Intisari-Online.com - Kehebohan kembali terjadi di media sosial. Seorang dokter yang tercantum bernama dr Kiki MK Samsi SpA(K) M. Kes mengumumkan bahwa dirinya menolak pasien dengan asuransi karena riba.
Dalam pengumuman itu, sang dokter mengatakan bahwa dirinya akan melayani tiap pasien tanpa terkecali. Ia akan memberi keterangan reimburs atau asuransi perusahaan yang tidak menarik premi.
(Baca juga: 5 Pertimbangan Memilih Asuransi Kesehatan 'Pendamping' BPJS Kesehatan)
Namun, dia mengumumkan, "Untuk asuransi ribawi, terhitung sejak 1 Mei 2017, setelah pengobatan ananda, saya tidak bisa mengisi keterangan medis."
Asuransi ribawi dalam definisi Kiki adalah asuransi perseorangan maupun perusahaan yang menarik premi tiap jangka waktu tertentu.
"Kebijakan ini saya lakukan dalam upaya menghindari diri dari dosa riba," demikian sang dokter mengumumkan kebijakannya.
Pakar etika kedokteran dari Universitas Atma Jaya Jakarta, Sintak Gunawan, menuturkan bahwa kasus dr Kiki mencerminkan abu-abu dunia kedokteran.
(Baca juga: Tidak Selalu Gratis! Seperti Inilah Proses Pengobatan Kanker Payudara bagi Peserta BPJS Kesehatan)
"Menurut pendapat saya pribadi, dokter berhak saja menolak pasien karena kepercayaannya. Asal itu sudah diberitahukan sejak awal," katanya.
Sintak menuturkan, kondisi itu mirip dengan dokter yang menolak melakukan aborsi walaupun negara tempat dia berkarir menyetujui aborsi.
Meski demikian, penerapan kepercayaan dokter hanya berlaku dalam kondisi tidak darurat. Bila berada dalam situasi yang tak ada pilihan, dokter harus menolong pasien, siapa pun itu.
"Itu karena setiap dokter sudah disumpah untuk menyelamatkan pasien. Setiap dokter wajib merawat pasien paling tidak sampai melewati masa kedaruratannya," jelas Sintak kepada Kompas.com, Rabu (24/5/2017).
Satu hal lain yang perlu diperhatikan, menurut Sintak, penolakan harus dilandasi faktor kepercayaan. Jadi, dokter tidak mempolitisi alasan penolakannya. Misalnya, sengaja menolak pasien dengan BPJS.
Sintak menuturkan, tiap rumah sakit pun memiliki hak untuk merekrut dokter sesuai nilai-nilainya dan menghargai kepercayaan dokter.
"Jika ada dokter yang menolak pasien berasuransi, rumah sakit bisa mempertimbangkan dokter itu. Kalau tetap mengijinkan dokter berprakter, rumah sakit harus merujuk pasien berasuransi ke dokter lain," katanya.
(Baca juga: Antrean Operasi Peserta BPJS Lama: Di Kanada, Kita Harus Menunggu 38,8 Minggu untuk Operasi)
Benarkah BPJS tergolong riba? Merujuk pada NU Online, dalam forum bahtsul masail pra muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama pada 2015 lalu, diperoleh kesimpulan bahwa BPJS Kesehatan tidak bertentangan dengan syariah Islam.
"Kalau bicara halal-haram, BPJS sudah jelas halal. Tetapi harus dilihat apakah BJPS ini mengandung mashlahah atau mafsadah? Kita tinggal memperbaiki saja mana kurangnya,"
"Kalau bicara halal-haram, BPJS sudah jelas halal. Tetapi harus dilihat apakah BJPS ini mengandung mashlahah atau mafsadah? Kita tinggal memperbaiki saja mana kurangnya," tutur Ketua LBM PWNU Yogyakarta KH Ahmad Muzammil seperti dikutip dari NU Online.
(Yunanto Wiji Utomo)
Artikel ini sudah tayang di kompas.com dengan judul “Heboh, Dokter Tolak Pasien Berasuransi karena Takut Dosa Riba”. Dilengkapi dengan artikel dari NU Online.