Benarkah Menjadi Dokter Hanya Cita-cita Anak SD yang Sulit Diwujudkan?

Ade Sulaeman

Editor

Murid SDK Rehes
Murid SDK Rehes

Intisari-Online.com – Saat berkunjung ke Sekolah Dasar Katolik (SDK) Rehes di kecamatan Borong, Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur, saya berbincang dengan para siswa di waktu istirahat.

Di pulau Flores, salah satu tanah timur Indonesia ini. Apakah cita-cita para anak sekolahnya?

(Baca juga: Bukan Guru Apalagi Dokter, Inilah Jawaban Kartini Kecil ketika Ditanya tentang Cita-cita)

“Kalau besar saya mau jadi guru,” salah satu siswi kelas 4 menjawab sambil mengerjakan soal Matematika di waktu istirahat.

Siswi lainnya menjawab ingin menjadi dokter. Teman-temannya langsung tertawa dan bercanda seakan itu hal yang tidak bisa dilakukan olehnya.

Selain pintar dalam ilmu faal, kita juga harus memiliki sejumlah uang dari ratusan juta hingga milliar rupiah untuk menamatkan gelar dokter hingga bisa prakterk. Itu pun belum termasuk sekolah spesialis.

(Baca juga: Ryousai Kenbo, Cita-cita Tertinggi Perempuan Jepang)

Pada kenyataannya dokter masih kurang banyak di Indonesia.

Menurut Wakil Ketua Dua Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia yaitu dr Ika Preasetya Wijaya SpPD, KV, FINASIM, FACP, FICA, sejak bulan November 2016 sekitar 1.000 hingga 1.500 dokter spesialis penyakit dalam dibutuhkan di Indonesia.

Itu baru penyakit dalam, belum spesialis lainnya.

Itu pun baru penyakit dalam, belum spesialis lainnya. Akan tetapi menurut Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Usman Sumantri di Mei 2016, bukan jumlah dokter yang kurang melainkan penyebaran tidak merata.

Kini dokter di Indonesia ada sekitar 110.720 orang dengan satu dokter dimaknai dapat melayani 2.270 penduduk. Asumsinya satu dokter dapat menangani 2.500 jadi kuota hampir terpenuhi. Sayangnya tenaga dokter umumnya terkumpul di kota besar dan provinsi tertentu sehingga tidak merata.

(Baca juga: Bahagianya Nenek 99 Tahun Ini Setelah Cita-citanya Masuk Penjara Terpenuhi)

Karena itu muncul institusi pendidikan seperti Universitas Padjajaran yang menggratiskan mahasiswa untuk mengambil jurusan kedokteran.

Asalkan mau ditempatkan di daerah mana pun di Jawa Barat setelah lulus maka kita bisa mendapatkan beasiswa penuh.

Program yang mirip juga dilaksanakan di Kalimantan Barat tetapi mahasiswa yang dibayarkan oleh beasiswa belum banyak.

Salah satu contohnya adalah tiga mahasiswa kedokteran di Universitas Tanjungpura, Pontianak yang baru saja dibayarkan.

Peluang ada dan terbuka, termasuk dokter yang biaya sekolahnya dianggap mahal. Kesempatan muncul untuk menjadi seorang dokter, siapa saja bisa dari Sabang hingga Merauke, termasuk seorang siswi SD di NTT yang memiliki sebuah cita-cita.

Artikel Terkait