Ki Hajar Dewantara, Waktu Kecil Kerap Berkelahi dengan Sinyo, eh Pas Besar Dibuang ke Belanda

Moh Habib Asyhad

Editor

Ki Hajar Dewantoro
Ki Hajar Dewantoro

Intisari-Online.com -Mungkin tak banyak yang tahu bahwa Ki Hajar Dewantaraadalah sosok yang atos terhadap Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda.

Ia pernah menulis sebuah karangan berjudul “Als ik een Nederlander was” yang membuatnya dibuang ke negeri Belanda.

Karangan itu ditulis pada 1913 ketika Belanda akan merayakan 100 tahun kemerdekaannya dari Prancis.

Anehnya, rakyat jajahan dipaksa membayar iuran untuk membiayai perayaan itu. Itulah yang memicu amarah Ki Hajar.

(Baca juga:Melestarikan Peninggalan Adiluhung Ki Hajar Dewantara Bagi Dunia Pendidikan)

Berikut bunyi karangan itu:

“Andaikata saya seorang Belanda, tidakkah saya akan merayakan pesta kemerdekaan bangsa saya di negeri yang rakyatnya tidak kita beri kemerdekaan.

Tidak dengan sengaja kita seolah-olah berteriak ‘Lihatlah, hai orang-orang, bagaimana caranya kita memperingati kemerdekaan kita.

Cintailah kemerdekaan, karena sungguh berbahagialah rakyat yang merdeka lepas dari penjajah.”

Ki Hajar lahir sebagai Raden Mas Suwardi, putra keempat Pangeran Suryaningrat yang merupakan putru sulung Pakualam III.

Meski pada dasarnya ia berhak mendapat penghormatan sebagai bangsawan kerajaan, Ki Hajar kecil menolak itu.

Ia bahkan lebih suka bergumul dengan rakyat jelata yang semestinya memberinya hormat.

Saat malam tiba, ia lebih suka tidur di masjid bersama teman-temannya yang jelata.

Ia juga suka berkelahi dengan sinyo-sinyo Belanda bersama kakaknya yang juga seorang tokoh pergerakan, Suryapranata.

Dibuang ke Belanda

Jika waktu kecil kerap berkelahi dengan sinyo Belanda, ketika besar, ia dibuang Pemerintah Kolonial ke Belanda.

Gara-garanya ya karangan berjudul “Als ik een Nederlander was” itu, yang ia tulis ketika aktif di Indische Partij (IP).

(Baca juga:Inilah 18 Profesi Dunia Kuliner Yang Menggiurkan)

Saat dibuang ke Belanda, Ki Hajar tidak sendirian.

Dua sekondannya di IP, Cipto Mangunkusumadan Douwes Dekker juga turut dibuang ke Belanda.

Pembuangan ini juga menandai akhir riwayat IP sebagai partai politik pertama yang menuntut kemerdekaan Indonesia.

Artikel Terkait