Advertorial
Intisari-Online.com -Tora Sudiro dan istrinya Mieke Amaliadikabarkan ditangkap Polres Jakarta Selatan karena kasus narkoba, Kamis (3/8/2017).
Meski belum memberikan informasi lengkap,Kapolres Jakarta Selatan Kombes Pol Iwan Kurniawan membenarkan berita tentang penangkapan tersebut.
Tora dan Mieke menambah panjang daftar artis yang terjerat kasus narkoba. Baru-baru ini ada nama Iwa K, Ridho Rhoma serta Pretty Asmara.
Masyarakat tentu jadi bertanya-tanya, mengapa banyak artis yang terjerat kasus narkoba? Apakah mereka memang benar-benar membutuhkannya?
Berikut ini penjelasan Dr. Andri SpKj, psikiater dengan kekhususan di bidang Psikosomatik dan Psikiatri Liaison.
Penanggung Jawab Klinik Psikosomatik RS Omni, Alam Sutera, Tangerang, tentang alasan artis menggunakan narkoba, khususnya sabu.
--
Fenomena pemakaian narkoba jenis sabu memang bukan hal baru di kalangan artis. Alasan memilih narkotika jenis ini mungkin dapat sedikit saya bagi untuk pembaca sekalian.
Euforia dan ekstase
Sabu murni berbentuk kristal putih. Ini merupakan golongan obat stimulan jenis metamfetamin yang satu derivat turunan dengan amfetamin yang terkandung dalam pil ekstasi. Banyak orang menggunakan zat ini untuk mendapatkan efek psikologis.
Efek yang paling diinginkan adalah perasaan euforia sampai ekstase (senang yang sangat berlebihan).
(Baca juga: Pemerintah Filipina: Ada Gembong Narkoba di Balik Kelompok Maute yang Berafiliasi dengan ISIS)
Obat ini juga menimbulkan efek meningkatnya kepercayaan diri, harga diri, dan peningkatan libido.
Pemakai sabu bisa tampil penuh percaya diri tanpa ada perasaan malu sedikit pun dan menjadi orang yang berbeda kepribadian dari sebelumnya.
Salah satu yang mungkin menarik banyak orang untuk memakai zat ini adalah pemakaian zat ini tidak dibarengi dengan efek sedasi atau menurunnya kesadaran akibat zat tersebut.
Tidak seperti pemakai heroin atau ganja, pemakai sabu dapat membuat dirinya untuk tetap membuat terjaga dan konsentrasi.
Selain efek yang menyenangkan di atas, sebenarnya sabu juga membuat timbulnya gejala-gejala psikosomatik, paranoid, halusinasi, dan agresivitas.
Kelebihan pemakaian obat ini akan membuat orang menjadi mudah tersinggung dan berani berbuat sesuatu yang mengambil risiko.
Jika melihat efeknya yang menyenangkan di atas, terutama berkaitan dengan percaya diri tampil dan peningkatan keberanian, maka tidak heran banyak artis yang senang menggunakannya.
Dengan alasan ingin menambah proses kreatif, sabu pun terkadang digunakan.
Satu lagi alasan memakai sabu adalah membuat orang tidak ingin makan.
Tidak heran, zaman dulu obat golongan ini juga banyak digunakan untuk melakukan diet walaupun saat ini sudah ditinggalkan karena efek ketergantungan dan kerusakan otak.
Efek terhadap fisik
Pemakaian sabu, apalagi yang berlebihan, menyimpan potensi bahaya besar untuk kesehatan fisik.
Efek stimulan pada obat ini menyebabkan kerja jantung dan pembuluh darah tubuh menjadi berlebihan.
Peningkatan tekanan darah, baik sistolik maupun diastolik, sangat nyata pada penggunaan sabu.
Hal ini akan dibarengi tentunya dengan denyut jantung yang kencang.
Tidak heran jika jenis narkotika ini akan membawa dampak sangat berbahaya bagi penderita hipertensi atau darah tinggi.
Selain itu, sabu bisa menimbulkan efek kejang sampai perdarahan otak.
Saya sendiri pernah secara langsung melihat di unit gawat darurat pasien wanita yang mengalami kejang dan perdarahan otak akibat penggunaan sabu yang berlebihan.
Pasien akhirnya meninggal karena perdarahan di otaknya.
Sering kali juga didapatkan efek peningkatan suhu tubuh yang tinggi sehingga menyebabkan demam luar biasa bagi penggunanya.
Peningkatan suhu tubuh yang berlebihan sangat berbahaya karena juga sangat memengaruhi otak dan dapat menimbulkan kejang.
Ketergantungan
Adalah pendapat yang sangat salah jika mengatakan pemakaian sabu tidak membuat pemakainya ketergantungan.
Pendapat yang salah tersebut mungkin karena didasari pengalaman para pemakai yang tidak merasakan efek putus zat setelah pemakaian yang hanya sesekali.
Pemakaian narkotika jenis sabu kebanyakan pada saat pesta atauclubbingyang biasanya pada akhir pekan.
Namun jangan salah, penggunaan sesekali ini pun bisa menimbulkan kerusakan otak yang mengarah pada pemakaian yang terus-menerus dengan dosis yang semakin tinggi.
Pemakaian sabu secara terus-menerus pada akhirnya akan menimbulkan efek putus zat jika si orang tersebut sudah tidak memakai lagi.
Apa yang terjadi jika si orang tersebut tidak memakai lagi adalah efek kebalikan dari efek psikologis yang tadinya didapatkan.
Perasaan lelah berlebihan, kecemasan yang luar biasa, tidak merasa percaya diri, dan terkadang ide paranoid yang muncul sampai gejala psikosis alias sakit jiwa berat.
Berhenti sekarang juga
Sebagai psikiater yang berfokus di bidang psikosomatik, saya banyak mendapati pasien-pasien yang mempunyai riwayat pemakaian zat sabu di masa lalu.
Walaupun sudah lama tidak memakai lagi, banyak pasien yang masih merasakan gejala sisa akibat tidak memakai lagi.
Kebanyakan dari mereka merasa sulit merasakan kebahagiaan lagi selain gejala-gejala psikosomatik yang menetap.
Hal ini disebabkan oleh pemakaian sabu dalam waktu lama akan merusak sistem serotonin dan dopamin di otak yang bertanggung jawab terhadap hal ini.
Penanggulangan pasien dengan kondisi seperti ini memerlukan waktu yang lebih panjang daripada kondisi psikosomatik yang tidak terdapat riwayat pemakaian zat sebelumnya.
Maka dari itu, saya berharap bagi yang masih menggunakan sabu atau zat stimulan lain, seperti ekstasi, untuk mulai sadar dan berhenti menggunakannya karena efeknya tidak hanya sementara, tetapi juga jangka panjang, terhadap otak Anda.
Tidak ingin kan merasa sulit bahagia sepanjang hidup Anda?