Intisari-Online.com – Siapa sih yang tak ingin menang? Bahkan ada yang menjadikan kemenangan sebagai tujuan akhir. Soal proses tak digubrisnya.
Semoga tulisan yang mengambil dari unggahan di dinding Facebook Jusman Syafii Djamal ini menyadarkan kita semua bahwa tak selalu kemenangan itu bermakna positif.
(Baca juga: Digoyang Isu Pemakzulan, Donald Trump Disebut akan Terjungkal dari Kursi Kepresidenan Amerika Serikat Sebelum 2019)
Kalau berselisih dengan pelanggan walaupun kita menang, pelanggan tetap akan lari. Toko bangkrut.
Kalau berselisih dengan rekan sekerja , walaupun kita menang tiada lagi semangat bekerja dalam tim. Produktivitas merosot.
Kalau kita berselisih dengan pimpinan, walaupun kita menang, tiada lagi kepercayaan di antara pimpinan dan karyawannya di tempat itu. Visi dan Misi tak terwujud.
Kalau kita berselisih dengan keluarga, walaupun kita menang, hubungan kekeluargaan akan renggang. Home is not a home anymore.
Kalau kita berselisih dengan guru, walaupun kita menang, keberkahan menuntut ilmu dan kemesraan itu akan hilang. Tak ada lagi sekolah learn to be learnt.
Kalau berselisih dengan teman, walaupun kita menang, yang pasti kita akan kekurangan teman. Silaturahmi tak lagi punya berkah
Kalau kita berselisih dengan siapa pun, walaupun kita menang, kita tetap kalah. Yang menang hanya ego diri sendiri. Yang tinggi dan naik adalah emosi. Yang jatuh adalah citra dan jati diri kita.
Tidak ada artinya kita menang dalam perselisihan. Kita boleh berbeda tapi tak perlu berselisih, bergelut, apalagi tawuran. Hanya perpecahan yang bikin kita lemah.
(Baca juga: Inspiratif, Petugas Kebersihan di Filipina Ini Lulus Tes Menjadi Pengacara)
Penulis | : | Agus Surono |
Editor | : | Agus Surono |
KOMENTAR