah pun bersemi di setiap lapisan masyarakat.

Artikel Terkait