Kebakaran Ruang Hiperbarik RSAL Mintohardjo: Sejarah Terapi Hiperbarik

Moh Habib Asyhad

Editor

Kebakaran Ruang Hiperbarik RSAL Mintohardjo: Sejarah Terapi Hiperbarik
Kebakaran Ruang Hiperbarik RSAL Mintohardjo: Sejarah Terapi Hiperbarik

Intisari-Online.com -Kebakaran besar terjadi di ruang hiperbarik RSAL Mintohardjo, Jakarta Pusat, pada Senin (15/3). Menurut kabar yang beredar, kebakaran terjadi akibat korsleting listrik di ruang tabung chamber Pulau Miangas, RSAL Mintohardjo. Berbicara soal terapi hiperbarik di rumah sakit ini, Intisari pernah mengulasnya secara eksklusif, termasuk sejarah terapi hiperbarik di dunia dan Indonesia.

Sejarah pengobatan atau terapi hiperbarik dibidani oleh Dr. Henshaw asal Inggris ketika membikin instalasi ruangan udara bertekanan tinggi (RUBT) tahun 1662 untuk mengobati beberapa jenis penyakit. Disusul kemudian pada 1921 oleh Dr. J. Cunningham yang mengemukakan teori dasar tentang penggunaan oksigen hiperbarik (OHB) untuk mengobati keadaan hipoksia (kondisi kekurangan oksigen).(Baca juga: Komplikasi serius akibat chiropractic)

Lalu tahun 1930-an, berbagai penelitian tentang penggunaan OHB mulai dikerjakan lebih terarah dan mendalam. Sampai kemudian sekitar tahun 1960-an, Dr. Boerema memaparkan hasil penelitiannya yang monumental itu. Ia menemukan kenyataan bahwa anak binatang tertentu yang darahnya dikeluarkan semua, kemudian dimasukkan ke dalam kamar tekanan oksigen tinggi, ternyata dapat hidup (life without blood).

Akhirnya, hasil penelitiannya tentang gas gangren yang bisa ditangani dengan terapi OHB membuatnya dikenal sebagai bapak RUBT. Sejak itu, terapi dengan OHB berkembangn pesat dan berlanjut hingga sekarang. Di Indonesia, khususnya di Surabaya, penggunaan OHB pertama kali dilakukan oleh Prof. A.A. Loedin untuk mengobati penyakit tetanus.(Baca juga: Tujuh manfaat terapi mandi garam)

Kini terapi OHB sudah berkembang luas dan dapat digunakan untuk membantu penyembuhan beragam penyakit antara lain keracuna gas CO alia karbon monoksida, luka bakar, penanaman kulit, luka berat, anemia karena kehilangan banyak darah, dan lain sebagainya.(Intisari, 1995)