Advertorial
Intisari-Online.com- Perang air di masa depan bukan hal yang tidak mungkin terjadi melihat beberapa tanda-tanda yang telah muncul sekarang ini.
Awal bulan Oktober ini, PBB mengeluarkan laporan khusus tentang dampak pemanasan global dengan kenaikan suhu mencapai 1,5° C.
Selain itu, seperti dilansir pada IFL Science, Jumat (19/10), ada beberapa hal menakutkan yang bisa terjadi di masa depan.
Ada ancaman terhadap keanekaragaman hayati dan infrastruktur dan juga akan tiba masa kekeringan yang hebat secara massal.
Baca Juga : Turki Minta 18 Tersangka Pembunuhan Jamal Khashoggi Diekstradisi, Arab Saudi Keras Menolak, Apa Alasannya?
Kekeringan massal bukan tidak mungkin menjadi potensi meletusnya konflik atau perang air.
Yakni saat negara dan kelompok milisi bertempur untuk mendapatkan akses ke sumber daya air.
Sebuah studi baru telah memetakan letak perang air ini kemungkinan akan terjadi.
Seperti yang dilaporkan dalam jurnal Perubahan Lingkungan Global, para peneliti dari Pusat Penelitian Gabungan Komisi Eropa melihat pada kemungkinan apa yang mereka sebut "masalah hidro-politik" di berbagai negara.
Baca Juga : Konflik Kedua Negara Meningkat, AS Justru Undang Putin ke Washington, Berencana Damai?
Masalah hidro-politik ini dipicu dari kekurangan air dan dikombinasikan dengan ketegangan geopolitik serta pertumbuhan penduduk.
Kekuatan-kekuatan ini diharapkan dapat meningkatkan kemungkinan interaksi yang terkait dengan air.
Sayangnya, interaksi ini akan mewujud dalam bentuk konflik bersenjata.
"Bukan berarti setiap kasus akan menimbulkan kkonflik," kata Fabio Farinosi, salah seorang peneliti.
Baca Juga : Raja Malaysia Kembalikan Dana Perayaan Ulang Tahunnya Demi Bantu Negaranya Bayar Utang
Selanjutnya, Fabio juga menambahkan bahwa kemunculan konflik itu juga tergantung pada kesiapan dan perlengkapan masing-masing negara.
Temuan tim menyoroti beberapa bidang utama di mana isu-isu hidro-politik kemungkinan besar akan meningkat.
Tempat-tempat dengan kemungkinan konflik ini terletak di sekitar sungai-sungai Asia dan Afrika Utara.
Seperti Sungai Nil, Gangga-Brahmaputra, Indus, dan Tigris-Eufrat.
Baca Juga : Jenderal Colin Powell, Penyembuh Krisis Militer dan Rasial AS
Hasilnya juga menunjukkan bahwa ada peluang sangat tinggi untuk mengintensifkan "interaksi hidro-politik" di bagian barat daya Amerika Serikat dan Meksiko utara yang mengelilingi Sungai Colorado.
Bagaimana ketegangan ini dimainkan adalah hal yang masih bisa menjadi teka-teki.
Ketegangan geopolitik sangatlah kompleks, selalu berubah, dan sering tidak dapat diprediksi.
Meskipun sangat mungkin juga adanya perselisihan yang muncul sebenarnya dapat dilalui dengan kerja sama yang damai.
Baca Juga : Nama Baru yang Bikin Malu: Ketika Imlek Dilarang Pak Harto
Namun, tetap potensi konflik kekerasan juga sangat nyata.
Pada awal tahun 1979, Presiden Mesir Anwar Sadat menyatakan: "Satu-satunya masalah yang bisa membawa Mesir berperang lagi adalah air."
Itu karena Lembah Sungai Nil adalah daerah yang sangat mengkhawatirkan.
Baca Juga : Sumpah Pemuda: Ini Syair Lengkap 'Indonesia Raya' Tiga Stanza, Ada Aturan dalam Menyanyikannya Juga, Lo!
Sepuluh negara berbagi Sungai Nil; Burundi, Mesir, Eritrea, Ethiopia, Kenya, Rwanda, Sudan, Tanzania, Uganda, dan Republik Demokratik Kongo.
Lebih dari 250 juta orang tinggal di negara-negara ini dan jumlah itu akan berlipat ganda selama beberapa dekade mendatang.
Memang, pertempuran atas hak atas sungai, air tawar, dan laut sama tuanya dengan perang itu sendiri.
Namun, sekarang menjadi jelas bahwa sumber daya air akan menjadi faktor yang semakin besar dalam politik dunia.
Baca Juga : China Siap Perang, Presiden Minta Prajurit Bersiap, Menhan akan Lakukan Apapun untuk Pertahankan Taiwan