Advertorial
Intisari-online.com -Ade Irma Suryani menjadi korban peritiwa G30S PKI yang terjadi pada 1965.
Gadis kecil itu tewas bersimbah darah dalam pelukan ibunya, Johanna Sunarti Nasution.
Anak sulung AH Nasution, Hendrianti Sahara Nasution menceritakan peritiwa yang merenggut nyawa adiknya itu.
Dalam wawancara yang disiarkan oleh Tv One, Hendrianti mengatakan sang adik tewas tertembak dari jarak dekat.
Baca Juga : Ade Irma Suryani, Perisai Bagi Sang Ayah Saat G30S/PKI
Hendrianti menggambarkan peristiwa berdarah itu di tempat kejadian, dikediaman AH Nasution yang telah dijadikan museum, di Menteng, Jakarta Pusat.
Pada pukul 3.30 WIB dini hari, Jenderal AH Nasution dan Johanna terbangun dari tidur.
"Pukul 3.30 pagi, ibu saya dan ayah terbangun gara-gara nyamuk. Terdengar pintu digerebek, ibu saya melihat pasukan Cakrabirawa masuk," kata Hendrianti.
Menyadari hal tersebut, istri AH Nasution langsung menutup pintu.
Baca Juga : Sejarah Genjer-genjer, Lagu Rakyat yang Jadi Lagu Terlarang Karena PKI
"Itu yang akan membunuh kamu sudah datang," kata Johanna kepada suaminya.
Kemudian, pasukan Cakrabirawa menembaki pintu tersebut.
"Lalu bapak (AH Nasution) bangun dan bilang biar saya hadapi, tapi ibu bilang jangan," kata Hendrianti.
Saat penyerbuan terjadi, Ade Irma Suryani bersama ayah dan ibunya.
Baca Juga : Ini Nasihat Terakhir DN Aidit kepada Adiknya Sebelum Kejadian G30S yang Berdarah Itu
Johanna berusaha melindungi AH Nasution, ia menyerahkan Ade Irma Suryani kepada adik iparnya.
"Ibu bilang ke adik bapak, tolong pegang Irma, karena dia harus menyelamatkan bapak. Sementara ibu beliau nangis lihat ayah ditembak," carita Hendrianti.
Adik AH Nasution menuruti permintaan Johanna, ia menggendong Ade Irma Suryani.
Namun, ia panik dan tak sengaja membuka pintu yang diberondong oleh pasukan Cakrabirawa.
"Langsung, (pasukan Cakrabirawa) menembak adik saya. Jaraknya segini (sambil menunjuk diorama tempat ditembaknya Ade Irma dalam jarak dekat)," katanya.
Peluru tersebut akhirnya menembus badan Ade Irma Suryani.
"Adik saya ditembak, peluru masuk ke tangan tante saya, dan menembus ke badan adik saya," ujarnya.
Setelah Ade Irma Suryani tertembak, pintu ditutup kembali oleh Johanna Nasution.
Ia langsung menggendong tubuh anaknya yang bersimbah darah, sambil mengantar AH Nasution utnuk menyelamatkan diri.
Baca Juga : Seputar G30S: Kisah Sukitman, Agen Polisi yang Lolos dari Lubang Buaya
Bahkan Hendrianti mengatkan darah versi asli lebih banyak dibandingkan yang ada di diorama.
Ternyata ada sekitar tiga peluru yang bersarang di punggung kecil Ade Irma Suryani.
Mengutip dari halaman Facebook Museum of Jenderal Besar Dr AH Nasution, Hendrianti menjelaskan saat peritiwa itu terjadi usianya masih 13 tahun.
Saat rumahnya dikepung Cakrabirawa, ia tidur di kamar seberang kamar orangtuanya.
Ia terbangun saat mendengar suara tembakan.
Putri sulung AH nasution itu berusaha menyelamatkan diri dengan cara melompat dari jendela yang tingginya 2 meter.
"Sampai tulang kaki saya patah yang saya rasakan sakitnya sampai sekarang, paha kaki saya yang kanan penuh dengan pen penyambung tulang," ucapnya.
Sambil menahan rasa sakit, ia mencari ajudan.
Ia kemudian bersembunyi di kamar ajudan dan diberi tahu keselamatan keluarganya sedang di ujung tanduk.
Baca Juga : Ternyata, Sebenarnya Ada 8 Jenderal yang Akan Diculik Saat G30S/PKI
"Tak berapa lama terjadi ribut-ribut di ruang jaga dan ajudan pak NAs Lettu Czi Pierre Tendean diculik. Sampai pagi saya bersembunyi," katanya.
Setelah hari menjelang pagi, Johanna mencari Hendrianti sambil menggendong Ade Irma yang terluka.
AH Nasution menyelamatkan diri dengan cara melompat pagar ke Kedubes Irak yang ada di sebelah.
Ia bersembunyi di belakang tong untuk menyelamarkan diri dari penculikan dan pembunuhan.
Ade Irma dibawa ke RSPAD untuk diberikan pertolongan.
Gadis kecil itu harus menjalani operasi beberapa kali.
Hendrianti yang tak kuasa melihat adiknya yang bersimbah darah hanya bis amenangis.
"Adik saya bilang, 'Kakak jangan nangis, adik sehat'," katanya.
Selain menenangkan Hendrianti, Ade Irma juga bertanya kepada sang ibu.
"Adik tanya ke ibu saya, 'Kenapa ayah mau dibunuh mama?"
Kalimat tersebut diucapkan sebelum Ade Irma Suryani meninggal dunia.
Ia menghembuskan napas terakhirnya setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit.
"Tanggal 6 Oktober adik saya dipanggil Allah. Saya sebagai manusia sudah memaafkan mereka tapi peritiwa ini tidak boleh dilupakan," ucapnya (Fidya Alifa Puspafirdausi)
Baca Juga : Mengungkap Tabir G30S dari Bangsal Forensik: Tidak Ada Pencungkilan Mata Seperti dalam Film