Advertorial
Intisari-Online.com – Seorang warga asal Singapura, Ng Kok Choong, membagikan kisahnya kepada channelnewsasia.com tentang gempa dan tsunami yang melanda Donggala dan Palu pada Jumat (28/9/2018).
Menurut, pria asal 53 tahun tersebut berada di Palu untuk ambil bagian dalam kompetisi paralayang.
Ketika baru saja meninggalkan Hotel Mercure, tempat dia menginap, dia merasakan “Bumi bergetar sangat keras”.
"Saya langsung jatuh ke tanah dan saya bahkan tidak bisa duduk untuk menstabilkan diri saya,” cerita Choong.
Baca Juga : Warganet Marah, Pengasuh yang Cekoki Bayi dengan Cabai Hijau Hingga Mati Hanya Dihukum 18 Bulan Penjara
“Saya berguling-guling. Saya bisa melihat semua benda berjatuhan, debu bertebaran, dan hotel saya bergerak seperti ‘jeli’. Tak lama, hotel saya runtuh.”
Ketika kondisi mulai stabil, Choong berusaha menenangkan dirinya dan temannya, Francois.
Namun ketika dia melihat ke arah pantai, dia melihat ombak tinggi dan dia pun mengira akan terjadi tsunami.
Untuk menghindari tsunami yang akan datang, keduanya mencari tempat yang lebih tinggi dan akhirnya kembali ke bangunan Hotel Mercure yang tersisa.
Saat itulah mereka bertemu dengan seorang gadis kecil dan ibunya terjebak di bawah puing-puing hotel.
"Mereka menangis dan kami mencoba untuk menarik mereka keluar. Kami berhasil menarik keluar gadis kecil itu, tetapi ibunya terjebak," kata Ng.
Karena tsunami sudah sangat dekat, Choong meminta temannya membawa gadis tersebut ke atas pohon. Sementara sang ibu belum bisa mereka tolong.
Choong menggambarkan seluruh situasi tersebut sangat “menakutkan”. Gedung berguncang, angin menyerbu, dan ombak menerjang masuk.
Baca Juga : Ide Gila AS: Saat Bom Nuklir Ditembakkan ke Angkasa untuk Hancurkan Badai pada 1952
Selama 30 menit, Choong berada di tempat yang lebih tinggi dan menunggu tsunami mereda.
Setelah dia memastikan tempatnya aman, dia kembali ke tempat ibu gadis kecil itu berada. Dia bisa mendengar teriakan kesakitan dari si ibu karena sebuah beton menimpa pahanya.
Sayangnya, Choong tidak bisa mengangkat beton tersebut. Dia pun menunggu hingga satu jam sampai orang-orang datang membantu.
Syukurnya, mereka berhasil menyelamatkan nyawa si ibu. Mereka pun segera ke tempat pengungsi yang sudah dihuni banyak penduduk. Francois dan anak si ibu juga di sana.
Mereka tinggal di sana beberapa jam sampai pihak penyelenggara acara paralayang berhasil menemukan Choong dan Francois.
Namun karena koneksi terputus, Choong tidak bisa menghubungi keluarganya di Singapura.
Dia baru berhasil menghubungi istrinya beberapa jam kemudian dan meminta sang istri memberitahu Kementerian Luar Negeri Singapura.
Besok harinya, Choong memberanikan diri mencari paspornya di area dengan Hotel Mercure.
Baca Juga : Beryl Dean Ahli Sulam Terkenal di Inggris Karyanya Banyak Ditempatkan di Gereja-gereja
Dalam perjalanan ke sana, dia bisa melihat betapa mengerikannya kondisi kota Palu.
"Sepanjang jalan, saya melihat bahwa jalan di sepanjang pantai rusak, semua hal hancyutbangunan runtuh dan ada puing-puing di mana-mana," katanya.
Dengan menghancurkan jendela, dia berhasil mengambil barang-barangnya, termasuk paspornya.
Tidak lama, Choong dievakuasi oleh angkatan udara Indonesia yang telah diatur di bandara domestik Palu.
Dengan pesawat militer, Choong diterbangkan ke Makasar dan kemudian ke Jakarta.
Ketika sampai Jakarta, ia memesan penerbangan kembali ke Singapura. Dia tiba di Singapura pukul 12.30 malam pada hari Minggu.
"Saya senang bertemu dengan istri saya dan pulang ke rumah," katanya.
Namun sedihnya, dia mengetahui lima orang dari tim paralayangnya masih hilang.
“Saya mendapat pelajaran yang sangat berharga. Seperti Anda tidak tahu kapan bencana akan datang dan menyerang kita,” tutup Choong.
Baca Juga : Peringati 70 Tahun ‘Armed Forces Day’, Korea Selatan Akan Gelar Parade Militer