Advertorial
Intisari-Online.com - Gunung Anak Krakatau (GAK) di Selat Sunda, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung kembali mengalami erupsi.
Hal ini sesuai dengan pengamatan pada Senin (1/10) hingga Selasa (2/10) dini hari.
Menurut laporan tertulis staf Kementerian ESDM, Badan Geologi, PVMBG, Pos Pengamatan Gunung Anak Krakatau Jumono yang diterima di Bandarlampung, Selasa pagi, periode pengamatan 1 Oktober 2018 pukul 00:00 WIB, secara visual kondisi gunung berkabut 0-III.
Sementara itu, asap kawah tidak teramati dan ombak laut tenang.
Diumumkan pula, tingkat aktivitas Gunung Anak Krakatau mencapai Level II (Waspada).
Karena kondisi ini, masyarakat maupun wisatawan direkomendasikan untuk tidak diperbolehkan mendekati kawasan dalam radius 2 km dari kawah.
Gunung Anak Krakatau tentu saja memiliki kisahnya sendiri.
Baca Juga : Erupsi, Status Gunung Anak Krakatau Naik Jadi Waspada, Tapi Belum Bahayakan Warga dan Penerbangan
Tak ada "anak" bila tidak ada "ibu", namun ke manakah sosok "Ibu Krakatau" ini?
Mengapa kini hanya ada Gunung Anak Krakatau?
Semua berawal dari letusan Gunung Krakatau pada Agustus 1883.
Ini adalah salah satu letusan gunung berapi paling mematikan dalam sejarah modern. Waktu itu, si "Ibu Krakatau" benar-benar membuat gaduh dunia beserta isinya.
Diperkirakan lebih dari 36 ribu orang meninggal akibat letusan gunung tersebut.
Banyak yang meninggal akibat luka panas dari ledakan dan banyak lagi yang menjadi korban tsunami, menyusul ledakan.
Setelah insiden tsunami, gunung berapi runtuh menjadi kaldera di bawah permukaan laut.
Letusan juga mempengaruhi iklim dan menyebabkan suhu turun di seluruh dunia.
Sekadar informasi, Pulau Krakatau berada di Selat Sunda antara Jawa dan Sumatra, Indonesia.
Sebelum letusan bersejarah, pulau ini memiliki tiga puncak gunung berapi: Perboewatan, yang paling utara dan paling aktif; Danan di tengah; dan yang terbesar, Rakata, membentuk ujung selatan pulau.
Baca Juga : Walau Alami Erupsi Setinggi 1.000 Meter, Tapi Status Gunung Anak Krakatau Tidak Membahayakan
Krakatau dan dua pulau terdekat adalah sisa-sisa letusan besar sebelumnya yang meninggalkan kaldera bawah laut.
Pada pukul 12:53 pada Minggu tanggal 26 Agustus 1883, ledakan awal letusan mengirimkan awan gas dan puing-puing sekitar 24 km ke udara di atas Perboewatan.
Pada pagi hari tanggal 27, empat ledakan dahsyat, terdengarhingga Perth, Australia, sekitar 4.500 km, menenggelamkan Perboewatan dan Danan ke bawah laut.
Ledakan awal ruang magma memungkinkan air laut untuk memanggil lava panas.
Hasilnya dikenal sebagai freatomagmatik.
Air mendidih, menciptakan bantalan uap super panas yang membawa aliran piroklastik hingga 40 km dengan kecepatan melebihi 99 km/jam.
Letusan diperkirakan memiliki kekuatan ledakan 200 megaton TNT.
(Untuk perbandingan, bom yang menghancurkan Hiroshima memiliki kekuatan 20 kiloton, jadi hampir sepuluh ribu kali lebih eksplosif.)
Baca Juga : Cerita dari Gunung Kemukus: Kisah Komunitas Kecil di Tengah Ramainya Industri Prostitusi Kemukus
Tephra (pecahan batu vulkanik) dan gas panas vulkanik membuat banyak korban di Jawa bagian barat dan Sumatra, tetapi ribuan lainnya tewas akibat tsunamipascaledakan.
Dinding air, hampir 36 meter, diciptakan oleh runtuhnya gunung api ke laut.
Itu benar-benar membanjiri pulau-pulau kecil di dekatnya.
Penduduk kota-kota pesisir di Jawa dan Sumatra melarikan diri ke tempat yang lebih tinggi. Seratus enam puluh lima desa pesisir hancur.
Kapal uap Berouw dibawa hampir 1,6 km ke daratan di Sumatra, 28 awak kapal terbunuh.
Ledakan itu melontarkan sekitar 11 kilometer kubik puing ke atmosfer, langit gelap hingga 442 km dari gunung berapi.
Di sekitar lokasi, fajar tidakterlihat selama tiga hari.
Suhu global rata-rata adalah 1,2 derajat lebih dingin untuk lima tahunpascaledakan.
Pada 1927, 44 tahun setelah ledakan, beberapa nelayan Jawa terkejut ketika melihat uap dan puing mulai dimuntahkan dari kaldera yang runtuh itu.
Dalam beberapa minggu, ujung kerucut baru muncul di atas permukaan laut.
Dalam waktu satu tahun, ia tumbuh menjadi pulau kecil, yang diberi nama Anak Krakatau.
Anak Krakatau terus meletus secara berkala, meskipun letusan kecil, inicukup berbahaya untuk pulau-pulau sekitarnya.
Letusan gunung Anak Krakatau (erupsi letusan) terakhir adalah pada tanggal 31 Maret 2014. (Adrie P. Saputra)
Baca Juga : Kisah Kakek Manjhi: Dianggap Gila Karena Nekat 'Membelah Gunung' Selama 22 Tahun Demi Desanya