Kasus Anak Menggugat Orangtua: Secara Hukum Boleh Saja, Namun Jangan Lupakan Soal Moral

Agus Surono

Editor

Amih yang menghadiri persidangan langsung disalami Eef Rusdiana anaknya begitu hakim memutuskan menolak semua gugatan terhadap Amih dalam sidang putusan Rabu (14/6/2017)
Amih yang menghadiri persidangan langsung disalami Eef Rusdiana anaknya begitu hakim memutuskan menolak semua gugatan terhadap Amih dalam sidang putusan Rabu (14/6/2017)

Intisari-Online.com – Kasus anak menggugat orangtuanya beberapa kali terjadi di Indonesia.

Kasus terbaru menimpa Muhamad Bola, warga Desa Rangga Solo, Kecamatan Wera, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).

(Baca juga: Digugat Rp216 Juta dan Disuruh Tinggalkan Rumah oleh Anak, Kakek Ini Bawa Kain Kafan)

Pria 74 tahun itu digugat anak kandungnya, Jahari dan menantunya, Arsad Sulaiman sebesar Rp216 juta. Selain digugat secara materil, sang ayah juga dituntut agar angkat kaki dari lahan yang kini telah ditempatinya sejak puluhan tahun silam.

Sebelumnya adaSiti Rokayah (85), alias Amih yang digugat oleh anaknya Yani Suryani dan Handoyo, suami Yani.

(Baca juga:Masih Ingat Kasus Anak yang Gugat Ibu Kandungnya Sebesar Rp1,8 Miliar? Ini Putusan Pengadilannya)

Bagaimana aturannya dalam hukum?

Menurut Imam Hadi, mantan redaktur hukumonline.com yang kini menjadi pengacara, pada prinsipnya semua anak yang sudah dewasa (di atas 18 tahun) adalah subjek hukum yang bebas melakukan perbuatan hukum dengan siapa pun, termasuk orangtuanya.

Dalam kasus Amih, Imam menjelaskan bahwa harus dilihat dulu hubungannya bagaimana. Apakah si ibu memang benar menyatakan diri sebagai penjamin personal atau bukan.

Selain itu, Imam menegaskan bahwa berkas gugatannya harus juga dilihat untuk memastikan apakah sang ibu menjadi satu-satunya Tergugat atau hanya Turut Tergugat. Sedangkan Tergugat sebenarnya adalah saudaranya.

"Karena dalam hukum acara perdata, ada asas hukum yang bilang mendingan kelebihan pihak yang digugat, ketimbang kekurangan pihak. Dalam kasus di Garut ini, bisa jadi si ibu dijadikan turut tergugat karena sertifikat tanah yang jadi jaminan masih atas nama ibu," ujar Imam selanjutnya.

Dalam pasal 1820 Kitab Undang-undang Hukum Perdata disebutkan Penanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perkataan si berutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya.

Meski secara hukum tidak ada masalah, namun di mata awam ada moral yang mesti dipertimbangkan juga.

Bahkan Ketua Majelis Hakim Endratmo Rajamai yang menangani perkara Amih sempat memberi nasihat kepada pasangan Handoyo – Yani.

"Harta masih dapat kita cari, kalau orangtua sudah murka mau bagaimana, kita lahir dari siapa ..."kata Endratmo saat memimpin sidang di Pengadilan Negeri Garut, Kamis (30/3/2017).

Sayang, nasihat itu diabaikan oleh Handoyo. Dia berkeras melanjutkan gugatannya. Pria yang tinggal diJakartaini mengaku tak punya masalah dengan ibu mertuanya. Dia hanya ingin kasus perdata utang piutang ini diselesaikan secara hukum.

Pada akhirnya Majelis Hakim menolak semua gugatan Yani Suryani dan Handoyo pada Rabu (14/7/2017).

"Intinya semua gugatan penggugat ditolak dan penggugat jadi pihak yang kalah, tergugat menang," ucap Endratno usai memimpin persidangan.

Yani dan Handoyo juga diwajibkan membayar biaya perkara senilai Rp600.000 lebih.

(*)

Artikel Terkait