Intisari-Online.com -Memang tidak semua taksi berwarna kuning—di Indonesia ada putih, ada biru muda; di Inggris taksi khas London jelas berwarna hitam—tapi, bagaimanapun juga, beberapa sejarawan menyebut,kuning adalah warna klasik untuk taksi.
Pertanyaannya: kenapa taksi berwarna kuning?
Di New York, taksi berwarna kuning diperlakukan sejak adanya aturan pertaksian tahun 1960-an, tapi kenapa taksi berwarna kuning sejatinya sudah berlaku jauh sebelum itu.
(Baca juga:Tak Usah Panik, Semut Bisa Disingkirkan. Simak Tips Ini!)
Jude Stewart, penulis ROY G. BIV, buku yang secara eksplisit membahas tentang budaya dan sejarah warna, menjelaskan bahwa beberapa orang mulai melacak keberadaan taksi berwarna kuning sejak abad ke-15.
Meski demikian, ia mencatat ceritanya sebagai “cerita yang berada di luar” sejarah—alias, kebenarannya bisa diragukan.
Kisah itu menceritakan bahwa seorang pria bernama Francesco Tasco, yang keluarganya berkecimpung dalam bisnis pos, menerapkan reformasi untuk memperluas dan menguatkan sistem mereka.
Salah satu reformasi tersebut, membuat kendaraan pengantar berwarna kuning, karena warna itu dianggap tidak menyinggung siapa pun secara politis.
Inovasinya lalu mendapat persetujuan dari Kaisar Austria, yang memberinya gelar “Torre e Tasso” yang kemudian berganti kewarganegaan Jerman sehingga gelarnya menjadi “Thurn und Taxis.”
Tapi jika mengacu pada penelitian sejarah yang dikerjakan dengan metode yang ketat, penggunakan istilah taksi mulai digunakan pada awal abad ke-20—untuk menyingkat istilah “taksimeter”, alat pengukur jarak tempuh taksi.
Di saat yang hampir bersamaan, muncul taksi di Amerika Serikat, dan diklaim sebagai taksi pertama yang berwarna kuning.
Meski demikian, bukan berarti taksi Amerika yang pertama berwarna kuning—yang aslinya dicat merah dan hijau.
Karena, pada 1907, sebenarnya pengusaha Harry Allen mengimpor kendaraan yang diklaim berwarna kuning dengan taksimeter itu dari Prancis ke New York.
Dia adalah pemilik transportasi dengan taximeter pertama di kota itu, meski setahun kemudian sopir-sopirnya melakukan pemogokan karena urusan gaji.
(Baca juga:30 Tahun Menyeberangkan Anak-anak)
Graham Hodges, sejarawan taksi di Colgate University, menjelaskan bagaimana pada saat itu pemilik perusahaan taksi berusaha mengecat kendaraan mereka denga penanda khas—ada yang berwarna coklat dan putih, ada yang hitam, ada merah, dan kuning kotak-kotak.
Dalam bukunya Taxi! A Social History of the New York City Cabdriver, ia mengutip The Great Gatsby, di mana satu karakter memungkinkan empat taksi melewatinya sebelum “dia memilih yang baru, berwarna lavender dengan pelapis abu-abu.”
Masih dalam waktu yang berdekatan, dua perusahaan terkenal sama-sama menggunakan warna kuning: Albert Rockwell dari Bristol, Connecticut, mendirikan Yellow Taxicab Company yang beroperasi di New York dan John Hertz punya Yellow Cab Company di Chicago.
Menurut sejarah Bristol, perusahaan milik Albert Rockwell beroperasi tahun 1908. Dan, “atas saran istri kedua Rockwell, taksi itu dicat kuning dengan huruf R yang bagus di pintu.”
(Baca juga:Jenius, Beginilah Cara Meningkatkan Sinyal WiFi Menggunakan Kaleng Soda)
Pada 1970-an, Hartford Courant melengkapi cerita asli: saat dalam perjalanan, Rockwell dan istri, Nettie, menyadari peran penting transportasi taksi di kota-kota Eropa, dan Rockwell memutuskan memulai perusahaannya sendiri.
Saat istrinya menyarankan untuk melukis armada kuningnya, warna favoritnya, dia berpikir itu akan menonjol.
Pada 1910, kendaraan tersebut dikenal sebagai “taksi kuning” dan Rockwell menyatukan perusahaannya dengan dengan dua perusahaan lainnya pada 1912.
Tak hanya itu, perusahannya juga menempuh langkah hukum untuk mematenkan warna kuning itu.
Sementara Hertz memulai karier bisnisnya pada 1907, dan sangat sukses. Ia disebut mendapatkan ide itu (taksi warna kuning) setelah sebuah studi dari kampus lokal menemukan bahwa warna kuning, dengan sentuhan warna merah, merupakan warna yang paling terlihat dari kejauhan.
Ia lalu memulai perusahaan taksinya pada 1915 dengan 40-an taksi. Tak hanya di Chicago, ia kemudian menambah armadanya dan memperluas layanan hingga Kansas City, Philadelphia, dan bahkan New York.
Pada 1925, ia menjual sahamnya di perusahaan itu, dan mendapatkan 2.700 taksi baru.
Meskipun taksi kuning adalah yang paling umum di Amerika, tapi ia bukan satu-satunya. Sampai pada 1968, New York Times menulis tentang “warna khas taksi kota”—ada kuning, oranye, merah, dan emas.
(Baca juga:Punya 2,5 Juta Follower, Inilah Perkiraan Biaya Untuk Endorsement Lambe Turah)
Masih pada titi mangsa yang sama, selain untuk melindungi pengemudi, undang-undang pertaksian juga digunakan untuk membantu penumpang membedakan antara dua tipe taksi yang ada waktu itu: kuning dan warna lain.
Taksi warna kuning, oleh beberapa kalangan, juga dikaitkan dengan budaya pop yang terjadi. Hodges menulis: “(Nyatanya), ada sedikit mobil berwarna kuning yang bukan taksi.”
Jadi?