Teroris ini biasanya mencari informasi radikalisme di media sosial.
Di sana, mereka akan bertemu dengan orang-orang lain yang punya pemikiran sama.
Lalu membentuk komunitas yang eksklusif.
Nasir menambahkan, teroris “lone wolf” ini sebenarnya tidak harus beraksi dengan bom.
Bisa juga menggunakan pisau atau misalnya kendaraan seperti yang terjadi di Eropa.
Nasir mengatakan, sebenarnya banyak orang yang mencari informasi radikalisme di internet.
Selanjutnya, tergantung motivasinya. Ada yang termotivasi untuk melakukan teror ada yang tidak.
“Rupanya ada orang-orang tertentu yang dia ingin segera mati. Tidak harus masuk surga. Tapi misalnya karena dia banyak utang,” kata Rikwanto.
Teroris semacam ini juga bisa berasal dari orang yang putus asa.
Mungkin dia seorang preman yang banyak dosa.
“Lalu ada yang mengatakan, dosamu akan bisa dihapus kalau mau mati sahid,” kata Nasir Abbas.
Maka waspadailah orang-orang dengan kondisi seperti itu di sekitar kita.
Penulis | : | Tjahjo Widyasmoro |
Editor | : | Tjahjo Widyasmoro |
KOMENTAR