Advertorial
Intisari-Online.com – Kalau biasanya Tiongkok merajai setiap final pertandingan bulutangkis, maka dalam Asian Games 2018 ini, Asia tanpa Tiongkok yang menjadi juaranya. Berikut ini tulisan Tan Liang Tie yang pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Agustus 1964.
Olahraga bulutangkis berasal dari benua Asia, tepatnya dari India. Sedikitnya demikian menurut sejarah resmi, yang menjatakan bola “poona" sebagai induk dari permainan yang sekarang kita kenal dengan nama bulutangkis.
Akan tetapi kemudian olahraga bulutangkis itu berkembang dinegeri Inggeris dan diberi nama “badminton". Maka tidak mengherankan bahwa persatuan bulutangkis yang pertama-tama dibentuk didunia, terdapat di negeri tersebut.
Persatuan itu didirikan pada tahun 1893; ketika itu bahkan negara bagian Wales, Skotlandia dan Irlandia belum ikut serta. Dewasa ini dalam persatuan tertua tersebut tergabung kira-kira 2.800 perkumpulan; jumlah anggotanya ±100.000.
Baca juga: Jonatan Christie Raih Medali Emas Tunggal Putra Bulutangkis Asian Games 2018
Turnamen terbesar tingkat internasional bagi perorangan, yang pada umumnya dipandang sebagai turnamen kejuaraan dunia tidak resmi, (hingga kini) terdapat juga dinegeri tempat berkembangnya olahraga bulutangkis.
Bahkan turnamen-turnamen beregu antar negara, baik untuk wanita dengan “Uber Cup"nya maupun untuk pria dengan “Thomas Cup"nya, diciptakan pula oleh orang-orang disana.
Namun sejak olahraga bulutangkis menjadi olahraga dunia yang luas, supremasi internasional belum pernah dipegang oleh negeri induknya sendiri, melainkan oleh negeri-negeri Asia. Thomas Cup misalnya, sejak diperebutkannya untuk pertama kali pada tahun 1949/1950, tidak pernah lagi keluar dari benua Asia.
Hal ini nampaknya ganjil jika kita ingat perhatian yang demikian besar dinegeri induk itu, seperti ternyata dari inisiatip untuk meluaskan olahraga bulutangkis diseluruh dunia, usaha-usaha intensip untuk menyelenggarakan kompetisi dan turnamen-turnamen tahunan, baik antar daerah maupun secara perorangan, baik yang internasional terbuka maupun yang terbuka secara regional saja.
Juga dewasa ini kejuaraan berada dibumi Asia, tepatnya di Indonesia. Tempat-tempat terataspun diduduki oleh pemain-pemain bukan Inggeris, Denmark, Muangthai, Jepang, Mengapa itu semua?
Pada hakekatnya bentuk dan rupa semua manusia adalah sama, sekalipun ada yang bertubuh besar dan kecil. Namun manusia-manusia yang sama itu, bakat dan pembawaannya ternyata dapat berlainan.
Dari bentuk badan dan rupa seseorang, kita tidak dapat memastikan terlebih dahulu dalam cabang olahraga mana ia memiliki bakat luarbiasa. Kita tidak dapat tahu, dimana seseorang akan mencapai prestasi setinggi-tingginya, sebelum ia terjun dibidang olahraga.
Akan tetapi karena masing-masing cabang olahraga mempunyai ciri-ciri yang khas dan karenanya memerlukan kemampuan-kemampuan jasmaniah tersendiri pula, maka cara dan daya sesuatu bangsa dalam mencapai prestasi yang setinggi-tingginya dalam cabang olahraga tertentu, dapat merupakan tanda-tanda dari adanya bakat luarbiasa untuk cabang olahraga itu.
Perkembangan olahraga bulutangkis internasional sampai saat ini menunjukkan, bahwa bangsa Asia rupa-rupanya memiliki ciri-ciri fisik khas yang menguntungkan untuk mengejar taraf permainan yang tinggi dalam cabang olahraga bulutangkis,
Di benua Asia olahraga ini baru diperkembangkan secara resmi sejak tahun 1934, ialah ketika di India dan Malaya terbentuk persatuan-persatuan bulutangkis. Lima belas tahun kemudian, ketika piala Thomas untuk pertama kali dipertaruhkan dalam turnamen internasional (1949), kedua negara tersebut sudah mempunyai reputasi Internasional yang baik; bahkan pemain-pemain Malaya berhasil menggondoi piala itu ketanah airnya.
Jika berkecamuknya perang dunia kita perhitungkan, masa pertumbuhan pemain-pemain Malaya itu relatip sangat pendek. Dalam jangka waktu ± 12 tahun mereka berhasil merebut keunggulan mutlak didunia.
Walaupuh sebelum pendudukan Jepang, di Indonesia olahraga bulutangkis telah digemari (beberapa pemain bahkan sudah dapat digolongkan kelas internasional), namun pertumbuhan secara teratur baru mulai sekitar tahun 1950.
Kompetisi resmi untuk memperebutkan kejuaraan Indonesia baru berlangsung pada tahun 1954; pada waktu itu Ferry Sonneville misalnya, sudah memperoleh kedudukan yang baik dalam dunia internasional.
Akan tetapi pada tahun 1958, ketika Indonesia untuk pertama kali memberanikan diri untuk ikut serta dalam turnamen besar Thomas Cup, serta merta piala dunia itu direbutnya dari tangan Malaya secara mengesankan dan mutlak.
Juga di Muangthai bulutangkis baru benar-benar berkembang secara teratur pada tahun 1950. Tapi pada tahun 1961 pemain-pemainnya sudah berhasil mencapai challenge round dalam perebutan Thomas Cup.
Dan dalam kontes di Tokyo baru-baru ini Muangthai sekalipun dikalahkan oleh Denmark, merupakan bahaya besar juga bagi kedudukan juara.
Baca juga: Anthony Ginting Cedera Saat Bertanding, Ini 6 Cedera yang Paling Sering Menimpa Atlet Bulutangkis
Dari se jarah perkembangan olahraga bulutangkis internasional itu dapat ditarik kesimpulan, bahwa pada umumnya bangsa Asia memiliki berbagai gerak dan ketangkasan yang memungkinkan mereka menguasai olahraga tersebut serta mencapai tingkat prestasi yang tinggi.
Dengan bakat-bakat jasmaniah itu pemain-pemain di benua ini dalam waktu singkat dapat memperkembangkan permainan sampai pada tingkat yang setinggi-tingginya. Tentunya faktor-faktor lain seperti kesanggupan, ketekadan, dan kesempatna juga berpengaruh.
Dalam situasi dan kondisi yang sama (seperti bentuk jasmaniah, kesempatan berlatih dan bertanding dsb) umumnya pemain-pemain kita dapat mencapai tingkat yang sama tingginya dengan pemain-pemain Eropa inipun dalam jangka waktu yang lebih pendek serta dengan cara yang Iebih mengesankan.
Di samping keterampilan, faktor-faktor jasmaniah seperti kecepatan, daya-reaksi yang cepat dan peka kelemasan sendi-sendi terutama pada pergelangan tangan, merupakan bakat-bakat dan pembawaan yang khas pada sebagian besar bangsa-bangsa Asia.
Bahwa diantara pemain-pemain bangsa Eropa justru pemain-pemain Denmark berhasil menempatkan dirinya pada tingkat teratas di dunia sesudah pemain-pemain Asia kiranya itu bukan suatu kebetulan saja.
Pertama-tama dapat dikemukakan sistem pendidikan jasmani di negeri itu. Di Denmark latihan-latihan jasmani yang dijalankan secara teratur, penuh kesadaran dan keyakinan, telah membentuk manusia-manusia baik pria maupun wanita yang lebih cekatan, lebih lemas pada sendi-sendinya, dan lebih trampil daripada rata-rata lain-lain bangsa Eropa yang iklim dan letak negaranya hampir bersamaan.
Salah satu orang yang mempunyai peranan besar dalam sistim latihan jasmani yang demikian efektif di Denmark sekarang ini adalah almarhum Niels Bukh.
Tokoh olahraga yang berasal dari keluarga petani itu, menyadari kekurangan-kekurangan yang terdapat pada pemuda-pemuda petani antara lain kakunya sendi-sendi dan berbagai bagian otot-otot yang telah menjadi pendek-pendek dan kaku pada pemuda-pemuda petani itu, diperpanjang dan dilemaskan lagi, sehingga pada akhirnya fisik mereka dapat digunakan untuk latihan-latihan dan pekerjaan lain.
Baca juga: 5 Hal yang Belum Anda Ketahui Tentang Bulutangkis, di Antaranya Senar Raket dari Perut Kucing
Sebagian besar dari latihan-latihan yang dewasa ini masih dilakukan oleh atlit-atlit dalam warming up, berasal dari karya Niels Bukh almarhum.
Disamping ketrampilan yang diperoleh berkat sistim latihan jasmani, di Denmark kesempatan merupakan faktor yang penting dalam menghasilkan pemain-pemain bulutangkis yang mahir dan tangkas.
Dalam bukunja “Bulutangkis bermutu" Ferry Sonneville mengatakan, pada tahun 1958 di Kobenhavn, ibukota Denmark, terdapat perkumpulan-perkumpulan bulutangkis dengan gelanggang tertutup.
Anggotanya berjumlah antara 300 sampai 1000 orang. Setiap malam mereka itu dapat berlatih secara teratur, dibawah pengawasan pelatih-pelatih ahli.