Intisari-Online.com -Usianya memang sudah 73 tahun. Meski demikian, itu tidak menyurutkan keuletan Mbak Sudarmi menjadi tukang tambal ban di Semarang, Jawa Tengah.
Lapak tambal ban Darmi—demikian ia kerap disapa—terletak di Jalan Stadion Selatan, Semarang Tengah, dengan luas sekitar 2 meter x 6 meter. Beberapa bagian bangunan berbahan kayu dan bambu itu telah lapuk.
(Baca juga:Museum Kartini: Gambaran Kesederhanaan, Keuletan dan Kegenitan Sang Pejuang Wanita Indonesia)
Di tempat itu, Mbah Darmi biasa duduk beralas tikar berlantai tanah, sambil menunggu orang yang memerlukan jasanya.
Di hadapannya, terdapat tumpukan ban sepeda motor bekas, juga perlengkapan menambal, dan sebuah kaleng bekas berisi uang receh.
Darmi mulai berjuang seorang diri setelah suaminya wafat, tiga tahun silam.
“Saya dan suami saya sudah 35 tahun bekerja di sini. Dulu waktu suami saya masih hidup, saya hanya membantu. Suami saya yang menambal,” kata Mbah Darmi sambil menunjukkan KTP almarhum suaminya yang tersimpan rapi di dompet.
Meski sudah sangat renta, Mbah Darmi mengaku tenaganya masih kuat untuk sekadar mengganti atau menambal ban. Namun, untuk pekerjaan yang membutuhkan energi lebih dari itu, Mbah Darmi enggan memaksa.
Meski kondisinya memprihatinkan, Mbah Darmi mengaku sempat beberapa kali tak dibayar oleh orang yang telah memakai jasanya.
Mbah Darmi pun mengaku beberapa kali mengikhlaskan bensin dagangannya untuk orang yang kehabisan bahan bakar.
Sebetulnya, kata Mbah Darmi, anak-anaknya telah melarangnya bekerja dan menyuruhnya beristirahat di rumah.
Namun, selama dia sehat serta tenaganya masih kuat, Mbah Darmi enggan berpangku tangan. “Daripada menganggur cuma makan dan tidur, lebih baik saya bekerja, bisa bantu anak cucu,” katanya.
(Baca juga:Nenek 70 Tahun Ini Sudah 28 Tahun Tak Mengonsumsi Gula, Hasilnya Sungguh Luar Biasa)
Minah, warga sekitar, merasa iba melihat Mbah Darmi bekerja pada usianya yang renta.
Menurut Minah, sudah selayaknya Mbah Darmi menikmati masa tuanya di rumah dan meninggalkan pekerjaan berat. Namun, di sisi lain, dia mengaku salut sekaligus terharu melihat semangat dan perjuangan Mbah Darmi untuk memperoleh rezeki halal.
“Saya saja sebagai perempuan yang masih muda belum tentu kuat kerja seperti itu, apalagi itu pekerjaan yang biasa dikerjakan laki-laki. Tapi, Mbah Darmi mau melakukan itu,” kata Minah.