Intisari-Online.com - Tanjakan Selarong di kawasan Megamendung, Kabupaten Bogor bisa dibilang jalur tengkorak. Sudah sering terjadi kecelakaan yang melibatkan bus pariwisata karena rem blong.
Misalnya pada 2016, tepatnya Minggu (14/2/2016), saat bus bernopol F 7575 WM tengah melaju dari arah Puncak menuju Jakarta.
Diduga mengalami rem blong bus kemudian kehilangan kendali dan menabrak empat mobil serta dua motor di depannya.
Terakhir, pada Sabtu (22/4/2016) saat sebuah bus pariwisata HS mengalami rem blong dan menabrak 12 kendaraan bermotor di depannya. Dalam tabrakan maut di Puncak ini,korban tewas tercatat empat orang dan belasan luka-luka.
Dari arah Puncak, Tanjakan Selarong menjadi turunan panjang dan curam terakhir sebelum melewati Jembatan Gadog, menanjak sedikit dan turunan landai sebelum sampai Simpang Gadog.
Sebagai turunan terakhir, maka rem sudah dipaksa bekerja selama beberapa waktu dan ini berisiko menyebabkan rem blong.
Soalnya, berbeda dengan kendaraan kecil (baik yang bermesin diesel atau bensin), bus dan truk yang bermesin diesel punya putaran mesin lebih rendah.
"Karena putaran mesin yang rendah maka kita tidak bisa menggunakan engine brake dengan cara turun gigi pada saat mengurangi kecepatan seperti kendaraan kecil," kata Yuswadi, seorang pemerhati bus dan angkutan berat, kepada Tabloid Otomotif.
Yuswadi menambahkan bahwa ada beberapa penyebab rem blong. Di antaranya kebocoran pada sistem rem, baik pada saluran hidraulis maupun saluran udara. Lalu permukaan sepatu rem yang mengeras akibat panas berlebihan.
Umumnya, setiap bus dan truk bermesin diesel dilengkapi petunjuk berupa stiker untuk mencegah terjadinya engine overruning.
Penggunaan rem secara terus menerus untuk mengurangi kecepatan akan berakibat timbulnya panas yang berlebihan pada sistem rem.
Untuk mencegah kecelakaan dari sisi ini, maka perawatan rem seharusnya dilakukan dengan akurat. Baik pemeriksaan keausan, kebocoran, pembersihan dan penyetelan kampas rem dan brake drum secara periodik dan rutin.
Penggantian parts juga harus dilakukan secara periodik seperti tertera pada buku servis. Misalnya minyak rem dan parts dari karet seperti seal, piston cap, dan slang flexible.
"Terutama pada kampas rem sebagai komponen utama. Setiap 5.000 km harus dilakukan pengecekan," ujar Irwan Supriyono, Executive Officer Service & Part PT Hino Motors Sales Indonesia (HMSI).
Mursal Said, Product Dev. & Engineering Manager PT Foton Mobilindo, menengarai sisi teknologi yang sudah ketinggalan zaman sebagai biang keladi rem blong.
"Kemungkinan besar masih memakai sistem rem air over hydraulic yang memang sangat rentan untuk blong. Sistem ini tidak memiliki proteksi ketika terjadi rem blong," ujarnya kepada Tabloid Otomotif.
Ini berbeda dengan sistem full air S-cam brake yang digerakkan udara yang memang lebih maju teknologinya.
Sistem ini sudah dipakai untuk bus dengan sasis MercedesBenz dan kendaraan keluaraan Eropa lainnya. Sistem ini memungkinkan mobil langsung berhenti ketika terjadi kerusakan pada pengereman baik yang ditimbulkan kemampuan kampas rem yang merupakan komponen utama maupun kebocoran dari oli.
Sistem S-cam brake ini bekerja kalau tekanannya di atas 6 bar. Namun begitu tekanan di bawah 6 bar maka otomatis akan langsung mengunci dengan sendirinya alias berhenti.
S-cam ini memiliki keamanan lebih tinggi karena memakai dua katup dan spring type chamber.
Selain itu kendaraan sekarang juga sudah dilengkapi ABS (anti-lock braking system). Peranti ini merupakan peranti standar kendaraan sesuai dengan Euro 2.