Advertorial
Intisari-Online.com- Pelajar SMP di Parepare, Sulawesi Selatan, diduga jadi korban pemukulan oleh seorang guru olahraga.
“Mirip pukulan petinju kelas dunia, guru olahraga saya sendiri memukul saya tepat di uluhati. Saat itu juga saya merasakan sesak. Saya menangis dan terdiam karena sakit. Eh... malah saya kembali dianggap mengolok-olok dirinya. Pak guru kemudian mengeluarkan kata-kata kasar,“ kata YF, Minggu (20/10/2018) sebagaimana dilansir dari Kompas.com.
Sementara siswa itu mengalami pembengkakan di bagian perut.
Kejadian itu kemudian dilaporkan Azhar Zulfurqan, kuasa hukum keluarga korban ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Parepare.
Baca Juga : Apakah Sebenarnya Kematian Itu? Begini Definisinya Menurut Medis
Polisi juga sedang menjadwalkan pemanggilan oknum guru.
Terlepas dari kabar kekerasan oknum guru yang menimpa siswanya ini, bagaimana efek psikologis kekerasan terhadap anak?
EFEK PSIKOLOGIS KEKERASAN TERHADAP ANAK
Anak-anak dengan paparan tingkat kekerasan tinggi memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk menderita depresi, kemarahan, dan kecemasan.
Selain itu, kekerasan juga memiliki dampak jangka panjang lainnya.
Yakni bahwa anak-anak akan percaya bahwa kekerasan merupakan cara yang wajar untuk memecahkan masalah.
Mereka juga bisa menjadi percaya bahwa kekerasan bisa terjadi di mana saja dan kepada siapa saja kapan saja.
Lebih lanjut, anak-anak korban kekerasan juga berisiko nantinya akan melakukan kekerasan terhadap orang lain.
Anak-anak yang menyaksikan atau menjadi korban kekerasan lebih agresif terhadap orang lain.
Mereka juga akan menunjukkan gejala stres pascatrauma yang bermasalah.
Baca Juga : Cara Mengatasi Sakit Gigi Pada Anak: Pakai 4 Tips Ampuh Ini !
APA YANG BISA DILAKUKAN ORANG TUA?
Orang tua memiliki peran penting untuk dimainkan, yakni dengan dukungan dan pemantauan.
Hal yang sama berlaku untuk remaja juga.
Kadang-kadang kita sering berasumsi bahwa ketika anak menuju remaja, mereka tidak akan membutuhkan pemantauan lagi karena akan lebih sering menghabiskan waktu dengan sebayanya.
Baca Juga : Sengaja Melupakan Janji Termasuk 1 dari 15 Pelecehan Verbal (2)
Selain itu mereka juga ingin sebagai sosok yang sudah mandiri.
Tapi bukan itu masalahnya.
Remaja memiliki lebih banyak akses ke media sosial, obat-obatan dan alkohol, dan transportasi.
Hal ini bukan tidak mungkin dijadikan sebagai pelarian atas masalah yang menimpa mereka.
Baca Juga : Viral Donat Indomie Goreng di Autralia: Rupanya Kreasi Indomie Bermacam-macam, Termasuk Es Krim
Orangtua sering kali menjadi orang pertama yang mengenali anak-anak mereka yang berjuang dengan masalah kesehatan dan perilaku mental.
Dan mereka bisa menjadi penyedia bantuan kesehatan mental pertama yang terbaik kapanpun dan bagaimanapun anak-anak mereka membutuhkannya.
Kedekatan dan intensitas adalah hal yang penting, penting untuk terus mendiskusikan hal ini dengan anak-anak kita dan membantu mereka mengekspresikan emosi dan pandangannya.
Jelaskan juga bahwa tindakan kekerasan bukanlah sebuah jalan keluar.
Baca Juga : Mungkinkah Penyakit Asam Urat Bisa Disembuhkan? Ini Jawaban para Ahli