Intisari-Online.com -Sewaktu kecil, Dewi Murniani pernah hilang. Setelah kembali, ucapannya tentang sesuatu yang belum terjadi banyak terbukti.
Maka, di saat profesi sebagai dokter gigi tinggal ditekuni, Dewi memilih pekerjaan berdasarkan pengalaman masa kecilnya itu: meramal.
Sekolah tinggi-tinggi tapi tak dijadikan profesi. Itu biasa terjadi. Tapi kalau kemudian profesi yang dijalani berbelok amat jauh, cukup aneh jadinya.
Lebih aneh lagi, kalau yang dipelajari ilmu empiris, ilmiah, di bangku kuliah formal kampus tcrkcnal, setelah lulus malah masuk ke dunia mistis dan spiritual dengan jadi peramal.
Dokter gigi Dewi Murniani bukannya tak pernah praktik sama sekali.
(Baca juga:Stonehenge sebagai Peramal Gerhana Matahari di Zaman Purba)
Setelah lulus dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti, Jakarta, ia bergabung ke beberapa klinik gigi bersama teman-teman maupun para seniornya.
Beberapa tahun ia menjalani profesi itu, sejak masih lajang sampai menikah dan punya tiga anak.
Tapi sepanjang hidup, sejak masa kanak-kanak sampai dewasa, Dewi merasakan indera keenamnya sangat kuat.
Firasatnya tentang sesuatu yang belum terjadi sering muncul, dan kadang tanpa disadari tercetus begitu saja hingga mengagetkan sekitarnya.
Saat jalan di keramaian bersama teman-teman, misalnya, ketika melihat orang yang mencurigakan, ia langsung mengingatkan mereka agar berhati-hati dan memperketat barang bawaan.
(Baca juga:Kenapa Kita Wajib ke Dokter Gigi Setiap Enam Bulan? Ternyata Alasannya Tak Seperti yang Kita Bayangkan)
Benar saja, tak lama kemudian si orang yang dia curigai itu tertangkap dan dipukuli massa di keramaian karena mencopet.
Sanak kerabat, orangtua, adik-adik (ia sulung dari lima bersaudara), dan teman-teman dulunya terkaget-kaget saat Dewi mencetuskan dugaan.
Sebab, ia seperti asal menuduh, dan acap kali tidak masuk akal. Nyatanya, setiap kali pula dugaan itu terbukti, prediksinya terjadi. Lama-lama mereka pun terbiasa dengan Dewi.
"Saya sendiri heran, tanpa saya kehendaki, pikiran itu muncul sendiri dan saya langsung ngomong. Makin lama makin sering," kata Dewi.
Lantaran seringnya prakiraan itu muncul, Dewi mencoba mendayagunakannya. la "jinakkan" kemampuan yang semula "liar" dan mendadak menjadi lebih terarah.
la menggunakannya untuk menerawang peruntungan, juga menganalisis pengalaman orang.
la begitu bergairah mengerjakan kegiatan barunya itu, bahkan mendalaminya dengan mempelajari peruntungan lewat bola kristal, kartu tarot, dan ilmu garis tangan (palmistry).
la mencoba mencari nafkah dari kemampuan itu. Ketika peluang mulai terbuka, profesi sebagai dokter gigi jadi tak menarik lagi.
(Baca juga:(FOTO) Pawang Hujan Ini Menggeser Hujan Tanpa Klenik!)
Hilang dari rombongan liburan
Masa kecil hingga remaja Dewi dihabiskan di Brebes, kota penghasil bawang merah di Jawa Tengah. Orangtuanya pedagang, memiliki sebuah toko aneka kebutuhan rumah tangga.
Suatu saat, ketika si sulung Dewi berusia tujuh tahun, keluarga itu berlibur ke Bali. Beberapa kerabat ayah dan ibu juga ikut.
Singgah beberapa hari, salah satunya diisi wisata pantai di Sanur. Sejak pagi mereka sudah tiba di pantai yang saat itu masih sepi. Bermain, bercengkerama, bercanda.
Anak-anak bermain pasir, mereka yang sudah lebih besar berlompatan di antara ombak pantai.
Rupanya, semua orang kelewat asyik dengan dirinya bingga tak menyadari Dewi tidak ada. Kesadaran yang terlambat. Dewi benar-benar tak ada.
Entah di mana. Ayah-ibu panik. Demikian pula anggota rombongan dan mereka yang dimintai tolong. Lapor ke penjaga pantai, laporan itu diteruskan ke polisi dan banjar setempat.
Semua orang sibuk mencari.
(Baca juga:Dulu, Alas Purwo Dianggap Kerajaan Jin Kini Jadi Primadona Pariwisata)
Jejak di pasir tempat Dewi semula bermain sudah terhapus air. Sementara gelombang pun tidak besar, dan pada dasarnya Pantai Sanur cukup landai.
Logikanya, kalaupun ada gadis tujuh tabun terseret arus balik gelombang, perlu waktu cukup lama untuk tenggelam.
la pasti akan berteriak atau menggerak-gerakkan tubuhnya hingga memancing perbatian orang.
lni sama sekali tak ada pertanda. Adik dan sanak saudara yang tadinya bermain bersama pun ketika ditanya banya menukas pendek, Dewi tadi juga ada di situ.
Sang ibu berteriak bisteris memanggil-manggil nama Dewi. Sambil menangis. Dalam hati ia amat menyesal tak cermat mengawasi anak sulungnya itu.
Tentu sembari menyalahkan orang lain yang juga sama kurang pedulinya. Sementara sang ayah dengan penuh kegugupan bercerita kepada polisi untuk dibuatkan berita acara anak bilang.
Pagi berganti siang, siang bergeser ke sore, malam pun menjelang. Polisi menyarankan keluarga untuk kembali ke penginapan, dan berjanji untuk memberi tahu setiap perkembangan.
(Baca juga:Sedang Terpuruk? Mari, Kita Bangkit Kembali Meski Banyak Rintangan yang Menghalangi)
Petugas SAR sudah punya prosedur standar pencarian. Lagi pula, dalam beberapa kasus orang hilang terseret ombak Pantai Sanur, pada pagi harinya pasti kembali - meski sudah tak bernyawa.
Pagi harinya? ltulah yang menyebabkan orangtua Dewi enggan mengikuti saran polisi. Mereka tetap tinggal di pantai, membantu mencari sambil berbarap agar si anak ketemu.
Diajak pergi teman sebaya
Senja lewat, langit makin gelap. Tiba-tiba seseorang mendapati gadis kecil di bawah pohon bakau besar. Tak salah lagi, itu Dewi. Semua orang terperanjat.
Puluhan orang yang sibuk mencari seketika menghentikan kegiatan. Dari mana tiba-tiba Dewi ada di situ setelah seharian dicari tidak ketemu?
Apalagi tempat itu, semak yang tidak terlalu lebat, dengan pohon bakau dan jarak yang dalam sekali pandang pun pasti akan terlihat seandainya di bawahnya bernaung seorang anak.
Lagi pula, semak yang letaknya hanya berbilang langkah dari tempat bermain anak-anak tadi pagi sempat menjadi tempat berteduh banyak orang. Tak seorang pun tadi melibat Dewi di situ.
Tapi sekarang Dewi ada. Orangtuanya bersyukur akan keajaiban yang baru mereka alami.
(Baca juga:Maria-Louise Warne, Menghabiskan Miliaran Rupiah untuk Bisa Berbicara dengan Makhluk Halus)
Kelegaan meliputi seluruh kerabat, puluhan anggota SAR, relawan pencari, para pecalang, juga polisi.
Dewi tak kurang suatu apa. la sehat, sadar, penuh dengan kelucuan gadis tujuh tahun. Tak ada luka di tubuhnya, bajunya utuh dengan sedikit pasir menempel.
Herannya, baju itu kering pertanda Dewi tak tercebur ke laut. Rambutnya pun tetap lembut, tak seperti layaknya rambut yang habis terendam air laut.
Dari mana dia?
"Saya diajak teman main," kata Dewi kemudian. "Seorang gadis biasa, sebaya saya, wajah dan pakaiannya normal, menggandeng tangan saya dan mengajak pergi jalan-jalan."
Yang sedikit membuat Dewi heran, anak itu berwajah agak lndo, kulitnya putih cenderung abu-abu. Tapi keheranan Dewi hanya sampai di situ.
la tak sempat bertanya karena rasa girangnya bermain segera menutup rasa heran itu. la merasa dibawa ke suatu tempat indah, bersih, dengan bangunan besar berwarna keperakan.
(Baca juga:Jakarta 490 Tahun: Kisah Setan Manis dari Jembatan Ancol Itu Ternyata Bukan Mariam)
Herannya, pepohonan dan rumput di situ juga bernuansa warna hijau keperakan. Suasana amat menyenangkan, dan Dewi menghabiskan waktu dengan bercengkerama bersama si gadis lndo.
la tidak melibat adik dan saudara-saudara yang mestinya main bersama di pantai itu. Artinya, Dewi benar-benar lepas dari teman mainnya di dunia nyata.
"Tiba-tiba saya seperti tertidur dan mendapati suasana yang sangat berbeda. Ada gadis lndo yang tidak saya kenal, ia tersenyum lalu menarik tangan saya untuk bermain."
Setiap orang mencoba menerka apa gerangan yang dialami Dewi. Tapi, ditelaah secara empiris, bahkan ilmiah, tak ada bukti bisa diajukan.
Dewi tidak pingsan, badannya tidak cedera. Yang muncul hanyalah anggapan tentang sesuatu yang gaib.
Dewi telah pergi ke "alam lain", Dewi melakukan perjalanan astral, bahkan ada yang menyimpulkan Dewi diculik makhluk halus.
"Ada juga yang menyimpulkan saya diculik makhluk angkasa luar dan dibawa pergi dengan UFO. Yang pasti, setelah kembali saya baik-baik saja, tak kurang suatu apa," sambung Dewi.
"Jangan parkir di sini!"
Dugaan-dugaan itu tetap tak terjawab sampai keluarga kembali ke Brebes dan melanjutkan kehidupan seperti biasa.
Pengalaman aneh si sulung Dewi, yang semula dianggap sebagai keajaiban, lama-lama sekadar jadi cerita liburan semata.
Tapi tak banyak orang menyadari, sejak itu Dewi sering menebak-nebak sesuatu yang belum terjadi namun belakangan terbukti.
la bagai sekenanya saja bicara, acap kali tanpa bukti hingga membikin orang sakit hati.
Misalnya, seorang laki-laki yang sering datang untuk minta air di rumahnya tiba-tiba dituduhnya mencuri rokok dari toko ibunya.
Kontan saja ibu marah karena Dewi menuduh tanpa bukti. Tapi, setelah digeledah ternyata benar. Orang itu menyembunyikan rokok curian di dalam bungkusan yang dia bawa.
(Baca juga:Kejam! Demi Ritual Ilmu Hitam, Bocah 4 Tahun Ini Dibunuh Pamannya dengan Keji)
Saat lain ia melarang kepergian salah seorang pamannya. Si paman awalnya menolak karena betapa tak masuk akal larangan dari seorang anak kecil untuk sesuatu yang sudah dia rencanakan sebelumnya.
Tapi setelah dibujuk orangtua Dewi, si paman akhirnya bersedia menunda keberangkatan. Benar saja, bus yang sedianya akan dia naiki mengalami kecelakaan hebat.
Si paman lega sekaligus takjub. Dari mana Dewi punya firasat itu? Yang ditanya tak bisa menjawab. "Itu tiba-tiba saja ada dalam pikiran, dan saya omong begitu saja."
Demikian pula ketika ia tahu bahwa pembantu rumah tangganya yang baru beberapa bulan dipekerjakan ibunya, mencuri uang.
lbu mula-mula marah karena Dewi dianggap sembarangan menuduh. Tapi, setelah terbukti, ibu pun mengerti.
Saat umur 15 tahun, ia punya firasat sepeda motor keluarga akan hilang. la sudah mencoba mencegah agar motor itu tak dipakai tapi tanpa dia ketahui ada saudaranya yang memakai.
Benar, motor itu akhirnya hilang.
(Baca juga:Pulung Gantung, Misteri Bola Api yang Dianggap sebagai Pendorong Orang Bunuh Diri)
Apakah kemampuan lebihnya itu karena kepergiannya bersama si gadis lndo di alam astral dulu? Ataukah karena faktor lain?
Orangtuanya menjelaskan, kakeknya dulu terbilang orang pintar. "Kakek saya katanya ahli feng shui," tambah Dewi.
"Mungkin pada dasarnya di dalam diri saya ada benih kemampuan yang mewarisi kepandaian kakek. Terus ditambah pengalaman waktu hilang itu. Jadi, makin lengkap deh."
Waktu terus berjalan. Dewi pindah ke Jakarta, masuk ke Universitas Trisakti. Studinya lancar, hubungan dengan teman-teman pun baik-baik saja.
Tapi banyak temannya yang setiap kali kaget dengan ucapan Dewi akan sesuatu yang belum terjadi. Makin kaget lagi mereka karena setiap kali itu terbukti.
Sebuah perdebatan pernah terjadi ketika Dewi bersama beberapa teman hendak memarkir mobil yang mereka naiki.
Di tengah kesulitan mendapatkan tempat parkir di jalanan padat Jakarta, begitu dapat, Dewi malah berseru, "Jangan parkir di sini! Pindah, pindah, cari tempat lain!"
Temannya menolak, tapi Dewi ngotot. Si pengemudi gusar karena tak mendapat penjelasan yang memuaskan.
"Pokoknya jangan parkir di sini!" kata Dewi setengah menghardik.
(Baca juga:Diam-diam, Rusia Siapkan ‘Kereta Hantu’ dan ‘Rudal Nuklir Setan’ untuk Hancurkan AS dan Sekutunya)
Dengan berat hati si pengemudi memindahkan mobil, mencari tempat lain yang entah masih tersedia atau tidak.
Tapi baru saja mobil menjauh, dari arah belakang sebuah minibus bergerak kencang tanpa kendali.
Oleng sebentar, rem berdecit, dan, braakk! Benturan keras disertai teriakan dan bunyi klakson mengiringi minibus itu menyeruduk deretan mobil yang sedang parkir.
Titik hentinya persis di area kosong yang semula akan ditempati mobil Dewi beserta teman-temannya. Wuiiih!
Sejak itu, keberadaan Dewi tnenjadi sangat khusus di antara teman-temannya.
la sering dimintai pendapat, jadi tempat berbagi, kadang ditanyai hal-hal yang sepele semacam nilai ujian atau hubungan pacaran antarteman.
"Padahal itu tidak selalu bisa saya lakukan. Belum tentu juga untuk hal-hal yang berat."
Ada kalanya memang untuk hal-hal kecil. Ketika adiknya datang mau minta uang, misalnya, kadang ia sudah tahu.
Saat melihat orang berboncengan naik motor di jalan depan rumahnya, ia bisa tahu bahwa mereka akan melakukan kejahatan.
(Baca juga:Aswang, Kuntilanak Ala Filipina)
Mengasah kemampuan
Lulus kuliah, Dewi menikah. la mencoba berkarier sebagai dokter gigi. Berlangsung beberapa tahun tapi hati kecilnya selalu berkata, dunianya tidak di sana.
Pada saat yang sama, vision-nya makin sering muncul. Dari yang tidak dikehendaki, lama-lama bisa dikehendaki. la bisa "memunculkan" bisikan hatinya ketika membutuhkan.
Untuk beberapa lama rumah tangganya tidak berjalan normal kendati telah ada tiga anak. Dewi makin asyik dengan dunia ramal-meramal, bahkan belajar tentang ramalan kartu tarot, garis tangan atau palmistry, dsb.
La mendatangi banyak orang "pandai" untuk belajar dan memperdalam pengetahuannya.
Dalam status janda ia bertemu dengan Yohanes Cokrowibowo, seorang suhu ahli peruntungan. Keduanya bersinergi. Pada tahun 2000, keduanya pun menikah.
Dewi menjadi pendamping suami, menemaninya ketika berpraktik, menjalani kegiatan spiritual, kadang juga memberi masukan.
(Baca juga:Percaya atau Tidak, Elemen-elemen Ini Dianggap Ampuh Menangkal Santet)
Tak dinyana, kemampuan Dewi justru bertambah. la merasa menemukan jawaban atas kegelisahan ketika berkarier sebagai dokter gigi dulu.
Kini, Dewi memberanikan diri meramal secara terbuka dengan nama dagang Dewi Fortuna.
Di tempat praktiknya di sebuah mal di Kelapa Gading, Jakarta Utara, setiap saat ia memberi tahu peruntungan orang, menganalisis, dan memberi nasihat.
"Bisikan" itu sudah bisa dia kendalikan, dia munculkan ketika dikehendaki. Dewi bukan lagi gadis kecil yang asal menebak walau akhirnya jadi kenyataan. (Mayong S. Laksono)
(Artikel ini pernah dimuat di Majalah KISAH Vol. 2 – Intisari)