Intisari-Online.com -Gelar ace yang disandang oleh seorang penerbang tempur bukan hanya karena prestasinya dalam merontokkan pesawat musuh.
Tapi juga kemampuannya menghancurkan sasaran lain seperti tank atau kapal perang.
Namun, dalam PD I yang berlangsung pada tahun 1918, seorang penerbang tempur asal Belgia, Willy Omer Francois Jean Coppens, berhasil menyandang ace setelah sukses menghancurkan sejumlah balon udara (Drachen) pasukan Jerman.
Semasa PD I pasukan Jerman memiliki wahana tempur yang sangat efektif untuk mengintai posisi musuh dan sekaligus bisa digunakan untuk memandu tembakan artileri atau mortir.
Wahana tempur berupa balon raksasa atau Drachen itu merupakan balon berisi cairan hidrogen yang mengudara dalam posisi terikat oleh tali-tali panjang yang terbuat dari serat baja.
Tepat di bawah balon yang diikat terdapat sangkar tempat personel pengintai menjalankan tugasnya.
Untuk menginformasikan posisi pasukan dan persenjataan musuh petugas pengintai menggunakan telepon atau radio komunikasi yang terhubung dengan pasukan yang berada di darat.
Berkat panduan petugas pengintai yang bertengger di Drachen umumnya gempuran artileri atau mortir yang dilancarkan oleh pasukan darat berhasil menghantam posisi musuh secara akurat.
(Baca juga:Benar-benar Jagoan! Bintang Sepakbola Neymar da Silva Mencetak Gol dari Atap Gedung)
Karena menjadi ancaman yang demikian mematikan Drachen yang berfungsi sebagai semacam radar bagi pasukan darat Jerman itu menjadi salah satu target yang harus dihancurkan oleh para pilot Seku
Ratusan Drachen pengintai yang dimiliki pasukan Jerman bertebaran di hutan yang membentang sepanjang perbatasan Jerman-Perancis.
Di sejumlah wilayah Perancis yang telah dikuasai pasukan Jerman juga bertengger Drachen dan menjadi alat monitor yang efektif dalam strategi perang parit.
Jika dilihat dari jauh balon-balon udara tersebut masih tampak berukuran besar dan seolah menjadi sasaran yang empuk bagi para pilot pesawat tempur.
Tapi bagi para pilot Perancis dan Belgia yang bertugas menghancurkan Drachen, misi tersebut beresiko tinggi mengingat setiap stasiun balon udara Jerman berada jauh di wilayah musuh, dijaga ketat oleh pasukan darat yang dilengkapi senapan mesin dan meriam antipesawat.
Tak hanya itu pesawat-pesawat tempur Jerman yang rutin berpatroli di sekitar Drachen juga menjadi ancaman yang sulit ditembus bagi para penerbang tempur Sekutu.
Apalagi posisi pasukan darat Jerman yang bertugas menjaga Drachen tersebar di beberapa titik strategis dan siap menyergap pesawat musuh dalam radius yang masih jauh dari posisi stasiun balon udara.
Hanya pilot-pilot terlatih dan berpengalaman yang sanggup menjangkau posisi Drachen karena begitu banyaknya rintangan yang harus dihadapi.
Mengingat demikian banyaknya hadangan tembakan senapan serbu, gempuran senapan mesin dan hantaman peluru meriam antipesawat Jerman yang menghadang, misi untuk menghancurkan balon udara bagi para pilot Sekutu menjadi seperti mission impossible atau misi bunuh diri.
Jika pilot sudah berhasil memasuki jarak tembak disusul menembak Dranchen yang berisi gas hidrogen menggunakan peluru suar, resiko yang dihadapi pilot juga masih sangat besar.
Akibat meledaknya gas hidrogen dalam balon udara, efek ledakan berupa gumpalan api itu, bisa menyambar pesawat dan turut meledakannya.
Sementara bagi pilot yang gagal menembak Drachen dan terlanjur terbang rendah karena menyesuaikan diri dengan ketinggian balon udara yang berada pada posisi sekitar 1.000 kaki dari permukaan tanah resiko lebih besar akan menghadangnya.
Posisi ketinggian pesawat itu tak bisa ditawar-tawar lagi karena berada di bawah ketinggian Drachen, pesawat akan terhadang oleh rintangan tali-tali baja balon yang bila terlanggar akan langsung menghancurkan pesawat.
Dalam posisi terbang rendah dan kondisi sedang melarikan diri sangat sulit menghindari gempuran berbagai persenjataan yang ditembakkan oleh pasukan darat musuh.
(Baca juga:Mulai Sekarang, Hentikan Melepaskan Balon ke Udara)
Apalagi dalam upaya terbang zig-zag untuk menghindari tembakan dari darat, pesawat yang sedang berupaya meloloskan diri juga harus menghadapi sergapan pesawat-pesawat fighter lawan.
Maka tidak mengherankan dalam upaya menghancurkan balon udara Jerman sejumlah pilot sukarelawan Sekutu yang terkenal kepiawaiannya dalam menerbangkan pesawat tempur telah berguguran.
Para pilot yang gugur dan lebih dikenal sebagai ballon buster itu antara lain Michael Coiffard dan Maurice Boyau (Perancis) serta Frank Luke dan Louis Bennet (AS).
Hanya ada satu pilot Sekutu asal Belgia yang berhasil menghancurkan 35 balon udara Jerman dan tetap hidup pasca PD I, Willy Coppens yang juga mendapat julukan Baron de Houthulst.