Marak Teroris "Lone Wolf", Mereka Putus Asa Lalu Kepingin Cepat Masuk Surga

Tjahjo Widyasmoro

Editor

Penyerangan di Mapolda Sumut oleh terduga teroris
Penyerangan di Mapolda Sumut oleh terduga teroris

Intisari-Online.Com - Berbagai penyerangan terhadap anggota kepolisian belakangan ini, mempopulerkan istilah teroris “lone wolf”atau teroris yang bekerja sendiri.

Orang-orang itu seolah beraksi sendiri dengan membuat teror atau menyerang sasarannya.

Sepertinya, tanpa terkait dengan organisasi manapun.

Di Indonesia, beberapa kejadian di antaranya penyerangan polisi di Mapolda Sumatera Utara di Medan, penyerangan polisi di Masjid Faletehan, Jakarta Selatan, atau ditemukannya bom panci rakitan di Bandung.

Menurut Kepala Biro Penerangan Divisi Humas Polri, Brigjen. Rikwanto, teroris “lone wolf” ini sesungguhnya tidak bekerja sendiri.

Setelah didalami, mereka ternyata punya kelompok atau komunitas juga di luar.

“Seperti perakit bom panci yang meledak di Bandung, komunitasnya 20 orang,” tutur Rikwanto, dalam wawancara dengan Sapa Pagi, Kompas TV, Selasa(11/7)

Semula mereka berpaham Negara Islam Indonesia, tapi berkembang setelah membaca internet ke Jamaah Ansharut Daulah.

“Mereka sudah latihan fisik dan siap meledakkan di Bandung,” kata Rikwanto.

Sementara itu, menurut pengamat terorisme, Nasir Abbas, awalnya teroris “lone wolf” itu merekrut diri sendiri.

Lalu merasa terpanggil karena merasa memiliki kemampuan untuk berbuat sesuatu.

Ada semacam ajakan dari situs-situs radikal: kalau bukan Anda, siapa lagi yang mau melakukan?

Teroris ini biasanya mencari informasi radikalisme di media sosial.

Di sana, mereka akan bertemu dengan orang-orang lain yang punya pemikiran sama.

Lalu membentuk komunitas yang eksklusif.

Nasir menambahkan, teroris “lone wolf” ini sebenarnya tidak harus beraksi dengan bom.

Bisa juga menggunakan pisau atau misalnya kendaraan seperti yang terjadi di Eropa.

Nasir mengatakan, sebenarnya banyak orang yang mencari informasi radikalisme di internet.

Selanjutnya, tergantung motivasinya. Ada yang termotivasi untuk melakukan teror ada yang tidak.

“Rupanya ada orang-orang tertentu yang dia ingin segera mati. Tidak harus masuk surga. Tapi misalnya karena dia banyak utang,” kata Rikwanto.

Teroris semacam ini juga bisa berasal dari orang yang putus asa.

Mungkin dia seorang preman yang banyak dosa.

“Lalu ada yang mengatakan, dosamu akan bisa dihapus kalau mau mati sahid,” kata Nasir Abbas.

Maka waspadailah orang-orang dengan kondisi seperti itu di sekitar kita.