Advertorial

Sisi Gelap Salah Satu Kota di China: Sambil Menangis Pekerja Ini Beberkan Bagaimana Dirinya yang Dianggap Semut

Adrie Saputra
Adrie Saputra
Ade Sulaeman

Tim Redaksi

Pada suatu hari di musim hujan, Wang Zhaogang yang berusia 52 tahun mulai kesulitan untuk mengatur napas setelah terkena penyakit paru-paru.
Pada suatu hari di musim hujan, Wang Zhaogang yang berusia 52 tahun mulai kesulitan untuk mengatur napas setelah terkena penyakit paru-paru.

Intisari-Online.com - Pada suatu hari di musim hujan, Wang Zhaogang yang berusia 52 tahun mulai kesulitan untuk mengatur napas setelah terkena penyakit terkait paru-parunya.

Nafasnya yang terengah-engah mengeluarkan suara berat yang dalam.

Sangat lemah sehingga detak jantungnya terlihat di bawah kulit membentang di tulang rusuknya.

Wang Zhaogang, dari provinsi Hunan di China tengah, telah kehilangan 15kg berat badannya dari tahun sebelumnya, kini beratnya hanya 40kg saja.

Baca Juga : Seks Tukar Pasangan Lebih Berisiko Terkena Penyakit Kelamin Dibanding Memakai Jasa PSK

Namun, ia telah bepergian sendiri lima kali tahun belakangan ini dari kota kelahirannya di Sangzhi - salah satu dari 10 kabupaten termiskin di China.

Dia sekarang di kota Shenzhen selatan untuk mengkampanyekan seruan untuk pemerintah kota dalam membantu pekerja seperti dia.

Dipenuhi dengan kebencian, dia memelototi gedung pencakar langit kota, yang dia bantu untuk membangun gedung itu dari tahun 2004 dan seterusnya -hingga dia mengorbankan kesehatannya.

"Kami diperlakukan seperti semut, bukan manusia," kata Wang, terengah-engah.

Baca Juga : Berkedok Pusat Pelatihan, China Legalkan Kamp Cuci Otak Muslim Uighur

"Saya menjual hidup saya ke Shenzhen. Jika saya tahu bahaya pengeboran pneumatik, saya tidak akan pernah melakukan pekerjaan itu, betapapun miskinnya saya."

Wang Zhaogang terkejut ketika pada bulan Mei tahun lalu, dia menemukan dirinya didiagnosis memiliki stadium tiga silikosis - penyakit paru-paru - terkait dengan tahun-tahun keterpaparannya terhadap debu silika di tempat kerja.

Daripada hanya diam menerima nasibnya, dia kini telah mengajukan petisi kepada pemerintah Shenzhen untuk kompensasi.

Dia hanya salah satu di antara lebih dari 600 pekerja dari Hunan yang mencari uang untuk perawatan medis dan untuk mendukung keluarga mereka.

Baca Juga : Meski Tertinggal, China Bulatkan Tekad Ciptakan Obat-obatan Murah untuk Penyakit Ganas

Kota Shenzhen, di provinsi Guangdong, dari desa nelayan kini menjadi kota dengan produk domestik bruto.menghasilkan 338 miliar dolas AS (Rp5.000 triliun) pada tahun 2017.

Shenzhen telah merayakan 40 tahun sejak kebijakan pembukaan nasional China yang memunculkan kesuksesannya.

Namun nasib para pekerja yang membangun jalur kereta bawah tanahatau fondasi menegaskan bahwa perlindungan tenaga kerja tetap menjadi masalah satu dekade setelah China memperkenalkan undang-undang pada tahun 2008 yang mengharuskan pengusaha untuk mengeluarkan kontrak - dan dengan demikian ada bukti kerja - untuk staf mereka.

Gu Fuxiang, seorang mantan teman sesama pekerja berusia 51 tahun dari Sangzhi dengan tahap dua silikosis, mengatakan, "Shenzhen tidak dapat mencapai kesuksesan tanpa kontribusi sekelompok pasien silikosis seperti kita".

"Saya membayar dengan hidup saya untuk berkontribusi pada pencapaian Shenzhen," kata Gu.

Kakak laki-laki Gu meninggal karena silikosis pada tahun 2016 di usia 51 tahun, dan seorang adik laki-laki yang diduga silikosis stadium satu sedang menunggu untuk diagnosis ulang.

"Saya sangat membutuhkan uang ini," kata Gu.

"Saya membutuhkannya untuk mendukung orangtua saya, untuk pendidikan anak-anak saya dan untuk melunasi hutang."

Baca Juga : Idap Penyakit Langka dengan Ratusan Benjolan di Seluruh Tubuh, Pria Ini 'Dibuang' Istrinya Sendiri

"Saya tidak punya banyak waktu tersisa. Saya harus membuat pengaturan untuk pemakaman saya."

Silikosis adalah bentuk yang tidak dapat disembuhkan dari pneumoconiosis, penyakit paru-paru yang disebabkan oleh menghirup debu silika udara yang berkepanjangan.

Operator bor pneumatik mengebor lubang jauh ke dalam granit keras di bawah Shenzhen untuk untuk membangun fondasi.

Para pekerja Sangzhi mengatakan bahwa ketika mereka dipekerjakan, pekerjaan semacam itu menghasilkan tingkat upah harian sebesar 200 hingga 300 yuan (Rp400 ribu - Rp600 ribu), tiga kali lebih tinggi daripada jenis pekerjaan konstruksi lain pada waktu itu.

Sejak tahun 1990-an, buruh dari Hunan - dari Leiyang, Miluo, Zhangjiajie dan Sangzhi - telah berbondong-bondong ke kota-kota termasukke Shenzhen untuk mengambil pekerjaan pengeboran dan mendapatkan uang tunai dengan cepat, tetapi pada tahun 2000-an banyak yang mulai jatuh sakit dan sekarat. (Adrie P. Saputra)

Baca Juga : Meski Tertinggal, China Bulatkan Tekad Ciptakan Obat-obatan Murah untuk Penyakit Ganas

Artikel Terkait