Advertorial

Penelitian: Jadi Pemalas Merupakan Strategi Terbaik untuk Bertahan Hidup, Benarkah?

Tatik Ariyani
,
Mentari DP

Tim Redaksi

Namun, penelitian kali ini mengungkap bahwa pemilik sifat malas diketahui hidup lebih lama daripada yang giat bertahan hidup.
Namun, penelitian kali ini mengungkap bahwa pemilik sifat malas diketahui hidup lebih lama daripada yang giat bertahan hidup.

Intisari-Online.com -Sebagian besar dari kita terbiasa menginterpretasikan sifat malas sebagai sesuatu yang negatif.

Kita juga tidak jarang mendengar bagaimana sifat malas mebawa dampak buruk bagi kesehatan.

Namun, penelitian kali ini mengungkap bahwa pemilik sifat malas diketahui hidup lebih lama daripada yang giatbertahan hidup.

Sebuah studi komprehensif yang diterbitkan dalam jurnalProceedings of the Royal Society Bmenunjukkan bahwakemalasanbisa menjadi strategi jangka panjang yang efektif.

Baca Juga:Capaian Tertinggi, Raihan Medali Emas Asian Games 2018 Indonesia Terbaik dalam 36 Tahun Terakhir

Untuk membuktikannya, peneliti dari University of Kansasmenganalisis299 spesiesmoluska— bivalvia dan gastropoda — dari Samudra Atlantik.

Subjek penelitian yang digunakan mulai dari yang sudah membatu hingga yang masih hidup, dari zaman pertengahan Pliocene hingga saat ini.

Awalnya, peneliti ingin mencari tahu apakah kepunahan spesies dapat terdeteksi dari jumlah serapanenergi.

Dari keingintahuan tersebut, peneliti menemukan bahwamoluskayang menggunakan lebih banyakenergidalam kehidupan sehari-hari memiliki kemungkinan untukpunahlebih cepat.

Baca Juga:Isap Kokain di Toilet, Inilah Richard Muljadi, Cucu Wanita Terkaya di Indonesia

"Yang lebih lamban atau malas, menggunakan energi atau makanan yang lebih rendah," kata Bruce Lieberman, seorang profesor ekologi dan biologi.

Selain dari jumlah energi yang dikeluarkan, peneliti menemukan bahwa tingkat metabolisme turut memengaruhi kepunahan.

"Dengan tingkat metabolisme yang lebih tinggi, spesies lebih mungkin untuk punah,” kata Stotz peneliti dari KU's Biodiversity Institute dan Natural History Museum.

Namun, peneliti mendapatkan temuan baru bahwa tinggi rendahnya metabolisme spesies berhubungan dengan habitat aslinya.

Baca Juga:Dahsyatnya Perang Psikologis: Saat Mesir Ditaklukkan Persia Hanya Gara-gara 'Kucing'

Spesies yang berasal dari habitat luas, seperti lautan, memiliki tingkat kepunahan yang lebih lambat meskipun tingkat metabolismenya tinggi.

Keingintahuan peneliti kemudian berlanjut untuk melihat apakah hasil penemuan mereka juga berlaku untuk spesies lainnya, termasuk manusia.

Dari hasil yang telah ditemukan, peneliti yakin bahwa hal tersebut dapat membantu memperkirakan speies mana yang paling berisiko menghilang terlebih dahulu.

Penelitian tersebut mungkin dapat dijadikan alasan yang bagus untuk menerima kemalasan.

Namun, menurut peneliti, meskipun penelitian menunjukkan bahwa yang malas dapat bertahan lebih lama, bukan berarti manusia yang malas menjadi yang terkuat.

"Sayangnya terkadang orang-orang malas justru mengkonsumsi sebagian besar sumber daya, ketika pemalasmencoba untuk menahan perubahan terhadap planet, hal tersebut akan menjadi bahaya terbesar yang dihadapi manusia tersebut," kata Lieberman.

Artikel ini pernah tayang di Nationalgeographic.grid.id dengan judul "Menjadi Pemalas Merupakan Strategi Terbaik Untuk Bertahan Hidup"

Baca Juga:Duh, Malunya! Pria Ini Jadi Tontonan Setelah Tangannya Terjepit di Mesin Penjualan 'Mainan Dewasa'

Artikel Terkait