Intisari-Online.com – Ginny perempuan berpendidikan lumayan yang tidak kunjung mendapat momongan. Fakta yang membuatnya tertekan.
Padahal, satu anugerah absen, di sisi lain, ia memiliki anugerah yang tidak dimiliki oleh banyak orang lain: waktu.
(Baca juga:Ibu Itu yang Ikhlas Memberikan Miliknya yang Berharga untuk Kesempurnaan Anaknya)
Lucunya , pekerjaan yang diambilnya selalu terbatas pada pekerjaan yang bersifat paruh waktu, yang tidak banyak meminta waktu maupun komitmen.
Ginny selalu kuatir ia tidak akan sanggup. Dia takut tidak bisa, itu saja.
Sebetulnya, ketakutannya tidak terbatas soal pekerjaan. Takut dicopet, kuatir ditodong, dll. Sakit kepala sebelah jadi langganannya. Kata dokter, ia stres.
Suatu hari, pintu pagar rumahnya diketuk cukup keras. Ada seorang gadis kecil kurus kusam!
Melulu karena rasa keibuan yang besar, hati-hati sekali ia melongok keluar, “Ada apa, Nak?”
Dengan suara pelan dan ragu-ragu, anak itu bertanya, “Tante, apa aku bisa kerja di sini?”
“Kerja? Emang kamu bisa apa?” Ginny menjawab spontan.
Mengetahui ada tanggapan, si cilik semakin antusias, “Kerja apa aja. Aku bisa siram kebun, belanja ke pasar, bantu Tante di dapur, nyapu ….”
Terdorong belas kasihan, Ginny mempekerjakan dia sebagai asisten pembantu.
Walaupun ia diperingatkan oleh banyak kawan dan saudara, “Awas lo, anak itu jangan-jangan suruhan gerombolan penipu yang akan merampok kamu.”
Ima, si kecil itu ternyata cerdas dan rajin. Dari seminggu jadi sebulan, sampai enam bulan, Ginny merasa hidupnya kini terasa tak lengkap bila tidak mendengar celotehan Ima.
Anak itu bahkan telah mengajak Ginny datang ke perkampungan kumuh tempat ibu dan saudara-saudaranya tinggal.
Ima mengajari dia naik angkot ke pelosok-pelosok kota Jakarta tanpa takut. Matanya jadi terbuka pada sisi lain kehidupan Jakarta.
Bahkan mulai bulan keenam, ia menawarkan diri jadi guru relawan untuk anak-anak jalanan teman-teman Ima.
Ginny menemukan “anak-anak”- nya di kampung kumuh itu. Sakit kepala tak pernah lagi datang.
(Baca juga:Bayi Bukanlah Kertas Polos Ketika Memasuki Dunia, Mereka Sudah Belajar Bahasa Sejak Dalam Rahim)
Kalau kehidupan Anda adalah kertas putih, seberharga apa secarik kertas itu tergantung pada apa yang Anda tulis di atasnya.
“Happiness is not something ready made. It comes from your own actions.” ungkap Dalai Lama. (LW – Intisari Desember 2012)