Hati-hati! Fitness Tracker Bisa Menyabotase Program Penurunan Berat Badan Kita

Agus Surono

Editor

Bagus untuk mengukur detak jantung tapi belum tentu untuk jumlah kalori terbakar.
Bagus untuk mengukur detak jantung tapi belum tentu untuk jumlah kalori terbakar.

Intisari-Online.com - Gelang yang dapat memantau tingkat kebugaran dan mencatat aktivitas fisik (fitness tracker) saat ini sangat populer. Alat itu bisa mengukur denyut jantung, jumlah langkah yang ditempuh, lama waktu tidur, banyaknya kalori yang terbakar, sampai tingkat stres pemakainya.

Data-data yang terkumpul itu ternyata banyak yang dibawa saat mereka pergi ke dokter.

(Baca juga: Jangan Minum Es Setelah Berolahraga! Lo, Memangnya Kenapa?)

“Dengan data-data itu mereka meminta kami untuk menjelaskannya dan memberinya saran bagaimana menghindari penyakit kardiovaskuler,” kata ahli jantung Euan Ashley, associate profesor kedokteran di Stanford University Medical Center dan Stanford Hospital and Clinics di California Utara.

Ashley menambahkan, di seputaran Silicon Valley, dia mendapat banyak pasien melek teknologi yang membawa alat penjejak kebugaran itu untuk janji bertemu.

Masalahnya, kata Ashley, adalah dia tidak tahu seberapa andal data itu. Jadi, dia dan rekannya memutuskan untuk mempelajari tujuh perangkat yang paling populer dan membandingkan keakuratannya dengan tes standar yang digunakan kalangan dokter.

Mereka melihat dua ukuran: detak jantung dan kalori terbakar. Untuk detak jantung, alat penjejak kebugaran dibandingkan dengan hasil dari electro-cardiogram atau EKG. Ternyata perangkat itu, "Sangat akurat," kata Ashley.

"Kalaupun salah, hanya sekitar 5 persen."

(Baca juga: T&J Jantung: Olahraga Memicu Serangan Jantung?)

Namun, ketika digunakan untuk mengukur berapa banyak kalori yang dibakar, ternyata alat penjejak kebugaran itu tidak akurat. Tingkat ketidakakuratannya berkisar antara 20 persen dan 93 persen!

Hmmm … bayangkanlah 93 persen, yang berarti salah total. Jadi jangan bergembira dulu telah bisa membakar banyak kalori.

Peneliti membandingkan hasil pengukuran alat penjejak itu dengan sistem perhitungan metabolisme yang canggih yang mengukur oksigen dan karbon dioksida dalam napas orang.

"Penelitian ini dirancang dan dilakukan dengan baik," kata Dr. Tim Church, seorang profesor kedokteran preventif di Pennington Biomedical Research Center di Louisiana State University yang tidak terlibat dalam penelitian ini.

Church secara rutin berkonsultasi dengan perusahaan tentang bagaimana mengenalkan strategi kesehatan ke tempat kerja. Dengan angka kesalahan sebesar 93 persen, berarti hasilnya tak lebih dari "fiksi daripada fakta."

Bayangkanlah jika seseorang itu melihat di alatnya bahwa ia telah membakar 100 kalori dari tubuhnya, lalu dengan gembira melahap makanan dengan jumlah kalori katakanlah 50. Dalam hatinya ia telah memangkas 50 kalori. Padahal yang sebenarnya terjadi adalah sebaliknya. Ia justru telah menambah kalori ke dalam tubuhnya.

“Mereka tidak sadar ada yang menyabotase program penurunan berat badan mereka."

(Baca juga: Olahraga Saat Hamil Memang Baik untuk Janin, Tapi Tidak Semua Ibu Hamil Harus Berolahraga)

Church merujuk sebuah penelitian tahun 2016 tentang program penurunan berat badan. Pesertanya ada yang menggunakan alat penjejak kebugaran ada yang tidak. Ternyata mereka yang menggunakan alat penjejak kebugaran justru lebih sedikit kehilangan berat badan dibandingkan dengan mereka yang tidak menggunakan alat itu.

"Ini sebuah contoh bahwa tidak memiliki informasi bisa lebih bagus daripada punya tapi informasinya salah," katanya.

Jangan lupa berolahraga

Penelitian Stanford itu dipublikasikan di Journal of Personalized Medicine. Respondennya relatif sedikit, dengan 29 pria dan 31 wanita. Selain hasil utama, ada beberapa temuan menarik lainnya. Pada kelompok orang tertentu - misalnya, mereka yang memiliki kulit lebih gelap, angka BMI tinggi, atau pria yang lebih tinggi - kesalahan yang dibuat oleh alat itu ternyata lebih besar daripada wanita Kaukasia dengan berat badan lebih.

"Jadi, yang paling penting, siapa yang berusaha menurunkan berat badan, kesalahan yang terjadi sebenarnya lebih besar," kata Ashley, yang tidak tahu mengapa hal ini terjadi. Dia berspekulasi bahwa bisa jadi perusahaan pembuat alat itu menggunakan sekelompok kecil orang untuk menguji persamaan yang mereka gunakan untuk mengukur denyut jantung dan jumlah kalori yang terbakar.

Penelitian ini tidak mengukur keakuratan perangkat-perangkat itu dalam hal jumlah langkah, memantau pola tidur, atau mengukur tingkat stres.

Pesan yang ingin disampaikan oleh Ashley, jangan bergantung pada perangkat penjejak kebugaran untuk mengukur total kalori yang terbakar. Sebaliknya, fokus pada apa yang kita makan yakni pola makan sehat yang rendah gula dan tinggi serat. Juga ingat dengan ujaran, "berhenti makan sebelum kenyang tapi juga tidak merasa lapar lagi."

Tentu saja jangan lupa untuk berolahraga. "Tidak ada yang bisa kami katakan selain berolahragalah untuk mencegah sejumlah penyakit."

Pembuat dua alat penjejak kebugaran, Fitbit dan PulseOn, mengatakan bahwa mereka tetap percaya diri dengan kinerja alat mereka, baik dalam mengukur detak jantung dan jumlah kalori yang terbakar. Dalam sebuah pernyataan, PulseOn mempertanyakan metodologi penelitian tersebut, dengan mengatakan bahwa kesalahan yang tinggi untuk pengukuran jumlah kalori "menunjukkan bahwa penulis mungkin belum mengatur semua parameter pengguna pada perangkat dengan benar."

Mark Gorelick, direktur sains di Mio Global, mengatakan, "Kami setuju bahwa perkiraan jumlah kalori yang lebih akurat penting bagi industri secara keseluruhan, karena kebanyakan orang memantau jumlah kalori untuk menurunkan berat badan." Pabrikan perangkat lainnya tidak segera menanggapi permintaan tanggapan.

Artikel Terkait