Advertorial
Intisari-Online.com - Istri komedian Indro Warkop DKI, Nita Octobijanthy meninggal dunia pada Selasa (9/10/2018) dikarenakan kanker paru-paru.
Dia didiagnosis dengan kanker paru-paru pada Agustus 2017 setelah dua tahun lalu berhenti merokok.
Nita adalah satu dari jutaan orang di seluruh dunia yang meninggal karena kanker paru-paru.
Diketahui secara umum bahwa merokok dapat menyebabkan kanker paru-paru.
Baca Juga : Saat Dono Berpulang, Saat Indro Warkop Pertama Kalinya Kehilangan Orang Tercinta karena Kanker Paru
Namun, beberapa orang yang merokok seumur hidup mereka justru tidak mengembangkan penyakit tersebut.
Sebuah studi di Eropa tahun 2006menggolongkanpersentase orang-orang yang berisiko terkena kanker paru-paru.
- 0,2 persen untuk pria dan 0,4 persen untuk wanita yang tidak pernah merokok.
- 5,5 persen untuk pria dan 2,6 persenuntuk wanita mantan perokok
- 15,9 persen untuk pria dan 9,5 persen untuk wanita yang saat ini merokok
- 24,4 persen untuk pria dan 18,5 persen untuk wanita yang merupakan perokok berat lebih dari lima batang per hari.
Sedang sebuah penelitian di Kanada menyatakan bahwa perokok berisiko 17,2 persen pria dan 11,6 wanita.
Sedang bukan perokok memiliki risiko sebesar 1,3 persen pada pria dan 1,4 persen pada wanita.
Dalam setiap studi tetap saja orang yang merokok berisiko lebih tinggi terkena kanker paru-paru dibandingakan dengan yang tidak merokok.
Dan pertanyaan mengenai mengapa orang yang menjadi perokok berat justru tidak pernah mengidap kanker paru-paru seumur hidup mereka?
Baca Juga : Nyaris Jadi Malaikat Maut Genghis Khan, Jenderal Ini Malah Jadi Pengabdi Setia
Dr Elisna Syahruddin, SpP(K), PhD mengatakan, ada beberapa faktor risiko penyebab kanker paru. Seseorang yang berusia di atas 40 tahun berisiko lebih tinggi.
Namun, umur tak selalu menjadi patokan, deangn ditemukannya pengidap kanker paru-paru pada usia 30 tahunan, kata Elisna.
Menurutnya, selalu ada potensi tumbuhnya sel kanker paru di dalam tubuh manusia. Namun, hal itu bisa disembuhkan oleh tubuh dengan sendirinya.
Dalam momen tertentu terdapat mukosa atau selaput lendir di saluran pernapasan dari hidung hingga ke bronkus yang rusak.
Baca Juga : Harga BBM Naik: Bahayakah Gonta-ganti Bahan Bakar dari Pertamax ke Pertalite?
Kalau jumlahnya sedikit, tubuh masih bisa memperbaikinya.
"Kalau ada yang slip, dia menjadi tidak normal, yaitu bibit-bibit kanker. Tapi, tidak segampang itu menjadi kanker. Ada mekanisme tubuh sendiri untuk menghilangkan yang tidak normal tadi. Maka tidak semua orang terkena kanker," kata Elisna.
Meski begitu, perokok tidak lantas bersantai dan tidak memikirkan risiko yang akan terjadi.
Risiko kanker paru-paru tetap lebih besar pagi para perokok.
Menurut Elisna, setiap hari perokok mengiritasi dengan intensitas tinggi yang menyebabkan perubahan jaringan dan sel di saluran pernapasan.
Hal ini memicu terjadinya sel kanker paru.
Elisna menyebut, perokok saah mengartikan rendahnya kandungan nikotin pada rokok.
Ketika melihat label tersebut, perokok cenderung merasa lebih aman dari penyakit dan mengonsumsi lebih banyak rokok.
Nyatanya, nikotin hanya salah satu zat karsinogen yang memicu terjadinya kanker paru-paru.
"Nikotin itu lebih dominan kepada adiksi atau kecanduannya. Semakin lemah kadar yang diberikan, orang yang ketagihan jadi cenderung merokok lebih banyak. Akibatnya, iritasinya lebih banyak, dan risikonya lebih tinggi," kata Elisna.
Namun, alangkah lebih baik jika seseorang berhenti merokok.
Elisna mengingatkan, dibutuhkan waktu setidaknya 15 tahun setelah berhenti merokok agar kondisi paru sama dengan orang yang tidak merokok.
Baca Juga : Khusus untuk NTB dan Sulteng yang Terkena Bencana, Harga BBM Tidak Ikut Naik