Intisari-online.com - Dapat Anda bayangkan dua-lima orang duduk berjejer dalam sebuah ruangan berbentuk kapsul.
Kemudian ruangan ditutup, secara bertahap tekanan udara dalam ruangan tersebut dinaikkan hingga setara dengan tekanan udara 14 meter di bawah permukaan laut.
(Baca juga: Kebakaran Ruang Hiperbarik RSAL Mintohardjo: Sebelum untuk Kecantikan, Terapi Hiperbarik untuk Operasi Penyelaman)
Pasien-pasien tersebut lalu diberikan masker napas untuk menghirup udara oksigen murni. Aktivitas yang hanya dilakukan dengan bernapas normal ini, berlangsung selama dua jam.
Setiap 30 menit sekali, dipandu oleh perawat, masker napas dilepas untuk rehat sejenak. Begitulah sekilas gambaran pelaksanaan proses terapi hiperbarik.
Tadinya juga sebelum hiperbarik dikenal untuk penyembuhan, terapi ini banyak digunakan oleh para penyelam untuk mengatasi penyakit dekompresi alias kelebihan nitrogen saat menyelam.
Tidak heran kalau terapi hiperbarik dimiliki hampir semua rumah sakit angkatan laut di dunia. Begitulah asal usulnya.
“Hiperbarik paling utama ditujukan untuk proses penyembuhan luka,” ujar dr. Aditya Handoko Hartanto dari Klinik Hiperbarik RS Grha Kedoya, Jakarta Barat.
Luka yang dimaksud adalah luka yang mengalami delayed of healing alias sulit untuk sembuh setelah 30 hari luka terjadi padahal sudah menerima pengobatan.
Atau luka yang dianggap akan sulit sembuh karena berbagai faktor.
Seperti luka yang dialami pascaoperasi, luka infeksi, luka akibat diabetes, luka sulit sembuh karena usia tua, dan luka sulit sembuh akibat penyakit gangguan pembuluhan darah, dll. Namun intinya, luka tersebut sulit sembuh karena kurang oksigen.
Dengan terapi hiperbarik, jelas Aditya, oksigen larut 6,8 kali lebih cepat ketimbang bernapas biasa di tekanan udara normal.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR