Tertarik Mengikuti Terapi Hiperbarik? Ini Dia Syarat-syaratnya Sebelum Mengikuti Terapi Oksigen Itu

Moh Habib Asyhad

Editor

Kebakaran Ruang Hiperbarik RSAL Mintohardjo: Sejarah Terapi Hiperbarik
Kebakaran Ruang Hiperbarik RSAL Mintohardjo: Sejarah Terapi Hiperbarik

Intisari-online.com—Tadinya juga sebelum hiperbarik dikenal untuk penyembuhan, terapi ini banyak digunakan oleh para penyelam untuk mengatasi penyakit dekompresi alias kelebihan nitrogen saat menyelam.

Tidak heran kalau terapi hiperbarik dimiliki hampir semua rumah sakit angkatan laut di dunia.

(Baca juga:Berharap Sembuh dengan Menghirup Oksigen Murni, Kenapa Tidak?)

“Hiperbarik paling utama ditujukan untuk proses penyembuhan luka,” ujar dr. Aditya Handoko Hartantodari Klinik Hiperbarik RS Grha Kedoya, Jakarta Barat.

Luka yang dimaksud adalah luka yang mengalami delayed of healing alias sulit untuk sembuh setelah 30 hari luka terjadi padahal sudah menerima pengobatan.

Berikut ini syarat dan indikasi untuk mengikuti terapi hiperbarik:

  1. Untuk anak-anak di bawah 12 tahun, harus dengan indikasi medis atau pertimbangan medis.
  2. Melampirkan hasil cek kesehatan. Sebab pasien yang memiliki riwayat pneumotoraks tidak disarankan mengikuti terapi ini.
  3. Pasien yang menggunakan pacemaker atau alat pacu detak jantung yang dipasang pada jantung juga tidak disarankan. Tekanan tinggi dapat merusak alat tersebut.
  4. Pengguna obat-obatan tertentu, seperti obat kemoterapi bleomycin dapat mengakibatkan pneumonia interstitial.
Jika syarat di atas adalah ketentuan mutlak, ada pula beberapa indikasi relatif yang tidak disarankan melakukan hiperbarik kecuali kasus urgen:

  1. Ibu hamil pada trimester pertama, kecuali jika ibu hamil itu mengalami keracunan karbon monoksida.
  2. Penderita sinusitis akut.
  3. Penderita asma akut.
  4. Penderita gangguan kecemasan
  5. Klaustrofobia
(Baca juga:Balita Ini Harus Habiskan 20 Jam Sehari di Bawah Lampu Terapi untuk Mengobati Penyakit Liver Langka)

Jadi, itulah beberapa hal yang mesti Anda ketahui sebelum memutuskan mengikuti terapi yang , meskipun sudah ngetren, tapi di Jakarta fasilitasnya belum banyak ini.

Artikel Terkait