Advertorial

AS Berlakukan Tarif Impor, Ini 5 Negara yang Paling Berdampak, Indonesia Masuk?

Intisari Online
Mentari DP

Tim Redaksi

Negara-negara dengan ekonomi berkembang seperti Turki dan China pun harus membayar ongkos yang lebih mahal untuk bisa mengekspor produk mereka ke AS.
Negara-negara dengan ekonomi berkembang seperti Turki dan China pun harus membayar ongkos yang lebih mahal untuk bisa mengekspor produk mereka ke AS.

Intisari-Online.com – Kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang memberlakukan tarif impor kepada para mitra dagangnya mengakibatkan gucangan di pasar global.

Negara-negara dengan ekonomi berkembang seperti Turki dan China pun harus membayar ongkos yang lebih mahal untuk bisa mengekspor produk mereka ke AS.

Tak hanya itu, Bank Sentral Amerika Serikat, Federal Reserve, pun memasang tingkat bunga yang besarnya empat kali lipat dalam waktu dua tahun belakangan.

Negara-negara dengan utang dollar AS yang cukup besar untuk membiayai pertumbuhan atau pembangunan pun harus membayar harga yang lebih mahal untuk bunga.

Baca juga:Resmi! Fatwa MUI untuk Vaksin MR: Mengandung Babi Tapi Boleh Digunakan, Ini Alasannya

Salah satu yang terkena dampak Trump ini adalah Argentina sehingga negara asal pesepak bola Lionel Messi ini pun harus meminta pertolongan kepada Dana Moneter Internasioal (IMF).

Berikut ini beberapa negara lain yang paling terkena dampak kebijakan tarif AS:

1. Turki

Penangkapan Andrew Brunson, pendeta AS yang berbasis di wiliaha Izmir Turki, menyulut Trump dan menyebabkan kedua negara terlibat dalam aksi saling balas dalam perdagangan.

Trump menuduh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan melanggar hak asasi manusia.

Namun, bukannya melakukan pendeaktan secara diplomatik, pihaknya menerapkan tarif impor yang lebih tinggi terhadap produk ekspor Tukri berupa baja, aluminium, serta mobil.

Erdogan pun membalas dengan mengenakan bea impor yang lebih besar untuk produk alkohol, mobil, serta tembakau asal AS.

2. India

India merupakan negara importir besar, mulai dari minyak mentah, produk elektronik, hingga emas, yang membuat negara tersebut menghabiskan 600 miliar dollar AS tahun ini.

Adapun hingga bulan Juli, defisit perdagangan mereka telah melebar menjadi 18 miliar dollar AS, angka tertinggi sejak lima tahun belakangan.

Dengan ancaman tarif serta berbagai kebijakan proteksionis lain yang dilakukan oleh pemerintah Trump, terutama untuk baja dan alumunium, inflasi di India dapat melebar mendekati 5 persen dari 4,2 persen saat laporan terakhir bulan lalu.

Adapun utang luar negeri negara itu naik menjadi 530 miliar dollar AS pada akhir Maret sebesar 42 persen merupakan utang yang jatuh tempo pada Maret tahun depan, dan sudah hampir pasti akan memiliki tingkat suku bunga yang lebih tinggi.

Tidak heran rupee telah jatuh tahun ini ke rekor terendah, sebesar 9 persen, meskipun masih lebih kecil jika dibandingkan dengan negara berkembang lain.

Baca juga:Akhir Tahun Ini, 10 Unit Jet Tempur Su-35 Beserta Amunisinya Dipastikan Tiba di China

3. Argentina

Negara ini memiliki tingkat kerentanan yang serupa dengan Turki dalam bentuk defisit kembar.

Artinya, mereka tak hanya defisit neraca pembayaran dari segi pengeluaran publik saja, tetapi juga perlu mebayar kembali pinjaman mereka dari bank-bank AS.

Setelah sempat tenang dalam sebulan terakhir, kajatuhan lira Turki pun turut mendorong peso Argentina kembali anjlok.

Hal ini memicu tanggapan cepat dari bank sentral mereka untuk meningkatkan suku bunga sebesar 5 persen menjadi 45 persen.

Argentina pun saat ini juga sedang dihadapkan pada skandal kasus korupsi besar. Mereka juga telah meminta dana talangan kepada IMF.

4. Afrika Selatan

Afrika Selatan, Ukraina, Meksiko, Indonesia, dan Brasil, semuanya dihadapkan pada nilai tukar yang terus terdepresiasi akibat khawatir dengan stabilitas perdagangan global serta tarif dagang.

Selain lira Turki dan peso Argentina, nilai tukar yang terdepresiasi cukup parah adalah rand Afrika Selatan yang jatuh lebih dari 10 persen pada Senin (13/8/2018).

Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa telah berjanji akan merevitalisasi ekonomi setempat, namun dihadapkan pada kondisi defisit neraca permbayaran sekaligus skandal korupsi.

Baca juga:Berambisi Kalahkan Perekonomian AS, China dan Rusia Patungan Menambang Emas

5. China

Banyak analis meyakini, apa yang terjadi pada Turki setara jika dihadapkan dengan China.

Sebab saat ini, China harus dihadapkan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi dan perang dagang dengan AS yang terjadi selama satu tahun berturut-turut.

Presiden China Xi Jinping pun nampaknya juga menanggapi langkah-langkah AS dengan hal-hal yang justru semakin menyulut emosi Trump.

Bank Sentral China terus-menerus mengalirkan dana untuk sistem keuangan mereka agar biaya kredit semakin murah, yang membuat nilai yuan semakin rendah dibandingkan dengan dollar AS.

Langkah ini berbanding terbalik dengan The Fed yang sedang mengurangi quantitative easing serta meningkatkan suku bunga untuk membuat pinjaman semakin mahal.

Trump pun mengeluhkan menguatnya dollar AS melalui Twitternya, sekaligus resah dengan rendahnya nilai tukar yuan yang membuat impor China ke AS menjadi lebih murah. Hal itu membuat kebijakan tarif yang dikenakan tidak sesuai dengan harapan Trump.

Para investor berkeyakinan, hal tersebut justru akan membuat Trump menggandakan tarif impor kepada China.

Sementara itu, beberapa perusahaan China pun dilaporkan telah mengalami penurunan profit pada beberapa minggu belakangan. (Mutia Fauzia)

(Artikel ini telah tayang dikompas.comdengan judul "5 Negara Ini Paling Terdampak Perang Dagang AS")

Baca juga:Makin Panas, Perancis Siap Bantu Turki Melawan Sanksi Amerika

Artikel Terkait