Intisari-Online.com – Kasus anak menggugat orangtuanya beberapa kali terjadi di Indonesia.
Kasus terbaru menimpa Muhamad Bola, warga Desa Rangga Solo, Kecamatan Wera, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).
(Baca juga: Digugat Rp216 Juta dan Disuruh Tinggalkan Rumah oleh Anak, Kakek Ini Bawa Kain Kafan)
Pria 74 tahun itu digugat anak kandungnya, Jahari dan menantunya, Arsad Sulaiman sebesar Rp216 juta. Selain digugat secara materil, sang ayah juga dituntut agar angkat kaki dari lahan yang kini telah ditempatinya sejak puluhan tahun silam.
Sebelumnya ada Siti Rokayah (85), alias Amih yang digugat oleh anaknya Yani Suryani dan Handoyo, suami Yani.
(Baca juga:Masih Ingat Kasus Anak yang Gugat Ibu Kandungnya Sebesar Rp1,8 Miliar? Ini Putusan Pengadilannya)
Bagaimana aturannya dalam hukum?
Menurut Imam Hadi, mantan redaktur hukumonline.com yang kini menjadi pengacara, pada prinsipnya semua anak yang sudah dewasa (di atas 18 tahun) adalah subjek hukum yang bebas melakukan perbuatan hukum dengan siapa pun, termasuk orangtuanya.
Dalam kasus Amih, Imam menjelaskan bahwa harus dilihat dulu hubungannya bagaimana. Apakah si ibu memang benar menyatakan diri sebagai penjamin personal atau bukan.
Selain itu, Imam menegaskan bahwa berkas gugatannya harus juga dilihat untuk memastikan apakah sang ibu menjadi satu-satunya Tergugat atau hanya Turut Tergugat. Sedangkan Tergugat sebenarnya adalah saudaranya.
"Karena dalam hukum acara perdata, ada asas hukum yang bilang mendingan kelebihan pihak yang digugat, ketimbang kekurangan pihak. Dalam kasus di Garut ini, bisa jadi si ibu dijadikan turut tergugat karena sertifikat tanah yang jadi jaminan masih atas nama ibu," ujar Imam selanjutnya.
Dalam pasal 1820 Kitab Undang-undang Hukum Perdata disebutkan Penanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perkataan si berutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya.
Penulis | : | Agus Surono |
Editor | : | Agus Surono |
KOMENTAR